
Oleh: Finis (Penulis)
Linimasanews.id—Satgas Pangan Polri menyatakan sedang menyelidiki temuan adanya minyak goreng kemasan bermerek Minyakita, yang dijual di pasaran isinya tidak sesuai dengan takaran pada label kemasan. Minyak goreng yang diproduksi oleh tiga produsen berbeda, yaitu PT Artha Eka GlobalnAsia, Koperasi produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara serta PT Tunas Agro Indolestari itu dalam labelnya tercantum 1 liter, tetapi isinya hanya 700-900 mililiter. Ketidaksesuaian ini ditemukan dalam inspeksi yang dilakukan di pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan (Tirto.id, 9/3/2025).
Sementara itu, Polres Bogor juga mengungkap penemuan tempat produksi minyak goreng MinyaKita palsu di Desa Cijujung, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengelola memperoleh minyak goreng curah dari berbagai tempat, kemudian dikemas menyerupai Minyakita (kompas.com, 12/3/2025).
Dampak Kapitalisme
Kebutuhan pangan yang seharusnya dikelola oleh negara kini diserahkan kepada pihak swasta. Negara memberi keleluasaan kepada korporasi untuk memproduksi kebutuhan pokok rakyat. Sayangnya, paradigmanya demi keuntungan yang sebesar-besarnya, bukan lagi pelayanan kepada rakyat secara mudah dan murah. Penguasa yang seharusnya sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya, kini lebih berpihak kepada para oligarki, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada oligarki dalam menguasai rantai produksi pangan rakyat, dari hulu hingga hilir. Sementara, negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator.
Penerapan sistem kapitalis-sekuler menjadikan pelayanan pangan kepada rakyat menjadi ladang bisnis. Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) menjadikan orang tidak takut berbuat dosa, seperti menimbun, mengoplos, bahkan mengurangi takaran.
Untuk menyelesaikan permasalahan inj butuh perubahan sistem yang mendasar, yakni sistem Islam. Sistem Islam layak menggantikan sekularisme kapitalis yang mencengkeram negeri ini. Sebab, Islam mampu memberi solusi komprehensif melalui penerapan syariat secara kafah dalam bingkai khilafah dengan politik ekonomi Islamnya. Politik ekonomi Islam bertujuan memastikan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pangan, papan, dan sandang bagi seluruh rakyat, serta memberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Salah satunya, memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat terjangkau.
Agar tujuan tersebut tercapai, negara (khilafah) wajib memperhatikan sektor produksi dan distribusi pangan bagi seluruh rakyat. Hal ini wajib dilakukan negara karena sistem Islam memosisikan penguasa sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai). Sebagaimana sabda Rasullullah saw., “Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Islam melarang menyerahkan pengaturan hajat hidup rakyat (termasuk pengelolaan pangan) kepada pihak swasta seutuhnya. Islam memandang kepengurusan rakyat sebagai pelayanan, bukan bisnis atau mencari keuntungan.
Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan menjadi tanggung jawab negara dari sektor hulu hingga hilir. Dalam hal minyak goreng, pada sektor produksi, sistem Islam memastikan bahan pokok minyak goreng (kelapa sawit) harus dikelola dengan prinsip berkelanjutan berdasarkan prinsip syariat.
Negara memastikan tidak ada eksploitasi yang merugikan petani kecil atau merusak lingkungan. Negara menyediakan fasilitas dan teknologi pertanian yang tepat guna untuk meningkatkan hasil panen, yang pada akhirnya akan mengurangi ketergantungan pada impor dan menjaga kestabilan pasokan minyak goreng.
Selain menjaga pasokan, negara juga wajib mengawasi distribusi dan menghilangkan segala penyebab distorsi pasar. Negara juga bertanggung jawab memastikan bahwa produk minyak goreng tersebar merata dengan harga yang terjangkau dan tidak ada pengoplosan untuk praktik penimbunan yang merugikan konsumen.
Sistem distribusi dalam prinsip syariah akan memastikan bahwa produk pangan, termasuk minyak goreng sampai ke tangan konsumen dengan harga yang wajar dan kualitas yang terjamin. Negara akan mengatur rantai distribusi, menghindari manipulasi harga oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan memastikan bahwa minyak goreng yang sampai ke konsumen adalah produk yang sah. Negara juga memastikan tidak adanya pengurangan takaran atau oplosan yang merugikan. Qodhi hisbah akan melakukan inspeksi pasar dalam mengatasi penyimpangan. Jika ditemukan kecurangan, negara akan memberikan sanksi tegas, bahkan pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi hingga perdagangan.
Mekanisme itu bisa terwujud karena Islam tegak atas tiga pilar: ketakwaan individu, kontrol sosial masyarakat, dan negara yang menjalankan kebijakan berdasarkan syariat Islam secara kafah. Beginilah sistem Islam mengatur distribusi pangan di tengah rakyat. Dengan itu, kecurangan bisa diminimalisasi dan rakyat tercukupi kebutuhannya dengan produk yang berkualitas.
Sejarah telah mencatat bukti kecermerlangan sistem Islam. Kesejahteraan masyarakat terwujud hingga tidak ada satu pun warga yang berhak menerima zakat, terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Karena itu, hanya dengan kembali pada sistem Islam, negeri ini akan mampu menyelesaikan persoalan kecurangan dan permasalahan lainnya.