
Suara Pembaca
Penurunan daya beli tengah melanda masyarakat di berbagai wilayah Indonesia, termasuk DKI Jakarta. Fenomena ini tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh berbagai faktor seperti meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK), kenaikan harga kebutuhan pokok, serta meningkatnya beban utang. Selain itu, kondisi perekonomian global yang sedang lesu turut memperparah situasi.
Di tengah tekanan ekonomi, banyak masyarakat terpaksa mencari berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satunya dengan memanfaatkan layanan “paylater” atau beli sekarang bayar nanti. Kemudahan berbelanja secara daring membuat metode ini semakin digemari. Namun di balik kemudahan tersebut, paylater justru memperkuat arus budaya konsumtif yang tumbuh subur dalam sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, kebahagiaan seringkali diukur berdasarkan capaian materi.
Ironisnya, sistem paylater yang kini marak digunakan umumnya mengandung unsur riba, yang jelas diharamkan dalam ajaran Islam. Alih-alih membantu masyarakat keluar dari kesulitan ekonomi, skema ini malah dapat menambah beban finansial. Paylater ribawi juga mengakibatkan dosa yang menjauhkan keberkahan dalam kehidupan.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang kaffah. Dalam Islam, budaya konsumtif tidak akan mendapat ruang karena setiap individu ditanamkan rasa tanggung jawab di hadapan Allah Swt. Standar kebahagiaan dalam Islam bukanlah materi, melainkan keridaan Allah yang menjadi tujuan hidup.
Negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, seperti sistem pemerintahan, Khilafah, akan menjamin kesejahteraan rakyat hingga ke level individu. Sistem ekonomi Islam dirancang untuk menyejahterakan masyarakat dengan menghapus segala bentuk praktik ribawi dan menjaga agar umat tetap berada dalam koridor halal. Dengan penerapan Islam yang menyeluruh, kesejahteraan yang hakiki akan tercapai, bukan hanya dalam aspek duniawi, tetapi juga spiritual.
Dian Mayasari, S.T.