
Oleh: Wili
Linimasanews.id—Berbagai faktor keterbatasan yang melatarbelakangi pendidikan saat ini tidak lepas dari sistem pendidikan yang kapitalistik. Sistem ini menjadikan sektor pendidikan sebagai komoditas sehingga akses pendidikan bergantung pada keadaan ekonomi. Banyak anak yang ingin sekolah, ingin pintar, tetapi akses pendidikan yang sulit akhirnya membuat banyak anak tidak melanjutkan sekolah. Ada juga yang berhenti di tengah jalan karena tidak ada biaya. Ada juga anak yang memilih membantu orang tuanya berjualan, bahkan menjadi pengamen daripada sekolah karena ketiadaan biaya.
Untuk memberikan pendidikan yang merata, pemerintah saat ini memberikan program pendukung, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), perluasan akses perguruan tinggi, bantuan sosial, sekolah gratis, sekolah rakyat, dan sebagainya. Meskipun begitu, tetap saja tidak bisa memberikan solusi pada dunia pendidikan. Padahal di sisi lain, negeri ini kaya akan sumber daya alam.
Masih ada keterbatasan akses pendidikan, terutama di daerah terpencil yang infrastrukturnya kerap kurang memadai, juga biaya sekolah begitu mahal memaksa sebagian anak putus sekolah karena ingin membantu orang tua, seperti berjualan atau bekerja dengan cara lain demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Padahal, seharusnya mereka fokus dalam masalah pendidikan, tidak wajib memikirkan masalah biaya sekolah, apalagi memikirkan biaya hidup atau nafkah sehari-hari. Karena semestinya, semua itu sudah dijamin oleh negara.
Sungguh miris pendidikan di sistem kapitalis saat ini. Pendidikan ibarat barang mahal yang hanya bisa didapatkan oleh orang kaya, sementara orang miskin tidak boleh mendapatkan pendidikan yang layak.
Akar masalah bobroknya pendidikan ini adalah kebijakan yang berlandaskan kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, peran negara sangat minim dalam mengurusi rakyat, termasuk dalam masalah pendidikan. Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator.
Pendidikan dalam kapitalisme dianggap sebagai komoditas ekonomi yang boleh diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya, penyelesaian persoalan hanya bersifat parsial, tidak sampai menyentuh akar masalah.
Sedangkan dalam sistem Islam, pendidikan adalah hak setiap anak. Negara wajib memperhatikan bahwa seluruh generasi harus mendapatkan pendidikan, sekalipun di wilayah terpencil. Begitu juga dengan pengadaan infrastruktur. Penyediaan fasilitas pendidikan menjadi kewajiban negara.
Syariat Islam begitu memperhatikan sektor pendidikan. Karena sejatinya pendidikan adalah gerbang utama lahirnya peradaban unggul yang gemilang. Pada masa kejayaan peradaban Islam, pendidikan Islam diakui sebagai pendidikan terbaik, hingga masyarakat dari luar negara (daulah) Islam, berbondong-bondong menimba ilmu di wilayah dauroh Islam (kekhilafahan).
Dalam sistem Islam, negara memberikan fasilitas dan pelayanan terbaik termasuk di sektor pendidikan sebagai sarana untuk tujuan membentuk kepribadian Islam dan membekali peserta didik dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Pendidikan dalam Islam juga bertujuan membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan aturan Islam. Dengan begitu, Islam melahirkan generasi yang berkualitas dari sisi kekuatan iman dan kemampuan akademik yang cerdas.
Dalam sistem pemerintahan Islam, pendidikan bisa didapatkan dengan murah, bahkan gratis karena negara memiliki banyak sumber pemasukan yang dikelola langsung oleh negara, bukan digadaikan kepada para imperialis. Karenanya, rakyat tidak perlu memikirkan biaya pendidikan, melainkan hanya fokus untuk mendidik anak-anak mereka agar menjadi generasi yang berkualitas.
Tentu saja, semua ini di dukung oleh penerapan sistem Islam secara komprehensif. Di samping itu, semua dilakukan semata-mata karena perintah Allah Swt. dan hanya mengharapkan ridha-Nya.