
Oleh: Nur Afni (Pemerhati Sospol, Deli Serdang)
Linimasanews.id—Moment Ramadan dan Idulfitri 2025 biasanya menjadi waktu panen bagi para pedagang, namun tahun ini justru menyisakan kekecewaan. Para pedagang di pasar Tanah Abang mengaku mengalami penurunan omset yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Salah satu pedagang menyampaikan bahwa meski jumlah pengunjung cukup ramai selama puasa sampai lebaran, namun daya beli masyarakat mengalami penurunan drastis. Menurutnya, penurunannya sekitar 30-35 persen (10/4).
Namun di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Februari 2025 total utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang biasa dikenal dengan istilah Paylater di sektor perbankan menyentuh angka 21,98 triliun. Meski angka ini sedikit menurun dari jumlah angka di bulan Januari 2025 yang mencapai 22,57 triliun, namun secara tahunan justru terlihat kenaikan yang cukup signifikan yakni sebesar 36,60 persen. Banyak faktor yang menyebabkan daya beli masyarakat di berbagai daerah menurun, bukan hanya di DKI Jakarta namun di berbagai daerah di Indonesia. Faktor penyebabnya adalah maraknya PHK massal, disertai dengan sulitnya mencari lapangan pekerjaan, meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok, kriminalitas yang semakin merajalela, pungutan pajak yang semakin mencekik rakyat dan sebagainya.
Impitan ekonomi makin membuat masyarakat harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan hidup, apalagi menjelang Idulfitri. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang berutang dengan memanfaatkan kemudahan berbelanja, yakni paylater (belanja sekarang dan bayarnya nanti) demi memenuhi kebutuhan dan gaya hidup. Apalagi belanja saat ini dapat dilakukan secara online, sehingga paylater dianggap sangat memudahkan masyarakat. Perilaku konsumerisme yang mementingkan gaya hidup dianggap sebagai tolok ukur mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan instan yang mengikuti tren yang sedang populer.
Inilah bentuk perilaku masyarakat dalam penerapan sistem kapitalisme sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Sistem ini mewujudkan kebebasan (liberalisasi) bagi masyarakat, salah satunya adalah kebebasan berbuat dan bertingkah laku, tanpa memedulikan standar halal dan haram. Tolok ukur masyarakat yang mengemban sistem sekularisme kapitalisme hanyalah manfaat, materi, dan kesenangan duniawi semata.
Mirisnya, paylater yang dianggap masyarakat memberikan kemudahan dalam berbelanja, sejatinya merupakan keharaman dalam pandangan Islam. Sebab, paylater metode berbelanja yang berbasis ribawi, ada tambahan atau bunga dalam transaksi tersebut. Paylater bukan memberikan kemudahan, justru menambah beban masalah dan menambah dosa yang makin menjauhkan masyarakat dari keberkahan. Padahal Allah Swt telah menegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 275, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Sudah saatnya umat menyadari bahwa hanya dengan penerapan Islam kaffah yang mampu mengubah perilaku dan cara berpikir masyarakat sehingga mampu membedakan mana kebutuhan hidup dan gaya hidup. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu sampai berutang apalagi dengan menghalalkan riba hanya untuk memenuhi gaya hidup. Penerapan Islam kaffah akan menjamin kesejahteraan masyarakat.
Sistem ekonomi Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan individu. Negara akan membuka lapangan pekerjaan bagi para laki-laki khususnya kepala keluarga, sehingga seorang ayah mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pungutan pajak hanya diberlakukan jika ada kebutuhan mendesak untuk menutupi kekurangan kas negara (Baitul Mal) seperti karena bencana alam, peperangan, dsb. Itu pun hanya dikenakan kepada mereka yang memiliki surplus kekayaan setelah kebutuhan dasar mereka terpenuhi.
Segala bentuk praktik ribawi akan dihapuskan oleh negara yang mengemban Islam. Kepala negara (khalifah) akan menjalankan kewajibannya sebagai junnah (pelindung) dan ra’in (pengurus) bagi rakyatnya. Khalifah yang akan menjaga agar rakyatnya menjauhi keharaman. Sudah saatnya umat bangkit dan bersatu untuk menegakkan kembali sistem Islam di muka bumi dalam bingkai Khilafah Islamiyyah.