
Oleh: Ita Ummu Maiaa
Linimasanews.id—Kota Bogor selain dikenal sebagai kota hujan dan kota seribu angkot, saat ini bisa dikatakan kota pengamen. Maraknya para pengamen bahkan sampai ke angkutan kota (angkot). Hal demikian tentu menganggu penumpang, apalagi kapasitas angkot relatif sedikit dan sempit. Angkot sebagai transportasi umum yang masih diminati rakyat mestinya memberikan pelayanan yang baik bagi para peminatnya.
Kota yang tertib tentu menjadi harapan setiap warga negara. Namun, ketertiban kota tidak akan sepenuhnya terwujud jika kesejahteraan masyarakat belum merata. Pemerintah Kota Bogor berencana menertibkan para pengamen yang kerap menyanyi di jalan dan kendaraan umum. Para pengamen tersebut bakal dipindahkan untuk tampil pada spot-spot khusus di taman kota (Radar Bogor, 28/03/2025).
Upaya pemerintah kota patut diapresiasi, setidaknya memberikan kebaikan bagi para pengamen untuk tetap mengekspresikan jiwa seni mereka. Namun perlu di telusuri, apakah para pengamen tersebut semata karena mengekspresikan jiwa seni atau untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari? Para pengamen sebagian besar adalah para pejuang rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Biasanya mereka sampaikan demikian kepada penumpang, pengguna jalan, dan sebagainya ketika akan memulai menyanyi, juga fakta lain yang bisa kita saksikan bagaimana kehidupan para pengamen.
Menertibkan Pengamen
Melokalisasi tempat mengamen saja belum cukup karena ketika di spot yang telah ditetapkan, ternyata malah mengurangi pendapatan mereka dibanding ketika di jalan-jalan, bis, angkot, dan sebagainya sehingga mereka akan kembali lagi. Permasalahan pengamen bukan sekadar mengekspresikan jiwa seni, tetapi lebih kepada untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi di antara mereka ada yg tuna wisma.
Dalam kehidupan sekuler kapitalistik saat ini, adanya kesenjangan ekonomi merupakan keniscayaan. Ketika segala sesuatu diukur dengan materi, maka orang-orang akan menempuh berbagai cara untuk mendapatkan materi sekalipun dengan merugikan orang lain. Kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan tidak akan melibatkan pengaturan Sang Pencipta dalam interaksinya dengan sesama manusia. Hanya urusan pribadi yang tidak dimanifestasikan ketika interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahan pengamen bukan sekadar masalah mengganggu ketertiban kota, tetapi merupakan masalah sistemis. Sistem ekonomi kapitalisme memiliki pilar kebebasan kepemilikan harta sehingga orang-orang yang mempunyai modal besar bisa memiliki apa pun bahkan kepemilikan yang bersifat umum seperti jalan, gunung, laut, dan sebagainya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak mempunyai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja kesulitan.
Solusi Tuntas
Permasalahan pengamen tidak akan selesai jika solusi yang diberikan hanya parsial. Keberadaan pengamen merupakan buah dari sistem sekuler kapitalistik yang diterapkan di negeri ini. Penerapan sistem di sebuah negeri akan memberikan pengaruh yang besar kepada pengaturan rakyatnya dalam hal ekonomi, pendidikan, pergaulan, dan sebagainya. Karena akan saling terkait satu sama lain dalam menyelesaikan berbagai permasalahan.
Wajah cantik sebuah kota tentu akan terlihat dari bagaimana ketertiban kotanya. Keberadaan pengamen menjadikan wajah kota menjadi tidak cantik dan mengganggu kenyamanan publik. Pengamen juga bagian dari warga negara memiliki hak hidup yang layak. Penyelesaian yang diberikan dari para penguasa negeri ini mestinya dari akar masalahnya tadi yaitu sistem.
Sistem ekonomi Islam mengatur kepemilikan menjadi tiga yaitu kepemilikan negara, umum, dan individu. Pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, memberikan kemudahan bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan individunya menjadi tanggung jawab negara. Jika negara telah melaksanakan kewajiban sepertinya akan lebih mudah untuk melakukan penertiban. Kemudahan rakyat dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan, memberikan edukasi kepada rakyat akan memacunya untuk memberikan kontribusi terbaik pada negaranya. Wallahualam.