
Suara Pembaca
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, selama 2025 diperkirakan perputaran dana judi online mencapai 1.200 triliun sementara tahun lalu mencapai 981 triliun. Selain itu, banyak tindak pidana dalam pencucian uang dengan memanfaatkan teknologi baru seperti aset crypto hingga platform online lainnya (VIVAnews.co.id, 27/4/2025).
Merebaknya judi online ini adalah buah penerapan kapitalisme yang menjadikan manfaat dan keuntungan sebagai standar hidup. Tidak ada standar halal haram dalam sistem ini. Oleh karenanya, impitan beban hidup membuat sebagian masyarakat menjadikan judi online sebagai jalan pintas.
Terlebih lagi, negara tidak serius dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan. Lihat saja, betapa banyak pejabat kedapatan ikut terlibat dalam praktik judi online. Ditambah lagi, kurangnya sanksi hukum yang memberikan efek jera menyebabkan judi online masih diminati dan berkembang subur di tengah masyarakat.
Sementara dalam Islam, judi jelas merupakan perbuatan maksiat nan keji yang harus dijauhi. Bagi pelakunya dan yang memfasilitasinya tentu mendapat dosa besar. Karena itu, menurut Islam, tidak cukup pencegahannya hanya terfokus pada individu, tetapi harus sistematis hingga judi online dan perbuatan maksiat lainnya bisa diberantas sampai ke akarnya.
Mekanismenya: membentuk ketakwaan individu, berjalannya kontrol masyarakat, dan negara (khilafah Islamiyyah) menerapkan syariah secara menyeluruh sehingga akan menjamin kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Ditambah lagi, sanksi yang tegas sebagai efek jera diberlakukan.
Tentu saja, hal ini harus diupayakan dengan terus melakukan penyadaran masyarakat melalui dakwah pemikiran yang komprehensif sehingga masyarakat ikut serta dalam perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyyah.
Riana Agustin
Aktivis Muslimah Bogor