
Oleh: Sri Lestari, S.T. (Pembimbing Rumah Belajar)
Linimasanews.id—Lagi-lagi para buruh dikagetkan dengan realitas yang menyayat hati. Di tengah kebutuhan hidup yang makin meningkat, memasuki bulan Ramadan, mahalnya biaya pendidikan, juga kesehatan, para buruh disapa badai pemutusan hubungan kerja (PHK). Tentu kondisi ini bagaikan mimpi buruk yang tak mampu untuk ditangkis.
Pada 27 Februari 2025, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia telah merumahkan karyawannya. Lalu, 01 Maret 2015 PT Sritex telah menutup total perusahaannya hingga menyebabkan 10.665 orang terkena PHK. Perusahaan tekstil terbesar di Asia dan dianggap jauh dari PHK, pada akhirnya tidak luput juga. Pailit yang terjadi memaksa PT Sritex akhirnya menutup total perusahaannya.
Meskipun ada beberapa investor yang akan menyewa aset PT Sritex, namun tetap tidak menghentikan badai PHK. Pasalnya, belum dapat dipastikan investor yang baru apakah masih tetap memperkerjakan eks pekerja Sritex atau tidak (Tempo.co, 06/03/2025).
PHK masal yang terjadi tentu tidak menjadi persoalan yang berdiri sendiri. Persoalan ini sangat erat hubungannya dengan sistem pemerintahan dan kebijakan yang diterapkan saat ini. Setelah pemerintah mengesahkan UU Cipta Kerja dan kebijakan ACFTA (ASEAN – China Free Trade Area), yaitu kesepakatan untuk mewujudkan kawasan pedagang bebas antara negara-negara ASEAN dan Cina, ternyata kebijakan ini sangat memberikan peluang kepada Cina dengan mudah untuk memasukkan produknya ke Indonesia. Kebijakan ACFTA yang telah disepakati memiliki harapan besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya Indonesia, malah menjadi badai kesulitan bagi masyarakat.
Hadirnya UU Cipta Kerja ternyata juga ikut andil dalam menentukan nasib para pekerja. Bagaimana tidak, setelah disahkan UU Cipta Kerja, perusahaan dapat dengan mudah untuk melakukan PHK terhadap karyawannya.
Hadirnya kebijakan yang selalu mengorbankan nasib rakyat ini lahir dari sistem yang diterapkan saat ini, yakni sistem kapitalis. Sistem kapitalis memiliki prinsip liberalisasi ekonomi, siapa saja boleh memiliki kekayaan sesuai dengan yang diinginkannya. Selain itu, dalam sistem kapitalis kebijakan yang diberlakukan sarat kepentingan dan manfaat bagi para pemilik modal. Ini tampak dengan hadirnya kebijakan ACFTA dan diberlakukannya UU Cipta Kerja yang banyak menguntungkan para pemilik modal. Sementara, badai PHK sangat mudah sekali terjadi, menyerang para pekerja di negeri ini.
Dalam sistem kapitalis, negara hanya berperan sebagai regulator. Ketika nasib rakyat akan berakhir tragis, negara tidak mampu memberikan kebijakan untuk menyelamatkan rakyat. Tampak jelas sistem kapitalis tidak memberikan suasana yang kondusif bagi para pengusaha dan para pekerja.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Baik dalam masalah ibadah mahdoh hingga masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup.
Sistem Islam memiliki kekhasan dalam mengatur permasalahan ekonomi. Dalam Islam, negara berfungsi sebagai pengatur dan pengurus rakyat, sehingga negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan sandang, pangan, dan papan bagi rakyat. Sistem Islam memberikan iklim yang kondusif bagi pengusaha maupun pekerja dalam menjalin kerja sama.
Dengan pengaturan sistem ekonomi Islam, negara mampu membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya sehingga tidak didapati pengangguran bagi para pencari nafkah. Negara melarang sumber daya alam dikuasai oleh para pengusaha. Tatkala kekayaan alam dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kepentingan masyarakat, maka negara dapat membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan beragam. Lapangan pekerjaan disediakan untuk kepentingan rakyat.
Selain menyediakan lapangan pekerjaan, negara juga memberikan modal atau pinjaman tanpa bunga kepada para wali atau para pencari nafkah untuk membuka usaha atau mengembangkan usahanya. Di saat menjalankan usaha, masyarakat harus melakukan aktivitas yang riil bukan nonriil. Hal demikian dilakukan agar roda perekonomian di dalam negara berjalan dengan baik.
Agar negara memiliki sumber daya manusia yang ahli dalam berbagai sektor, negara menyediakan pendidikan berkualitas, mulai dari pendidikan formal, seperti sekolah hingga pendidikan perguruan tinggi dengan berbagai jurusan. Hal ini dilakukan agar negara menjadi negara yang mandiri.