
Linimasanews.id—Indonesia sedang menghadapi persoalan yang sangat erat hubungannya dengan penerapan sistem demokrasi. Sebagai pendahuluan, demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin dan kebijakan melalui pemilihan umum yang bebas dan adil. Prinsip-prinsip utama demokrasi meliputi kebebasan berpendapat, kesetaraan di depan hukum, dan perlindungan hak asasi manusia. Itu penjelasan singkatnya. Sekarang mari kita perhatikan salah satu persoalan yang saat ini sedang ramai dibahas oleh masyarakat : Surat tanda tamat belajar.
Hakikat surat tanda tamat belajar dari segi intelektual adalah sebagai bukti formal bahwa seseorang telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan dan telah mencapai tingkat pengetahuan, keterampilan, serta pemahaman tertentu sesuai dengan prinsip keilmuan yang ditetapkan. Surat tanda tamat belajar mencerminkan bahwa pemiliknya telah melalui proses pembelajaran yang sistematis dan telah menguasai kompetensi dasar yang diperlukan dalam bidang studi tertentu dan juga menandakan bahwa individu tersebut telah mengembangkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif melalui proses pendidikan. Ini menunjukkan bahwa seseorang telah siap untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Dengan demikian, surat tanda tamat belajar tidak hanya sekadar dokumen administratif, tetapi juga simbol pencapaian intelektual dan kesiapan untuk berkontribusi dalam masyarakat.
Saat ini, ramai sebagian masyarakat mempersoalkan keaslian dari surat tanda tamat belajar seseorang yang merupakan bekas pemangku jabatan presiden. Menurut hukum, bekas pemangku jabatan presiden memiliki status dan hak-hak tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang kedudukannya sebagai warga negara Indonesia, tidak bisa disamakan dengan masyarakat pada umumnya meskipun yang bersangkutan sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden, alasanannya adalah karena seorang bekas pemangku jabatan presiden adalah orang yang dihormati dan dilindungi oleh negara. Mereka dianggap sebagai tokoh yang telah berjasa bagi bangsa dan negara, sehingga diberikan perlindungan keamanan dan fasilitas tertentu. Di negara Indonesia, seseorang yang merupakan bekas pemangku jabatan presiden diberlakukan aturan khusus dimana bekas pemangku jabatan presiden itu, berhak menerima tunjangan pensiun dan fasilitas tertentu, seperti rumah dinas, kendaraan, dan layanan kesehatan sebagaimana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden. Secara umum, bekas pemangku jabatan presiden di Indonesia diakui sebagai pribadi yang telah memberikan kontribusi besar bagi negara dan diberikan penghormatan serta hak-hak tertentu, sehingga sekalipun tidak lagi menjabat sebagai presiden, bukan berarti menjadi warga negara biasa.
Dalam kasus tentang sebagian masyarakat yang meminta kepada seorang bekas pemangku jabatan presiden agar menunjukkan surat tanda tamat belajarnya, beredar berbagai macam alasan, narasi, opini maupun pendapat yang bermacam-macam, namun yang jelas karena persoalan tersebut, muncul situasi kegaduhan dan masyarakat menjadi terpolarisasi. Tentu harus ada kajian yang komprehensif mengenai hal ini yang tidak terseret dalam polarisasi tersebut. Kajian demokrastis adalah salah satu diantara kajian yang memiliki nilai kaji yang menarik.
Sebagaimana uraian di awal bahwa unsur utama dalam demokrasi adalah : kekuasaan berada di tangan rakyat dan kalimat ini memiliki beberapa definisi yang konsisten. Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam sistem demokrasi Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, rakyat adalah orang yang secara hukum terikat dengan negara melalui kewarganegaraan. Secara konsisten pada pokoknya rakyat adalah warga negara yang berdaulat dengan hak konstitusional dan hukum yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dan politik adalah mekanisme pelaksanaan kedaulatan rakyat yang artinya, politik adalah sebagian dari proses demokratis.
Rumusan masalah adalah titik awal untuk memahami dan menyelesaikan suatu masalah secara sistematis dan berdasarkan uraian tersebut diatas, secara spesifik muncul persoalan yang harus dikaji berdasarkan kegaduhan yang ada mengenai surat tanda tamat belajar. Ada beberapa pertanyaan yang penting untuk dibahas sebagai pokok kajian; apa alasan sebagian masyarakat meminta seorang bekas pemangku jabatan presiden untuk menunjukkan surat tanda tamat belajarnya? Apakah seorang bekas pemangku jabatan presiden itu harus menunjukkan surat tanda tamat belajarnya? Apa konsekuensi dari tidak ditunjukkan atau ditunjukkannya surat tanda tamat belajar? Bagaimana hukum Indonesia secara umum menilai dan mengatur peristiwa semacam ini?
