
Oleh: Al-Hizaq Genshin
Linimasanews.id—Beberapa waktu terakhir jagat maya digegerkan oleh sebuah grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” yang memuat konten menyimpang, yaitu fantasi seksual antarkeluarga. Tidak dapat dimungkiri hal ini tidak hanya melanggar hukum agama dan sosial, tetapi juga menjadi bukti betapa runtuhnya nilai moral dalam sistem kehidupan saat ini.
Walaupun grup tersebut telah dihapus, tetapi tidak berarti ancaman telah selesai. Ibarat rumput liar yang dipangkas daunnya saja, sementara akarnya masih tertanam dan bisa tumbuh kembali kapan saja, kasus ini seharusnya menjadi alarm keras bahwa kerusakan ini bukan terjadi secara tiba-tiba, tetapi merupakan hasil pahit dari sistem sekuler-liberal yang selama ini menjadi pedoman hidup masyarakat.
Sebab, aksi penyimpangan seksual, seperti inses, LGBT, dan orientasi menyimpang lainnya tentu saja tidak muncul dari ruang kosong. Mereka tumbuh dan berkembang dalam sistem sekuler, sistem yang memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Dalam sekularisme, agama tidak lagi menjadi pedoman kehidupan. Manusia dianggap memiliki hak bebas untuk dirinya sendiri. Sebab itulah, batas antara haq dengan yang batil menjadi kabur.
Adapun liberalisme yang menjunjung tinggi kebebasan mutlak milik individu, turut merusak keadaan. Atas nama hak dan ekspresi diri, perilaku batil mulai dinormalisasi. Yang dulunya disebut tabu, kini seolah lumrah karena dibungkus dengan dalih hak pribadi. Miris, bukan?
Dalam sistem sekuler, media dan platform digital yang seharusnya menjadi sarana edukasi dan penjaga moral publik, malah menjadi corong yang memfasilitasi penyimpangan. Sedangkan pemerintah, kerap baru bertindak setelah masyarakat ribut.
Padahal Allah Swt. telah memperingatkan, “Dan janganlah kamu mendekati zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra:32)
Perintah ini tidak hanya sekadar melarang perbuatan zina, tetapi segala sesuatu yang mendekatinya, termasuk membiarkan konten seksual beredar tanpa kontrol.
Sistem Rusak: Ancaman bagi Generasi
Jika penyimpangan semacam ini terus dibiarkan, maka yang menjadi korban bukan hanya individu pelaku, tetapi seluruh masyarakat. Anak-anak akan tumbuh dalam lingkungan yang membiarkan inses dan penyimpangan seksual lainnya. Mereka akan kehilangan arah, kehilangan perlindungan, dan tentunya pedoman hidup.
Sayangnya, dalam sistem sekuler, negara yang harusnya menjadi penopang dan pengatur moral publik melalui regulasi tegas berbasis nilai-nilai agama, justru terlihat abai dan permisif terhadap penyimpangan. Pemerintah baru bertindak saat media sosial dan publik gaduh serta berisik, tentunya bukan karena tekanan opini semata. Ini membuka mata publik, betapa mirisnya negara hari ini, lebih berperan sebagai pemadam kebakaran daripada arsitek peradaban.
Inilah buah pahit dari sistem sistem sekuler-liberal. Masyarakat menjadi permisif, pendidikan dangkal akidah, serta media yang membangkitkan syahwat bebas tumbuh. Padahal sejatinya, jika nilai Ilahiah dibuang dari ruang publik, maka jalan menuju kehancuran akan terbuka luas.
Di dalam sebuah hadis disebutkan, “Jika zina dan riba telah menyebar luas di suatu kaum, maka mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani)
Maka dari itu, jalan untuk menyelesaikan persoalan ini tidak lain dan tidak bukan dengan mengubah keadaan dari sistem sekuler-liberal, menjadi sistem yang Haq, yaitu sistem Islam.
Selama solusi yang ditawarkan masih dalam lingkup lingkaran sekularisme, hasilnya hanya tambal sulam. Karenanya, dibutuh revolusi sistem, bukan sebatas revisi undang-undang. Sebab, Islam memiliki sistem lengkap untuk mencegah penyimpangan. Dalam Islam, negara berkewajiban menjaga moral publik dengan menerapkan aturan syariat yang menyeluruh hingga ke akarnya, melalui sistem pendidikan, media, pengawasan, dan penegakan hukum.
Dalam hal penegakan hukum, syariat Islam menetapkan sanksi tegas bagi pelaku zina. Allah berfirman, “Perempuan yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.” (QS. An-Nur:2)
Tidak hanya itu, Islam juga mencegah terjadinya perilaku menyimpang sejak dini melalui pendidikan yang menanamkan akidah dan pemahaman tentang halal dan haram, serta pembatasan pergaulan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Di samping itu, media pun ditertibkan secara ketat agar tidak ada celah sedikitpun untuk menyebarkan pornografi.
Alhasil, jelaslah bahwa Islam kafah (menyeluruh) bukan sekedar solusi spritual, tetapi juga sistem kehidupan yang memuliakan manusia dan menjaga kemuliaan keluarga serta generasi. Hanya dengan penerapan Islam secara total (kafah) umat mampu membangun peradaban emas yang bersih dari penyimpangan dan penuh keberkahan, seperti masa kekhalifahan dahulu. Karena itu, selayaknya umat memperjuangkan penegakan Islam sebagai satu-satunya jalan keselamatan dan kebaikan manusia.