
Oleh: Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)
Linimasanews.id—Waktu bergulir mengantarkan kaum muslim pada momen Idulfitri. Di nusantara, semarak perayaan Idulfitri tetap membahana meski ada perbedaan waktu pelaksanaannya. Sejatinya, hal ini menunjukkan betapa kaum muslim tak sedang berpegang pada landasan yang sama dalam penetapan awal dan akhir puasa.
Lebih dari itu, Idulfitri yang bertabur rona bahagia karena identik dengan baju baru, kue lebaran, dan berkunjung ke sanak saudara, justru kelabu bagi kaum muslim di bumi anbiya, tempat isra Rasulullah saw., Baitul Maqdis. Di Ghaza, Rafah, dan hampir seluruh wilayah Palestina dicekam oleh penjajahan Zionis Yahudi, mereka dibantai dan di genosida. Jangankan baju baru, kain kafan saja sepertinya sudah tidak ada.
Alarm penderitaan kaum muslim di Palestina terus berdentang memekakkan hati nurani. Serangan bar-bar Zionis Yahudi terus menyapa rakyat sipil, tak melihat usia, jenis kelamin, ataupun profesi. Momen Idulfitri masih berhias duka. Arogansi Zionis Yahudi kian nyata dengan membombardir rakyat sipil tanpa jeda dan berambisi untuk melenyapkan kaum muslim di sana.
Nestapa Muslim Palestina Nestapa Muslim Sedunia
Duka dan nestapa seakan enggan berlalu dari Palestina. Pembantaian begitu menyayat hati. Dari hari ke hari, kekejaman dan arogansi Zionis Yahudi kian menjadi bahkan di saat momen Idulfitri. Sebagaimana diberitakan tempo.co pada 30/03/2025, militer Zionis menyerang kamp pengungsi Khan Younis di Gaza Selatan dan kamp pengungsi Jabalia di Gaza Utara secara serentak. Sedikitnya ada sembilan warga Palestina di Gaza meregang nyawa, bahkan lima di antaranya masih anak-anak. Serangan ini bertepatan dengan hari raya kaum muslim sedunia, Idulfitri, yaitu Ahad (30 Maret 2025).
Militer Zionis mengirimkan rudal atau bomnya saat kaum muslim di Gaza tengah menggelar salat Idulfitri. Adapun lebih dari 900 warga Palestina di Gaza wafat akibat serangan brutal sejak melanggar gencatan senjata dengan Hamas dalam 11 hari terakhir Ramadan lalu. Tak kalah memprihatinkan, kamp pengungsi Wihdat di Yordania telah dihuni kurang lebih 900.000 pengungsi rakyat Palestina, sebagaimana dilansir dari laman metrotvnews.com (30/03/2025). Kamp tersebut memiliki luas wilayah hanya 4 km persegi.
Kawasan pengungsian negeri tetangga Palestina ini dibangun pertama kali sekitar tahun 1965 saat perang Arab-Israel. Sejauh ini, terdapat 48.000 pengungsi baru sejak konflik memanas pada Oktober 2023. Mereka memilih bertahan di tempat pengungsian yang tak layak tersebut lantaran sudah tidak memiliki tempat tinggal di Nuseirat, Gaza, Palestina.
Nestapa Palestina belum jua sirna. Tak sejengkal tanah pun yang luput dari ambisi dan arogansi Zionis Yahudi. Puing-puing reruntuhan berserakan menjadi saksi bisu kebiadaban tentara Zionis laknatullah. Kebiadaban dan kekejaman Zionis tentu bukan tapa strategi dan visi yang pasti di Palestina. Tanah kaum muslim yang diberkahi itu diincar dan hendak dihuni dengan penjajahan versi ideologi kapitalisme. Harus diketahui bersama bahwa nestapa di Palestina adalah nestapa kaum muslim sedunia.
Kapitalisme Mendukung Penjajahan di Palestina
Idulfitri yang semestinya menjadi hari kemenangan tiap muslim pasca-Ramadan dan diisi dengan suka cita, serangan rudal justru melesak dan membantai tiap sudut Gaza. Tak ada kemenangan yang diharapkan, penderitaan dan nyawa meregang yang didapatkan. Jangankan kemenangan, ketenangan di Palestina masih bersembunyi entah di mana. Sementara penguasa di negeri-negeri muslim banyak yang enggan mengirimkan tentara untuk membebaskan Palestina. Mereka hanya sebatas mengecam dan mengancam.
Kondisi buruk ini tentu bukan tanpa sebab. Kondisi ini juga bukan sebatas qadha buruk untuk rakyat di negeri muslim Palestina. Kondisi ini terjadi saat kaum muslim tercerai berai dalam sekat-sekat negara. Parahnya, negeri-negeri muslim dengan nasionalismenya merasa tak perlu turun tangan secara langsung untuk membela kaum muslim, saudara seakidah di Palestina.