Secara garis besar, hukum di Indonesia memiliki beberapa instrumen untuk mengakomodir persoalan tersebut diatas yakni melalui sistem peradilan (justice system) secara umum baik itu melalui sistem peradilan berbasis keperdataan maupun pidana apabila mengandung tindak pidana atau kerugian pada seseorang secara keperdataan. Selain itu, ada instrumen intelektual dimana surat tanda tamat belajar justru menunjukkan reputasi dan kehormatan orang secara akademik kecuali terdapat kontroversi di dalamnya. Demikian pula melalui instrumen politik, surat tanda tamat belajar secara umum erat kaitannya dengan kredibilitas, akuntabilitas dan integritas seorang pejabat yang apabila jika tidak memiliki masalah namun disembunyikan tentu menimbulkan kesan tidak transparan dan memicu spekulasi negatif.
Maka berdasarkan uraian tersebut diatas, sekurang-kurangnya tiga instrumen, yakni hukum, intelektual dan politik, adalah hal yang memiliki nilai kaji yang erat hubungannya dengan bagaimana selama ini sistem demokrasi bekerja. Ketika kekuasaan dan kedaulatan berada di tangan rakyat, maka penyelesaian persoalan semacam ini sangat ditentukan oleh kualitas intelektualitas rakyat pada negara itu yang berarti pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui politik sebagai proses demokratis dan hukum positif yang berlaku dan dibuat melalui proses politik juga sangat menentukan bagaimana menghadapi persoalan semacam ini. Dengan demikian sistem demokrasi sedari awal sudah memiliki celah kerentanan dalam pemberlakuannya sebagai sistem pemerintahan karena banyak instrumen di dalamnya yang sangat ketergantungan pada sistem lain yang antara satu sistem dengan sistem lainnya dibangun, dikendalikan dan dikuasai oleh manusia yang merupakan entitas dengan keterbatasan ekologis, biologis, fisiologis yang juga senantiasa mengalami krisis eksistensial sekaligus.
Apapun pilihan penyelesaian masalah yang ada saat ini, yang pasti akan menimbulkan konsekuensi berantai karena substansi masalahnya bukan murni persoalan kasus hukum yang secara kaku, surat tanda tamat belajar dimaknai sebagai dokumen/data pribadi sebab mengandung keterangan intelektual di dalamnya yang mengandung kredibilitas, akuntabilitas dan integritas seorang pejabat dan soal ditunjukkan atau tidak ditunjukkannya merupakan peristiwa politik sehubungan dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Yang menjadi pertanyaan besarnya, di sistem demokrasi ini, sejatinya siapa yang disebut dengan rakyat jika dalam pelaksanaannya, rakyat justru terpolarisasi dengan instrumen hukum yang merupakan produk politik manusia, terpolarisasi karena intelektualitas yang penuh kesenjangan antara yang terdidik dan tidak terdidik dikarenakan keduanya memiliki suara yang sama dan terpolarisasi karena instrumen politik campuran karena secara keseluruhan, politik Indonesia memiliki praktik Kapitalisme dan Imperialisme yang mempengaruhi ekonomi meskipun berusaha dijaga melalui regulasi dan kebijakan protektif, mempraktikkan sekulerisme meskipun agama juga memainkan peran dalam politik dan masyarakat dan mempraktikkan Liberalisme dalam sistem demokrasi meskipun berusaha dibatasi oleh nilai-nilai dan budaya Indonesia.
Lantas apakah sistem demokrasi adalah sistem terbaik untuk menghadapi tekanan global yang semakin kompleks? Pertanyaan ini akan sedikit demi sedikit terjawab seiring dengan pola penyikapan permasalahan di Indonesia dan kondisi yang terjadi pasca penyikapannya. Akan terjawab seiring dengan semakin banyak dan maraknya hal baik terjadi di Indonesia atau justru semakin banyak hal buruk yang terjadi.
Catatan Redaksi: Artikel ini merupakan analisis independen dan tidak mewakili pandangan institusi tertentu.
Cinta segitiga antara hukum, politik dan dunia akademis. Untuk ukuran orang sekelas negarawan, saya kira tidak ada ruginya sekedar menunjukkan bukti pernah mengenyam pendidikan.