
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Pelecehan seksual bukan hanya terjadi pada anak perempuan. Anak laki-laki pun rentan menjadi korban pelecehan seksual, bahkan anak disabilitas sekalipun.
Seperti yang terjadi di Padang Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar), pria inisial R (72) ditangkap karena diduga melakukan sodomi kepada bocah laki-laki tunawicara berusia 12 tahun pada Kamis (27/02/2025) sore di Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman. Pelaku yang sudah lanjut usia itu nyaris diamuk massa setelah aksinya dipergoki warga (detiksumut, 28/02/2025).
Fakta ini menunjukkan makin tidak ada ruang aman bagi anak-anak. Seharusnya keluarga menjadi tempat pertama kembang tumbuh anak-anak, masyarakat yang menjadi tempat anak-anak bersosialisasi, negara yang seharusnya memberikan rasa aman. Sayangnya, semua itu kini tidak bisa diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak-anak.
Kondisi ini mencerminkan kehidupan yang rusak. Semua diakibatkan manusia tidak mengarahkan potensi naluri dan akalnya sesuai aturan Allah SWT. Allah mengaruniakan naluri seksual (gharizah nau) dan akal. Akal mestinya membuat manusia mampu berpikir akan pemenuhan nalurinya itu dengan benar.
Namun, sistem kehidupan saat ini dipengaruhi oleh sekularisme, yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Akhirnya, manusia tidak lagi mampu berpikir jernih dalam memenuhi naluri tersebut. Cara berpikir manusia saat ini disetir hawa nafsu, sehingga melahirkan manusia-manusia yang lemah iman dan tidak beradab. Standar interaksi masyarakat pun bukan amar ma’ruf nahi munkar, tetapi individualisme.
Ditambah lagi, banyaknya pemicu (rangsangan), seperti konten-konten yang merusak akal manusia yang seolah mejadi legal di negeri ini. Ini membuktikan minimnya peran negara dalam hal perlindungan anak di segala aspek. Inilah kerusakan, kezaliman, dan bahaya penerapan sistem sekuler yang menjauhkan manusia dari fitrahnya sebagai hamba Allah SWT.
Predator anak tidak akan menggerogoti negeri ini bila manusia mau menerapkan aturan Islam yang datangnya dari Allah. Negara Islam tidak akan pernah memisahkan agama dari kehidupan karena semua perbuatan wajib terikat hukum syarak, termasuk dalam bernegara.
Dalam Islam, negara adalah raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi umat. Dalam Islam, penjagaan anak dilakukan dengan memastikan anak-anak mendapatkan kualitas hidup maupun lingkungan yang baik, menyelamatkannya dari segala bentuk bahaya, kekerasan, dan ancaman.
Islam juga membentuk ketakwaan individu yang mengontrol individu agar seseorang tidak mudah berbuat maksiat (melanggar) syariat. Islam juga mengatur agar salah satu fungsi keluarga, yaitu sebagai pelindung anak berjalan. Ayah berperan sebagai qawwam (pemimpin keluarga) dan ibu sebagai madrasatul ula (madrasah pertama). Jika fungsi keduanya berjalan sesuai perintah syariat maka anak-anak akan mendapatkan perlindungan pertama dari keluarga.
Di samping itu, Islam mewajibkan umatnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini akan menjadi salah satu benteng agar segala jenis kemaksiatan tidak merajalela. Di saat yang sama, negara Islam akan memberlakukan sanksi tegas kepada pelaku agar predator anak tidak mendapatkan ruang dan memberi efek jera bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Negara juga berkewajiban menjaga rakyatnya dari segala hal membahayakan dan mengancam jiwa manusia. Rasulullah bersabda, “Tidak boleh (haram) ada sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain,” (HR.Ibnu Majah dan Ahmad).