Penjajahan di negeri muslim, Yerusalem, berlangsung lama, yakni sejak tahun 1948. Memanasnya pembantaian saat ini hanyalah keberlanjutan arogansi dan ambisi pemusnahan kaum muslim dari tanahnya sendiri. Zionis Yahudi menjajah Palestina atas restu adidaya. Sebagaimana diketahui, AS adalah subjek ideologi kapitalisme. Amerika hendak menancapkan hegemoninya di Timur Tengah dengan menduduki jantungnya, yakni Yerusalem. Zionis Yahudi adalah alat politiknya.
AS tak akan tinggal diam sampai berhasil menguasai Timur Tengah seutuhnya. Dengan kapitalisme, AS terus memberikan lampu hijau atas penjajahan Zionis Yahudi atas Palestina. Penyebaran ideologi kapitalisme memang dengan cara penjajahan, baik fisik ataupun intervensi kebijakan dengan perantara lembaga internasional yang dibesut negara-negara Barat.
Kapitalisme memang menjadi biang keladi pembantaian di negeri-negeri muslim tanpa belas kasihan. Solusi yang ditawarkan lembaga internasional hanya menjadi gincu yang tak akan pernah menuntaskan penjajahan itu sendiri. Buktinya, kasus penjajahan di Palestina berlarut-larut. Meski ada gencatan senjata, nyatanya pelanggar sejati adalah pihak penjajah yang mengusung ideologi kapitalisme. Sementara solusi dua negara juga tidak akan memberikan kemenangan pada muslim di Palestina dan muslim mana pun di dunia ini.
Idulfitri dan Kemenangan Hakiki
Kondisi ini tak boleh dibiarkan begitu saja. Kaum muslim harus buka mata dan telinga dengan kejelian yang dibimbing keimanan. Kaum muslim harus menyadari bahwa sesama muslim bersaudara, bila ada seorang muslim yang ditimpa musibah, hendaklah muslim lainnya menolong. Muslim di Palestina lebih dari sekadar layak untuk ditolong, terutama oleh penguasa muslim.
Kaum muslim wajib memahami bahwa akar permasalahan adalah sistem kapitalisme yang diterapkan dalam aspek kehidupan. Hal ini membuat Islam rahmatan lil alamin tak jua terwujud. Bagaimana tidak, umat Islam berharap Islam menjadi rahmat, sementara syariat Islam diabaikan.
Benang kusut permasalahan akibat sistem kapitalisme harus segera dibakar dan diganti dengan sistem yang benar dan baik. Sistem yang benar tentu saja harus berasal dari Zat Yang Maha Benar. Pun dengan sistem yang baik pasti berasal dari Zat Yang Maha Baik. Sistem yang baik dan benar adalah syariat Islam yang bersumber dari wahyu Allah Swt. Syariat Islam tentu akan membawa rahmat bagi semesta alam.
Kondisi tersebut sudah pernah terbukti dalam ukiran tinta sejarah saat peradaban dunia dipimpin oleh peradaban Islam. Tinta emas sejarah tak akan pernah terhapuskan meski kaum kafir hendak menguburnya. Islam pernah berjaya kurang lebih 14 abad lamanya.
Kesejahteraan, keadilan, keamanan, dan persatuan umat terpampang nyata tatkala syariat Islam memimpin dunia. Kemenangan hakiki dirasakan oleh seluruh penduduk negeri. Manusia akan terbebas dari penjajahan mana pun ketika Islam diterapkan. Sebab, saat ada kezaliman dan penjajahan atas individu rakyat saja, maka penguasa muslim tak segan untuk mengirimkan tentaranya.
Dahulu, Yerusalem ada di tangan kaum kafir. Saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, beliau menerima kunci Baitul Maqdis. Sejak itu, Yerusalem (Palestina) menjadi tanah Kharajiah, tanah kaum muslim. Di satu masa, Yerussalem dikuasai kaum kafir, maka dengan sekuat tenaga khalifah berupaya membebaskannya. Hal itu terealisasi saat Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi pemimpin pasukan muslim pada Perang Salib/Perang Hittin.
Tak ada seorang khalifah pun dalam Khilafah Islam yang ridha Yerusalem dikuasai orang kafir. Kemenangan hakiki seorang manusia dirasakan sepanjang Islam diterapkan. Bukan hanya dalam momen Idulfitri keamanan dan kesejahteraan dijaga, khalifah akan menjadi pelayan dan penjaga umat sepanjang hayat dikandung badan. Sebab, khalifah tahu betul bahwa ia kelak akan bertanggung jawab kepada Allah di akhirat. Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaq ‘Alaih)
Dengan demikian, saatnya kaum muslim bersatu untuk berjuang mengembalikan peradaban Islam di muka bumi. Persatuan umat dalam satu kepemimpinan Islam akan menuntaskan segala permasalahan umat, termasuk penjajahan di Palestina. Kemenangan hakiki harus diupayakan dengan mewujudkan kembali kehidupan Islam dalam institusi negara sebagaimana Khilafah pada masa Khulafaur Rasyidin. Dengan adanya negara, maka penguasa muslim akan mengirimkan tentaranya untuk membebaskan Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya dari penjajahan kaum kafir. Wallahualam bisawab.