
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
Linimasanews.id—Jagat hiburan internasional kembali terguncang oleh kasus kematian seorang aktris asal Korea Selatan bernama Kim Saeron, akibat bunuh diri pada 16 Februari 2025 silam. Kasus ini mencuat kembali lantaran nama aktor Kim Soo Hyun disebut-sebut sebagai dalang utama kematian Kim Saeron.
Kasus tersebut bermula ketika salah satu channel YouTube bernama Garosero Research Institute mengungkapkan fakta tersebut berdasarkan pengakuan pihak keluarga Kim Saeron. Disampaikan bahwa kematian aktris berusia 24 tahun itu akibat depresi karena terimpit masalah dengan Kim Soo Hyun dan agensi Gold Medalist yang menaungi keduanya.
Sebelumnya, Kim Soo Hyun dan Kim Saeron telah berpacaran selama 6 tahun sejak 2015, saat Kim Soo Hyun berusia 15 tahun dan Kim Soo Hyun 27 tahun. Lalu pada 2019, Kim Soo Hyun mendirikan agensi sendiri bernama Gold Medalist. Kim Soo Hyun turut serta tidak memperpanjang kontrak di agensi sebelumnya dan mulai berkarir di agensi baru milik Kim Soo Hyun (kompas.com, 13/3/2025).
Kemudian pada 2022, Kim Saeron terlibat insiden mengemudi dalam keadaan mabuk atau Driving Under the Influence (DUI). Akibatnya, ia mendapatkan hukuman denda sebesar 20 juta Won (224 juta) pada April 2023. Hal inilah yang membuat Kim Saeron mengalami cancel culture dari netizen di negaranya yang mengakibatkan ia kehilangan banyak proyek dan harus membayar ganti rugi. Total keseluruhannya bersama insiden DUI sebesar 685 juta Won atau 700juta.
Para Maret 2024, berdasarkan laporan dispatch, pihak Gold Medalist melayangkan surat pemutusan kontrak sepihak kepada Kim Saeron, juga kewajiban membayar kompensasi sebesar 700 juta Won yang sebelumnya sudah dibayarkan pihak Gold Medalist. Padahal sebelumnya, menurut pengakuan dari pihak keluarga mendiang, Gold Medalist dan Kim Soo Hyun sudah membereskan semua masalah Kim Saeron saat itu dan melunasi ganti rugi tersebut tanpa ada kata-kata meminta penggantian dana.
Singkatnya, Kim Saeron merasa dikhianati lantaran didepak secara sepihak dan diminta kompensasi sebesar itu di saat ia sedang mengalami krisis ekonomi. Berbagai usaha pun dilakukan gadis itu, seperti berusaha menghubungi Kim Soo Hyun untuk meminta bantuan, namun nihil. Termasuk juga, upayanya mengunggah foto intim kebersamaannya dengan Kim Soo Hyun yang sempat membuat geger publik, demi mencari perhatian pria itu agar menghubunginya. Sayangnya, pihak agensi justru memberikan pernyataan bahwa kedua artis itu tidak memiliki hubungan.
Akibat unggahan tersebut, banyak netizen di banyak negara yang mencemooh Kim Saeron, termasuk netizen Indonesia penggemar drama “Queen of Tears” yang dibintangi Kim Soo Hyun dan Kim Ji-won yang meledak pada 2024 lalu, karena perbincangan perjodohan antara 2 aktor utama tersebut sedang panas dibicarakan di seluruh antero negeri pencinta drama Korea. Dari tekanan tersebut, Kim Saeron pun memilih mengakhiri hidup tepat di tanggal ulang tahun Kim Soo Hyun yang ke-37 tahun (cnnindonesia, 12/3/2025).
Mencuatnya kasus ini, membuat publik Korea dan negara-negara lain yang menggemari drama Korea beralih menghujat Kim Soo Hyun dan menyebut pria itu pedofil. Netizen Indonesia juga tak kalah lantang turut mem-bully aktor dengan bayaran termahal di Korea itu di sosial media milik.
Tentu saja hal ini membuat miris di tengah suasana Ramadhan yang dijalani umat muslim di seluruh dunia, utamanya di Indonesia. Pikiran mayoritas kaum muslimin seolah menjadi teralih akibat kasus ini. Lantas, bagaimana menyikapinya?
Sekuler-Liberal
Seperti yang kita ketahui, Korea Selatan merupakan negara penganut sistem sekuler-kapitalisme dari segala lapisan. Ketiadaan agama dalam pengaturan pemerintahan adalah akar dari berbagai masalah yang terjadi, termasuk yang dialami oleh Kim Saeron. Asas sekuler inilah yang menjadikan seseorang bebas melakukan apa pun. Kim Saeron yang sejak dini terjun di dunia keartisan dengan sistem pergaulan yang tak mengenal batasan, tentu hal ini menjadi peluang besar seorang wanita mendapatkan pelecehan seksual maupun upaya-upaya grooming dari lawan jenisnya.
Selain itu, orang-orang dengan ideologi sekuler-kapitalis kerap hanya akan memikirkan untung-rugi dalam melakukan apa pun, termasuk dalam menjalin hubungan. Alhasil, masyarakat Korea tak sedikit yang memilih enggan menikah karena pertimbangan untung-rugi tersebut. Ada anggapan, kalau hanya untuk sekedar pemenuhan kebutuhan seksual, tentu menikah bukanlah sebuah solusi jika dalam berpacaran saja sudah bisa dilakukan.
