
Oleh: Dini Azra
Linimasanews.id—Mengejutkan! Pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat melakukan konferensi pers bersama Presiden Prancis Emanuel Macron di Istana Merdeka, Rabu (28/5) menimbulkan pro kontra. Prabowo menyampaikan bahwa Israel harus diakui dan dijamin haknya sebagai negara yang berdaulat dan negara yang harus diperhatikan dan dijamin keamanannya. Karena itu menurutnya, Indonesia juga siap mengakui Israel dan akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel begitu Israel mengakui Palestina sebagai negara yang merdeka (CNNIndonesia.com, 30/5/2025).
Pernyataan tersebut langsung menjadi sorotan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebab, selama ini Indonesia tegas menolak untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Para presiden sebelumnya juga tidak pernah menunjukkan sinyal untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Semua menolak meskipun menyetujui wacana solusi dua negara. Pernyataan Prabowo menjadi tidak biasa, bahkan telah melukai perasaan sebagian besar umat Islam di Indonesia yang selama ini mendukung Palestina dan membenci penjajah Israel.
Selain itu, kondisi Palestina sampai hari ini masih terus dibombardir oleh Israel. Meskipun sudah berulang kali terjadi gencatan senjata, tetapi Israel selalu melanggar kesepakatan dan kembali melancarkan serangan. Mustahil bagi Israel memberikan pengakuan kemerdekaan bagi negara jajahannya, Palestina. Bahkan dengan arogan pihak Israel berniat menguasai wilayah Gaza dan mengusir paksa penduduknya.
Israel adalah negara munafik yang tidak bisa dipercaya. Selain sombong juga dikenal pembohong, pengkhianat, dan penjahat perang yang suka melanggar aturan perang dunia. Sampai saat ini pun, belum ada yang bisa menghukum Israel atas semua kejahatan yang dilakukan terhadap Palestina sehingga membuat entitas Yahudi ini makin tak terkendali. Jadi, kemungkinan pihak Israel mengakui kemerdekaan Palestina tidak ada sama sekali.
Lantas, untuk apa Prabowo membuat pernyataan yang kontroversi ini? Apakah hanya untuk bermanis muka di depan Presiden Prancis, atau sebagai langkah diplomatik untuk mendorong terwujudnya two-state solution? Artinya, pemerintah melalui presiden mendukung solusi dua negara demi mewujudkan kemerdekaan Palestina?
Solusi dua negara artinya membagi wilayah Palestina menjadi dua bagian, sebagiannya diserahkan ke tangan penjajah Israel. Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar negara yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang menyebutkan: Kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dengan demikian, mengakui kedaulatan negara penjajah di atas wilayah yang terjajah adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah UUD 45. Sekaligus, pengkhianatan terhadap umat Islam khususnya warga Palestina.
Al-Quds Milik Umat Islam Seluruh Dunia
Selama penjajahan berlangsung, puluhan ribu nyawa telah menjadi korban, ribuan orang kehilangan tempat tinggal, keluarga hingga anggota tubuhnya. Meskipun begitu, warga Palestina tetap bertahan dan berjuang mempertahankan tanah airnya. Palestina atau Al-Quds bukan hanya negara milik warga di sana. Tetapi milik seluruh umat muslim sedunia, karena ikatan sejarah, akidah dan keimanan. Di sana terdapat Masjidil Aqsa yang merupakan kiblat pertama bagi umat Islam, dan tempat bersejarah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam. Masjid yang dimuliakan ini harus dipertahankan, jangan sampai direbut dan jatuh ke tangan penjajah zionis. Warga Palestina rela mempertaruhkan jiwa raga mereka demi mempertahankan hak milik kaum muslimin. Padahal, seharusnya itu menjadi kewajiban seluruh muslimin.
Seharusnya, saat ini umat Islam bersatu di bawah komando pemimpin muslim untuk berjuang mengusir penjajah zionis pergi dari tanah Palestina, merebut dan bebaskan Al-Aqsa sebagaimana dahulu Shalahuddin Al-Ayubi berhasil membebaskan Baitul Maqdis setelah selama 90 tahun dikuasai oleh Tentara Salib. Setelah itu, kota suci umat Islam tersebut kembali menjadi pusat ibadah dan peradaban Islam.
