
Oleh: Vita Sari (Ibu Peduli Negeri)
Linimasanews.id—Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman,
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung,” (QS. Al-Jumu’ah: 10).
Ayat ini mengingatkan pentingnya mengingat Allah Swt. dalam segala aktivitas, termasuk ketika mencari rezeki, sehingga setiap usaha akan menjadi ibadah yang berharga.
Kala Sang Pencipta telah menjanjikan pada setiap manusia yang berusaha di muka bumi akan mendapatkan keberuntungan, tetapi mengapa realitas sekarang negeri ini menjadi peringkat wahid tingkat penganggurannya?
Diketahui, IMF melaporkan bahwa Indonesia menjadi peringkat nomor 1 negara dengan tingkat pengangguran tertinggi se-ASEAN pada tahun 2024. Data menunjukkan, makin banyak lulusan universitas (sarjana maupun diploma) di Indonesia yang justru masuk dalam lingkaran pengangguran.
Menanggapi hal ini, pakar ketenagakerjaan sekaligus dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Tadjuddin Noer Efendi, M.A. menyatakan, pemerintah tidak boleh diam terkait masalah ini. “Cita-cita Indonesia Emas itu mungkin cuma impian belaka karena kita kehilangan tenaga potensial untuk membangun Indonesia. Bagaimana kita wujudkan itu tanpa melibatkan mereka melalui serapan tenaga kerja?” tegas Tadjudin (Kompas.com, 21/5/2025).
Memang miris. Hari ke hari hidup rakyat makin terimpit. Angka pengangguran di kalangan generasi muda tinggi, ditambah lagi banyak PHK massal. Ini akan membuat masyarakat miskin dan rentan miskin makin sulit merasakan kehidupan layak. Alhasil, pengangguran ini memiliki dampak luas, salah satunya memicu tindakan kriminalitas.
Berbagai cara ditempuh. Akan tetapi, benarkah dalam rangka pengurangan angka pengangguran di Indonesia, mengekspor tenaga ke luar negeri merupakan win-win solution? Secara tidak langsung, solusi ini justru menggambarkan potret buram sistem kapitalisme yang diadopsi negara hari ini.
Sistem kapitalisme mengakibatkan setiap individu berjuang secara mandiri untuk mengakses pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pangan, perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Sebagian masyarakat yang memiliki keterbatasan, baik secara fisik, modal, intelektual, maupun entrepreneurship, tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. Sebagian penduduk bahkan sama sekali tidak memiliki akses sehingga hidup menderita bahkan terpaksa kehilangan nyawa.
Di sisi lain, dalam sistem kapitalisme ini, segelintir orang memiliki kekayaan yang melimpah. Alhasil, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Jika demikian, masihkah kita setia dan berharap pada sistem kapitalisme ini?
Bagi umat Islam, sudah saatnya sadar dan bangkit untuk kembali kepada sistem yang diturunkan Allah. Sepatutnya umat berpegang teguh dengan syariat Allah Swt.
Dalam mengentaskan pengangguran yang menjadikan masyarakat menjadi miskin, Islam memiliki mekanisme penyelesaiannya. Pertama, pengaturan kepemilikan yang adil. Islam mengatur kepemilikan harta untuk mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang.
Dalam Islam, sumber daya alam yang melimpah jumlahnya, seperti minyak, gas, dan tambang mineral lainnya adalah milik umum yang wajib dikelola hanya oleh negara, lalu hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Harta kategori ini haram dikuasai oleh individu atau korporasi swasta.
Kedua, Islam memiliki aturan zakat, infaq, dan sedekah, juga memastikan redistribusi dan pemerataan kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, dalam Islam, setiap lelaki dewasa terutama yang punya tanggung jawab keluarga, wajib mencari nafkah. Di sisi lain, agar setiap pencari nafkah bisa mendapatkan pekerjaan, maka negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi mereka.
Keempat, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, seperti sandang, pangan dan papan dijamin oleh negara. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma bagi warganya. Ini karena dalam Islam, imam atau khalifah bertanggung jawab penuh atas urusan warga negaranya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. an-Nasa’i)
Demikianlah keunggulan sistem kehidupan Islam. Hanya dengan penerapan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan, potret buram kenestapaan akan berubah menjadi kejayaan.