
Suara Pembaca
Kondisi Gaza kembali memburuk secara dramatis. Rakyat sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, kini terjebak dalam krisis kelaparan paling mematikan di era penjajahan modern. Sejak diberlakukannya blokade total oleh Israel pada 2 Maret 2025, kehidupan di Gaza makin tak tertahankan. Organisasi hak asasi manusia mengecam kebijakan ini sebagai “taktik kelaparan” yang bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang. Sementara itu, bantuan dari dunia internasional yang memang terbatas kini benar-benar telah habis.
Menurut laporan dari Kompas.com, World Food Programme (WFP) menyatakan dengan nada prihatin, “Hari ini, WFP mengirimkan stok makanan terakhir yang tersisa ke dapur umum di Jalur Gaza,” sebagaimana dikutip dari Anadolu, Jumat (25/4/2025). WFP sebelumnya mensuplai 37 dapur umum yang sanggup menyiapkan sekitar 500.000 porsi makanan setiap hari. Namun pasokan telah habis, dan tidak ada kepastian berapa dapur yang masih sanggup bertahan setelahnya.
Keadaan di lapangan semakin menyedihkan. Makanan nyaris tak tersedia. Hanya sedikit nasi dan pasta tersisa, yang bahkan tidak mampu mencukupi setengah dari jumlah penduduk. Satu-satunya pabrik roti yang masih berfungsi pun kini rata dengan tanah akibat serangan udara Zionis Israel. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi, sementara barang-barang itu hampir punah. Air bersih pun menjadi barang langka. Dapur umum yang menjadi tumpuan masyarakat kini terpaksa tutup karena tak ada lagi bahan makanan untuk diolah. Ini bukan hanya krisis kemanusiaan, tapi sebuah pembunuhan massal yang dilakukan secara sistematis dan terbuka.
Ironisnya, hingga kini solusi nyata yang Allah telah tetapkan dalam Al-Qur’an belum dijalankan. Allah Swt. memerintahkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 190, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Jihad fi sabilillah adalah perintah Ilahi yang dimaksudkan sebagai metode untuk membebaskan negeri-negeri Islam yang tertindas. Namun sayang, para pemimpin di negeri-negeri Muslim lebih memilih bungkam, bahkan sebagian dari mereka menjalin hubungan dengan penjajah, dan membiarkan rakyat Gaza disiksa tanpa perlindungan. Oleh karena itu, penyelesaian mendasar atas penderitaan Palestina tidak bisa dilepaskan dari upaya mengakhiri pengkhianatan ini.
Umat Islam membutuhkan persatuan yang sejati dalam naungan kepemimpinan Islam, yaitu Khilafah. Sejarah telah mencatat bahwa Khilafah pernah menyatukan kekuatan umat dan menghadirkan perlindungan nyata. Rasulullah saw. menindak tegas pengkhianatan Yahudi dengan otoritas negara Islam. Demikian pula, kemenangan gemilang dalam Perang Hittin di bawah kepemimpinan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi menunjukkan bahwa Khilafah mampu membebaskan Al-Quds melalui jihad yang terorganisir.
Hanya Khilafah dan jihad yang mampu menjadi penyelamat bagi Palestina. Umat Islam tak lagi boleh tinggal diam. Derita Gaza harus menjadi pemantik kesadaran bahwa tanpa penerapan sistem Islam secara kaffah, umat akan terus menjadi sasaran penjajahan. Kini saatnya kita memperjuangkan tegaknya Khilafah sebagai satu-satunya solusi strategis dan syar’i bagi kebebasan Palestina dan kemuliaan umat ini.
Luthfia Rifaah, S.T., M.Pd.