Itulah langkah yang seharusnya ditempuh untuk memerdekakan Palestina. Bukan dengan berunding, melakukan transaksi tukar guling dan bernegosiasi dengan penjajah dan negara-negara pendukungnya.
Di mana kekuatan umat Islam yang dulu begitu disegani oleh bangsa-bangsa lain? Mengapa hari ini umat begitu tak berdaya untuk membela saudaranya di Palestina yang dianiaya begitu rupa? Bahkan, para pemimpin muslim pun bernyali ciut, tak berani menentang kehendak Israel dan sekutunya. Mereka hanya mampu mengecam sambil berusaha untuk tetap di zona aman.
Banyak pihak mengatakan, untuk saat ini solusi dua negara adalah jalan satu-satunya untuk kemerdekaan Palestina demi menghentikan peperangan yang telah menelan banyak korban. Tujuannya, agar tidak bertambah banyak lagi korban yang berjatuhan. Padahal, Israel sendiri kecil kemungkinan akan menyetujuinya. Sebab, cita-cita Israel adalah menguasai seluruh wilayah Palestina.
Seandainya pun Israel akhirnya setuju dengan solusi tersebut, akankah mereka akan membiarkan Palestina hidup dengan damai, membangun lagi, dan bangkit kembali menjadi negara yang makmur sejahtera? Tidak. Selama Israel dibiarkan bercokol di wilayah Palestina, selamanya warga Palestina akan terancam. Sebab, bangsa Israel dikenal sebagai bangsa pengkhianat yang suka melanggar kesepakatan.
Urgensi Kepemimpinan Khalifah
Harus disadari keberadaan nation state, atau negara bangsa ini telah memecah-belah persatuan kaum muslimin. Umat Islam hari ini tak memiliki pemimpin yang kuat dan pemberani seperti Shalahuddin Al-Ayubi. Yang ada hanyalah pemimpin boneka yang dikendalikan oleh kepemimpinan dunia Barat. Dengan pengaruh hegemoni kapitalisme-sekularisme, mereka dibuat untuk tunduk dan patuh mengikuti arahan Barat. Jika tidak, harus menghadapi risiko seperti embargo ekonomi, politik, dan keamanan.
Kondisi ini terjadi sejak runtuhnya Daulah Khilafah yang terakhir di Turki pada tahun 1924. Umat Islam yang dahulu bersatu dalam satu naungan sistem pemerintahan Islam, di bawah kepemimpinan seorang khalifah yang memimpin dengan syariat Islam, sejak hari itu telah kehilangan rumah tempat berlindung. Ibarat anak ayam kehilangan induknya, mereka kebingungan tanpa arah. Akhirnya harus mengikuti arahan pihak yang sedang memimpin dunia yaitu negara kapitalis barat. Pihak yang sudah merobohkan bangunan Islam dan mencabik-cabiknya hingga berkeping-keping. Lalu, kepingan-kepingan tersebut diberikan nama sesuai kebangsaannya dan seolah diberikan kemerdekaan, padahal tetap berada di bawah bayangan Barat. Karena itu, hingga saat ini tidak ada satu pun pemimpin muslim yang menyerukan jihad melawan Israel.
Umat Islam harus menyadari bahwa solusi hakiki bagi persoalan Palestina adalah jihad dan khilafah. Sebab, sudah jelas wilayah Islam direbut dan dikuasai oleh penjajah. Nyawa umat Islam direnggut dengan kejam, sengaja dibuat kelaparan, sudah semestinya umat Islam yang lain membela dan melawan penjajahnya.
Namun, jihad juga bukan langkah yang bisa diputuskan oleh individu muslimin. Harus ada kepemimpinan Islam kembali yang menjalankan pemerintahan sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Itulah perlunya umat Islam berdakwah memahamkan umat akan pentingnya menegakkan khilafah.