
Oleh. Ika Kusuma
Linimasanews.id—Kementerian Agama menggelar 350 ribu khataman Al-Qur’an pada peringatan Nuzulul Qur’an, 16 Ramadan 1446 Hijriah yang lalu. Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan (Sulsel) ikut serta dalam peringatan Nuzulul Qur’an ini. Program bertajuk Indonesia Khataman Al-Qur’an di Sulsel dipusatkan di Aula Kantor Wilayah Kemenag Sulsel Makassar. Program ini diharapkan mampu menguatkan semangat keislaman dan kebangsaan, serta mengajak umat Islam untuk mencintai, memahami, dan meneladani Al-Qur’an (metrotvnews.com, 16/3/2025). Hal serupa juga dilaksanakan di Bogor, Bandung, dan berbagai daerah lainnya.
Sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, bulan suci Ramadan selalu disambut dengan semarak di Indonesia. Sebagian besar umat tentu merasakan suasana penuh semangat untuk beribadah yang lebih dari hari-hari sebelumnya. Sayangnya, semangat beribadah yang berkobar di bulan Ramadan ikut meredup seiring berlalunya bulan suci ini.
Demikian pula dengan Al-Qur’an, meskipun peringatan Nuzulul Qur’an dirayakan setiap tahun, namun kenyataan dalam kesehariannya, umat sering mengabaikan Al-Qur’an. Maka, tak heran, meskipun perayaan keagamaan selalu digelar dengan meriah, nilai-nilainya tidak bisa tersampaikan pada umat.
Umat saat ini banyak yang belum memahami bahwa beragama Islam tidak sekadar membaca Al-Qur’an, puasa, dan salat. Sebab, bagi umat Islam, Al-Qur’an sejatinya bukan sekadar bacaan, tetapi pedoman hidup dan sumber hukum yang mengatur setiap sendi kehidupan.
Mirisnya, kenyataan saat ini, agama hanya dicukupkan sebatas ibadah ritual semata. Syariat Islam tidak lagi digunakan untuk mengatur kehidupan. Saat ini manusia lebih tergiur menerapkan sistem buatan manusia yang tentu saja bayak kelemahan.
Padahal, Al-Qur’an telah sempurna mengatur kehidupan, mulai individu, masyarakat, hingga negara. Perihal cara berinteraksi dengan sesama, urusan ekonomi, perdagangan, hingga politik, semua diatur dengan begitu rinci dan sempurna dalam syariat Islam. Al-Qur’an mampu menjawab semua problematika umat.
Al-Qur’an tak cukup hanya dibaca dan dihapal, namun nilai-nilainya juga wajib diimplementasikan dalam setiap sendi kehidupan manusia. Dalam hal ekonomi, misalnya, Al-Qur’an dengan jelas melarang praktik riba. Ini tercantum dalam surat An-Nisa ayat 160-261, Al-Baqarah ayat 275, Ar-Rum ayat 3, Ali-Imran ayat 130-131, serta Al-Baqarah ayat 279.
Dalam Islam, riba termasuk dosa besar dan diharamkan oleh Allah Swt. Saking haramnya riba, dosanya bahkan diibaratkan seperti berzina dengan ibu sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari Ibnu Mas’ud, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Riba itu ada 73 pintu. Pintu riba yang paling ringan, seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibunya.” (HR Hakim)
Namun, saat ini umat hidup dalam sistem ribawi. Riba sudah menjadi keniscayaan yang tak dapat dihindari. Alih-alih berpegang teguh pada hukum Allah Swt., umat lebih memilih menerapkan sistem buatan manusia.
Pemahaman umat tentang syariat Islam juga makin terbatas. Terhitung sejak runtuhnya Kekhilafahan Islam, tidak ada institusi negara yang menerapkan syariat Islam. Kemudian, diterapkan sistem kapitalisme-sekularisme. Alhasil, pemahaman umat akan syariat makin dikaburkan, bahkan hilang secara perlahan. Sampai-sampai, tidak sedikit umat yang tidak paham bahwa khilafah adalah ajaran Islam. Tidak sedikit umat Islam tidak paham bahwa syariat Islam ada untuk mengatur kehidupan.
Sistem kapitalisme sekularisme telah merasuk dan mendarah daging dalam diri umat. Bahkan, ketika ada sebagian umat yang menyerukan untuk kembali menegakkan syariat dan hukum Allah, dengan sadis mereka memberi cap radikal dan layak dicekal.
Oleh karena itu, dalam momen Ramadan dan Nuzulul Qur’an saat ini, sudah waktunya kita bergerak menyadarkan umat bahwa Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, melainkan juga harus diterapkan. Umat harus menyadari kewajiban berpegang teguh pada Al-Qur’an secara keseluruhan dan memperjuangkannya untuk kembali menjadi pedoman dalam setiap aspek kehidupan.
Maka dari itu, dibutuhkan dakwah ideologis untuk membangun kesadaran umat akan kewajiban menerapkan Al-Qur’an secara nyata, bukan hanya secara individu, namun juga masyarakat dan negara. Saatnya Al-Qur’an kembali mengubah dunia menjadi lebih baik, sebagaimana peradaban Islam pada masa Rasulullah dan para khalifah yang mampu mengantarkan Islam sebagai mercusuar peradaban dunia selama 13 abad.