Lalu, dari sisi ekonomi, kapitalisme juga membuat seseorang bebas melakukan apa saja, asal bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Anak gadis di bawah umur terjun ke dunia hiburan dengan pakaian terbuka adalah bentuk eksploitasi manusia berlabel kebebasan berekspresi. Iming-iming materi dan keuntungan besar menjadikan banyak orang ingin menjadi artis dan rela melakukan ap apun, termasuk mempertontonkan aurat serta kebebasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan tanpa batasan.
Hal ini membuka peluang besar adanya pelecehan seksual, grooming dari lawan jenis, maupun pengaruh kehidupan bebas lainnya. Bukan hanya Kim Saeron, artis papan atas dunia, Angelina Jolie juga pernah mengaku mendapatkan pelecehan seksual saat perilisan film Playing by Heart (1990) (kumparan.com, 22/9/2024).
Melihat contoh di atas dan berbagai kasus serupa lainnya, bisa disimpulkan, inilah yang terjadi di sistem sekuler-kapitalisme. Berakar dari sistem inilah seseorang dengan mudah mendapatkan grooming lalu melakukan kehidupan bebas layaknya suami-istri, yang kemudian dengannya bisa saling menipu satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan lebih dan lebih.
Kehidupan seperti ini jelas sangat tidak ideal dan jauh dari kata bahagia. Bunuh diri yang dilakukan Kim Saeron merupakan bukti bahwa aktris itu mengalami depresi berat. Kasus insiden DUI juga menjadi hal kontradiktif yang patut dikritisi. Karena, di satu sisi, Kim Saeron mendapatkan hujatan dan cancel culture dari masyarakat Korea akibat menyetir dalam keadaan mabuk hingga mengalami kecelakaan, sementara di sisi lain, konsumsi alkohol di negara itu bersifat legal dan bahkan menjadi budaya. Ini jelas menandakan ketidaksinkronan antara sikap reaktif publik terhadap bebasnya peredaran alkohol di masyarakat.
Oleh karenanya, menganggap Kim Soo Hyun sebagai satu-satunya dalang atas meninggalnya Kim saeron adalah hal yang tidak tepat. Ada banyak hal yang menjadi penyebab. Bebasnya pergaulan antar laki-laki dan perempuan, kapitalisasi manusia di dunia hiburan, serta kecaman publik atas sesuatu yang bukanlah sepenuhnya salah pelaku, legalnya miras hingga menjadi budaya menjadi faktor besar seseorang mengalami depresi hingga bunuh diri.
Sikap Seorang Muslim
Di bulan Ramadhan yang mulia, seharusnya umat Islam disibukkan oleh ibadah. Miris bila umat Islam seolah disibukkan dengan urusan yang tidak ada hubungannya dengan ibadah. Adanya kasus ini seharusnya umat Islam mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari sudut pandang Islam.
Di dalam Islam, sudah jelas bahwa Allah Swt. mengharamkan minuman keras. Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 90, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Islam juga melarang zina. Firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 32 berbunyi, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
jika sistem Islam diterapkan, maka kasus semacam ini tidak akan terjadi. Dalam sistem Islam, segala bentuk benda yang dapat merusak akal, entah minuman keras, narkoba, atau film-film dewasa akan disingkirkan oleh negara. Dengan itu, negara tidak hanya melindungi umat dari kasus pelecehan seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang berada di bawah pengaruh alkohol, tetapi juga melindungi umat dari dampak-dampak lain, seperti kecelakaan lalulintas, kekerasan/tawuran, dan kejahatan-kejahatan lain.
Dari segi pergaulan, negara yang menerapkan sistem Islam akan menjaga betul pergaulan masyarakat. Laki-laki tidak boleh dengan mudah bercampur baur dengan perempuan. Sehingga, kasus pedofil, pelecehan seksual, sampai depresi dan bunuh diri akibat putus cinta bisa dengan mudah ditekan.
Dalam sistem sekuler kapitalis, perilaku-perilaku menyimpang, kemaksiatan dan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berusia di bawah 18 tahun mendapatkan hukuman ringan atau bahkan dibebaskan dari hukuman, meskipun mereka telah melakukan perbuatan keji. Padahal, akal mereka telah berfungsi untuk membedakan mana benar dan salah. Akibat dari pengkategorian yang tidak tepat, orang-orang dalam rentang usia tersebut menganggap bebas hukum dan bebas melakukan apa pun, termasuk tindak kejahatan.
Melihat kasus Kim Saeron dan Kim Soo Hyun ini, satu-satunya cara untuk mengatasi rasa cinta yang secara fitrah dimiliki manusia adalah dengan menikah, bukan pacaran. Karena jelas Islam melarang pacaran.
Kesimpulan
Selayaknya umat Islam tidak tenggelam dalam kehebohan kasus ini, lebih-lebih hal ini terjadi di bulan suci Ramadan yang seharusnya kaum muslimin memperbanyak ibadah untuk menambah amal pahala, serta memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Namun, bukan berarti dibiarkan cuek dan apatis terhadap permasalahan di sekitar. Dengan kasus ini, umat Islam seyogianya bisa kembali berfikir bahwa akar permasalahan semua kerusakan hari ini adalah sistem sekuler-kapitalis.
Umat harus mampu melihat dan berpikir lebih jernih, sehingga mampu berkesimpulan bahwa hanya Islamlah solusi dari segala permasalahan yang ada saat ini. Sehingga, menumbuhkan kesadaran untuk memperjuangkan penegakan syariat Islam. Dengan itu, agar tercipta kedamaian, kebahagiaan hakiki, serta kebangkitan umat menuju generasi cemerlang.