
Oleh: Annis Widyaningrum, S.Pd.I. (Praktisi Pendidikan)
Linimasanews.id—Setiap orang memerlukan pendidikan. Pendidikan merupakan harapan dan jalan perubahan. Perubahan cara berfikir, bersikap, peningkatan derajat ekonomi sampai martabat seseorang. Pendidikan juga dapat mengubah kondisi sebuah bangsa. Pendidikan sangat penting, hanya saja di negeri ini tidak semua bisa mengenyam pendidikan yang memadai.
Sangat miris, menurut media online kompas.com, di negeri ini, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia hanya 9 tahun (4/3/2025). Itu, artinya rata-rata hanya sampai pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang sederajat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan penduduk Indonesia. Mulai dari masalah individu, kurangnya dukungan lingkungan masyarakat dan negara. Salah satu alasan banyak yang putus sekolah adalah karena mahalnya biaya pendidikan. Program bantuan pendidikan bagi yang tidak mampu misalnya “Kartu Indonesia Pintar” belumlah cukup untuk menunjang kebutuhan pendidikan dan tidak semua penduduk yang membutuhkan bisa mendapatkan atau memenuhi persyaratannya.
Masalah perekonomian yang sulit menjadikan anak-anak usia sekolah terpaksa harus membantu keluarganya. Karena tidak adanya jaminan oleh negara dalam pemenuhannya, jadi jikapun ada bantuan untuk pendidikan namun untuk makan sehari-hari, transportasi, sampai masalah kesehatan semuanya memerlukan biaya. Sehingga saat kondisi terdesak, tidak jarang banyak siswa yang putus sekolah dan memilih untuk bekerja.
Inilah realita kehidupan dalam penerapan sistem kapitalisme. Negara dengan kepemimpinan kapitalistik memandang pendidikan adalah beban yang dapat memperbesar defisit APBN. Karena itu, negara cenderung menyerahkan urusan pendidikan kepada sektor swasta.
Sekolah swasta lebih banyak dibandingkan sekolah negeri, dengan kualitas yang lebih baik, tetapi juga dengan biaya yang mahal. Sekolah tersebut hanya bisa diakses oleh orang-orang bermodal saja.
Paradigma kapitalisme juga mendorong negara melakukan efisiensi anggaran, termasuk dalam urusan pendidikan. Hal ini dianggap sebagai bentuk kemandirian. Namun kenyataannya, negara tidak hadir sebagai penjamin pendidikan.
Berbeda dengan paradigma Islam, Islam memandang bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu masyarakat. Negara berkewajiban memenuhinya sebagai kebutuhan dasar masyarakat. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan tanpa memungut biaya (gratis).
Negara Islam menjadikan syariat Islam sebagai aturan yang diterapkan didalam kehidupan. Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab penuh negara. Setiap warga negara dijamin (dipastikan mendapatkan) haknya untuk mengakses pendidikan, baik dari kalangan miskin ataupun kaya.
Baitul maal Negara Islam memiliki sumber pendapatan yang sangat besar, mulai dari fa’i dan kharaj, hasil dari pengelolaan sumber daya alam, dan juga zakat. Semuanya ini akan sangat cukup dalam menjalankan sebuah negara, menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat, termasuk memberikan jaminan terhadap pendidikan.
Penguasa dalam Islam sebagai ra’in (pengurus) yang akan memastikan diterapkannya syariah islam, termasuk memberikan jaminan kepada warganya untuk mendapatkan pendidikan. Semua ini hanya akan terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah dalam sebuah kepemimpinan Islam yaitu (Khilafah).