
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Dikutip dari detikSumut (11/03/2025), Binjai – Anggota DPRD Kota Binjai, Ronggur Raja Doli Simorangkir, menerima laporan tentang guru SD yang terkena pungutan liar (pungli) di Kota Binjai. Modus yang digunakan dalam pungli tersebut adalah biaya administrasi.
Ronggur mengatakan, berdasarkan laporan yang diterimanya, modus pungli itu adalah biaya administrasi sertifikasi dan tambahan penghasilan guru. Yang melakukan pengutipan adalah Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Dinas Pendidikan Kota Binjai.
“Jumlah punglinya bervariasi, Rp50 ribu untuk administrasi, Rp20 ribu untuk tambahan penghasilan. Tapi, infonya yang kami terima di wilayah Kecamatan Binjai Kota, kutipannya itu Rp150 ribu,” sebut Ronggur Raja Doli Simorangkir.
Saat ia menanyakan terkait pungli itu, Kepala Dinas Pendidikan Binjai, Edi Matondang, membantah adanya instruksi. Namun, berdasarkan informasi yang dia dapat, pungli itu terjadi.
Tindakan pungli seakan sudah menjadi tradisi di negeri ini, baik di kawasan pemerintah setempat, jalan umum, bahkan di pasar-pasar. Mirisnya, tindakan pungli kali ini dibebankan kepada oknum guru. Pastinya, hal ini akan menambah kesengsaraan pada pihak guru. Ini membuktikan lalainya negara dalam menjamin kesejahteraan guru.
Praktik pungutan liar yang termasuk tindakan pidana korupsi dalam sistem politik demokrasi adalah perkara biasa, karena sistem ini adalah sistem yang gagal mencetak seseorang menjadi individu yang bertakwa. Sistem demokrasi merupakan sistem politik ideologi kapitalisme yang hanya mencetak individu rakus akan nilai materi dan hidup hanya sekadar mengejar kebahagiaan dunia. Apalagi, jual beli hukum sudah sering terjadi di negeri ini. Tentu, hal ini tidak akan mampu menumpas kejahatan, termasuk masalah pungli.
Meskipun sistem ini memiliki satuan hukum atau lembaga khusus yang berwenang untuk menumpas oknum yang menyalahgunakan wewenang untuk melakukan tindakan pemerasan, nyatanya keberadaan satuan tersebut tidak menyelesaikan akar persoalan. Dijelaskan juga bahwa Perpres No. 87 Tahun 2016 mengatur tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Pungli). Satuan ini bertugas untuk melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan manfaat personel, satuan kerja, dan sarana prasarana sebagai langkah kebijakan pidana. Namun, aturan tersebut hanya dituangkan dalam bentuk tulisan saja, tanpa ada tindakan nyata.
Sejatinya, di sistem ini, tindakan pungli tidak ditangani dengan baik. Jika mereka tertangkap, yang diberikan hanya penjara yang tidak membuat jera bagi para pelaku pungli. Inilah gambaran sistem politik demokrasi yang sarat dengan penyalahgunaan dan penyelewengan kekuasaan demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
Tindakan pungli di negeri ini akan usai dengan penerapan sistem sahih yang berasal dari Al-Khaliq, Al-Mudabbir, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penerapan sistem Islam akan melahirkan individu yang bertakwa, yang mampu menyokong negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana hukum Islam. Di dalam Islam, pungli dapat dikatakan sebagai tindakan qot’uth thariq, yaitu tindakan merampas harta orang lain dengan cara zalim. Dan Allah akan memberikan peringatan tegas di dalam Al-Qur’an, Surah Ali Imran ayat 42:
“Dan janganlah engkau mengira bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah telah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.”
Islam juga menerapkan budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat, sehingga masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas untuk menerapkan syariat Islam. Negara di dalam Islam juga mempunyai lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat setempat, yaitu badan pengawas atau pemeriksa keuangan. Di dalamnya tidak akan ada jual beli hukum. Seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum-hukum Islam sebagai perundang-undangan negara, dan pastinya tidak ada kompromi berdasarkan kepentingan.
Sebelum penerapan sanksi, Islam telah melakukan jaminan kebutuhan asasiyah bagi setiap warga negaranya. Maka, ketika kesejahteraan sudah di depan mata, mereka akan didisiplinkan dengan seruan sanksi Islam yang sangat tegas. Untuk kasus pungli, akan sama dengan korupsi, yaitu dikenakan sanksi ta’zir, dan hanya pemimpin negara yang berhak dalam penetapannya.
Inilah solusi yang akan diberikan Islam untuk menutup celah bagi pelaku pungli. Maka, bila Islam diterapkan, tindakan kejahatan tidak hanya berkurang, tapi bisa benar-benar hilang.