
Oleh: Ika Kusuma
Linimasanews.id—Krisis kemanusiaan di Palestina terus berlangsung hingga saat ini. Tercatat lebih dari 60 ribu warga Palestina meninggal, ratusan rumah dan fasilitas umum hancur, termasuk sekolah dan rumah sakit, serta jutaan orang terpaksa mengungsi sejak Oktober 2023 lalu. Militer Zionis Israel selalu berdalih melindungi warga sipil saat menyerang Hamas. Namun, mereka juga menggempur habis-habisan warga dan objek sipil di Gaza. Petugas medis dan jurnalis juga tak luput dari serangan Zionis Israel. Terbaru jurnalis Fatima Hassouna dan 7 kerabatnya dikabarkan meninggal akibat serangan brutal Israel (CNN.Indonesia, 19/4/2025).
Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP) telah memperingatkan tentang krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza dengan menyatakan bahwa setidaknya dua juta orang yang sebagian besar mengungsi saat ini hidup tanpa sumber pendapatan apa pun dan sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan pangan utama mereka. Situasi kritis ini makin diperparah dengan ditutupnya jalur perbatasan oleh Israel. Hal tersebut mencegah masuknya pasokan bantuan ke jalur Gaza (Metrotv, 20/4/2025).
Persoalan Gaza Palestina telah menjadi isu internasional dan mengundang simpatik dari hampir seluruh dunia. Namun sayangnya, berbagai usaha umat Islam untuk menolong Palestina, dari mulai aksi protes hingga boikot, belum menampakkan hasil signifikan. Bahkan seruan ulama internasional untuk jihad yang sempat menyalakan kembali semangat umat yang meredup karena keputusasaan, ternyata berakhir hanya sebatas seruan tanpa aksi nyata.
Terbukti para penguasa dunia terutama negara muslim hanya mencukupkan reaksi dengan kecaman tanpa aksi nyata dengan mengirim militer yang mereka punya. Semua seolah terbelenggu dalam sekat imajiner nation state yang menjadikan urusan di luar negara mereka bukanlah masalah mereka. Seolah kehidupan individualis telah tertancap kuat dalam sistem demokrasi sekularisme saat ini.
Umat tak paham atau sengaja dibuat lupa jika permasalahan Palestina saat ini hanya akan tuntas ketika umat Islam di seluruh dunia bersatu dalam satu komando Khilafah. Sayangnya, narasi dan propaganda yang diembuskan tentang Khilafah saat ini membuat umat Islam alergi, bahkan sekadar mendengar nama Khilafah pun mereka sudah anti. Seolah Khilafah adalah hal yang menakutkan atau bahkan virus yang harus dihindari.
Pemikiran tersebut tak hanya terjadi di kalangan nonmuslim, bahkan banyak dari umat Islam yang seolah menolak membenarkan jika Khilafah adalah ajaran Islam yang wajib diketahui bahkan dilaksanakan. Tak sedikit yang berpikir jika konsep Khilafah tak lagi relevan untuk dilaksanakan dalam kehidupan modern saat ini. Padahal jika yang dicari umat saat ini adalah tentang keadilan, pemerataan tanggung jawab kekuasan, keamanan, serta kemakmuran, maka semua itu telah ada dalam sistem Islam. Terkait persoalan umat di dunia saat ini pun sebenarnya sistem Islam mampu menjawab sesuai dengan rasionalitas manusia. Namun, konsep sekularisme yang mendominasi dunia saat ini terus berusaha menutupi kebenaran tersebut.
Masalah Palestina yang tak kunjung usai saat ini, kendati telah muncul fatwa jihad dari ulama internasional sekalipun, harusnya mampu membuka mata kita jika persatuan umat itu penting dan harus ada institusi besar yang mempersatukan umat dalam satu komando, yakni Khilafah. Harusnya umat Islam paham jika konsep nation state yang membuat umat susah dan mustahil untuk bersatu. Konsep ini lahir dari perjanjian Westphalia pada abad ke 17 di Eropa yang lahir dari konflik gereja dan negara saat itu, hingga berakhirnya konflik dengan dibaginya kekuasan antara pemuka agama gereja dan para penguasa. Inilah cikal bakal diterapkannya sistem sekularisme yang memisahkan agama dalam mengatur masalah kehidupan umat hingga bernegara.
Lalu mengapa kita harus memaksakan sistem ini menjadi satu satunya sistem yang sah untuk mengatur dunia jika masih ada sistem yang jelas lebih sempurna yaitu sistem Islam kaffah? Islamofobia akan terus dipupuk oleh musuh yang tak ingin umat Islam bersatu. Karena para musuh Islam paham betul kekuatan superpower seperti apa yang akan terbentuk ketika umat Islam seluruh dunia bersatu. Ini pula alasan mereka menciptakan nation state agar umat Islam terpecah.
Demikian pula Khilafah akan terus di-framing menjadi momok yang menakutkan dan harus dimusnahkan karena mengancam kekuasan zalim mereka. Maka kewajiban kita untuk terus pula menyuarakan dan memahamkan umat jika Islam bukan antinasionalisme ataupun keberagaman, namun Islam anti terhadap tribalisme, yaitu paham yang cenderung menjaga kesetiaan hanya pada sukunya saja. Identitas lokal tak akan pernah dihapus dengan tegaknya khilafah karena Islam hanya menolak konsep nation state yang membatasi visi politik dan spiritual umat.
Khilafah juga bukan tentang penghapusan keberagaman budaya, suku, dan kepercayaan, tetapi justru menyatukan keberagaman menjadi satu visi dan sistem hukum dalam suatu struktur yang adil. Syariat menjadi acuan dan dasar yang tetap, bukan sesuatu yang bisa dikompromikan karena syariat sejatinya mempunyai kemampuan selalu sesuai dengan kehidupan manusia. Ini karena syariat adalah aturan yang berasal dari Allah Swt. Zat Yang Menciptakan manusia. Allah telah menetapkan syariat untuk mengatur sesuai dengan kebutuhan dan karateristik ciptaan-Nya. Jadi jelas, sistem Islam bisa diterapkan di tengah teknologi, globalisasi, dinamika sosial modern saat ini asal pondasinya tetap tauhid syariat dan amanah kekuasaan.
Jika umat sudah terpahamkan hanya sistem Islam yang mampu mengatur dan menjawab permasalahan umat dunia saat ini, maka persatuan umat akan sangat mungkin terwujud. Institusi besar yang mampu mempersatukan umat dengan segala keberagamaannya adalah khilafah. Hanya Khilafah yang menjadi perisai umat sesungguhnya, di mana umat akan terlindungi dari kezaliman para penjajah.
Umat harus terus dipahamkan tentang kebenaran syariat di tengah nilai-nilai sekularisme yang terus diaruskan oleh musuh umat. Gerakan umat juga harus dipimpin agar satu arah dan ini menjadi tugas para pengemban dakwah ideologis yang akan terus dilakukan hingga umat bener-benar paham bahwa hanya syariat Islam kaffah yang bisa mengatur umat dengan sempurna. Wallahu alam bi ash-shawâb.