
Oleh: Salsabila. N (Penulis Remaja)
Linimasanews.id—Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai pengambilalihan Gaza dan pemindahan paksa warga Palestina menunjukkan keberlanjutan agenda kolonialisme modern. Dengan alasan menjaga keamanan dan stabilitas, Trump secara terang-terangan mengungkapkan niat AS untuk menguasai Gaza, bahkan dengan kemungkinan pengerahan pasukan. Ini bukan sekadar tindakan politik, melainkan bentuk agresi yang melanggar hukum internasional serta hak asasi rakyat Palestina.
Legitimasi Pembersihan Etnis
Rencana pemindahan paksa dua juta penduduk Gaza ke negara lain tanpa hak untuk kembali merupakan bentuk nyata dari pembersihan etnis. Ini tidak hanya berarti pengusiran fisik, tetapi juga upaya menghapus identitas Palestina. Sikap ini mencerminkan kebijakan otoriter dan ambisi pendudukan yang menjadi ciri khas pemerintahan Trump.
Sepanjang sejarah, kekuatan yang menerapkan kolonialisme dan agresi selalu menghadapi perlawanan. Warga Gaza telah menunjukkan keteguhan dalam menolak pengambilalihan wilayah mereka, meskipun terus menghadapi blokade, serangan militer, dan penderitaan berkepanjangan.
Kebijakan yang Ceroboh dan Berbahaya
Trump tidak hanya membawa AS ke dalam konflik yang lebih kompleks, tetapi juga menunjukkan kebijakan luar negeri yang sembrono dan berisiko. Dukungan terhadap Zionis dalam upaya pengusiran rakyat Palestina memperlihatkan dorongan AS menuju bentuk otoritarianisme global, yang menganggap penguasaan wilayah sah jika didukung kekuatan militer. Kebijakan ini juga melanggar prinsip keadilan dan hak asasi manusia, baik bagi Muslim maupun komunitas Kristen Palestina yang turut menjadi korban.
Dalam Islam, kezaliman dan penjajahan harus ditentang, sebagaimana ditegaskan dalam QS An-Nisa: 75, “Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak.”
Kewajiban Melawan Ketidakadilan
Sejarah membuktikan bahwa kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan akan membawa kehancuran. AS yang makin agresif dalam ekspansi kolonialnya, tidak akan selamanya berada di puncak jika terus menindas bangsa lain.
Umat Islam tidak boleh berpangku tangan terhadap ketidakadilan ini. Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Sebagaimana dalam QS Ali Imran: 110,
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Sikap diam dalam menghadapi kezaliman adalah kelalaian besar. Kaum Muslim harus mengambil langkah nyata, baik melalui pemikiran, diplomasi, maupun dukungan bagi rakyat Gaza. Terutama bagi tentara Muslim, mereka memiliki kewajiban untuk melindungi kaum tertindas. Sebagaimana Allah menegaskan di dalam QS Al-Anfal: 72.
Saat dunia mengalami krisis moral dan sosial yang makin parah akibat sistem yang melegalkan penjajahan dan ketidakadilan, Islam menawarkan solusi yang adil dan manusiawi. Tidak hanya untuk Palestina, tetapi juga bagi seluruh dunia. Prinsip keadilan dalam Islam tidak berpihak pada kepentingan kapitalisme atau kolonialisme.
Keteguhan dan keberanian warga Gaza menjadi bukti nyata dari kekuatan iman dalam menghadapi kezaliman. Sejarah menunjukkan bahwa iman dan keadilan akan selalu menang. Sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imran: 64.
Pengusiran paksa warga Gaza bukan sekadar isu Palestina, melainkan ujian bagi seluruh umat manusia. Apakah kita akan tetap diam melihat ketidakadilan ini, atau memilih untuk membela hak-hak mereka? Jawaban atas pertanyaan ini terletak pada hati nurani setiap individu yang masih memiliki rasa kemanusiaan dan keadilan.