
Suara Pembaca
Bak tamu istimewa, kedatangan Presiden Prancis beberapa waktu lalu seolah membawa keberkahan bagi Indonesia. Karpet merah digelar, berbagai jamuan dilakukan. Nampak tak biasa, pastinya bukan tanpa tujuan jika tak mau dikatakan ada udang dibalik batu.
Dilansir dari Breaking News Metro TV pada Kamis, 29 Mei 2025. Pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana menilai kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia, khususnya ke Akademi Militer (Akmil) Magelang dan Candi Borobudur, bukan sekadar simbolis. Menurutnya, kunjungan ini mencerminkan dua fokus utama dalam hubungan bilateral Indonesia–Prancis, penguatan kerja sama pertahanan dan diplomasi kebudayaan.
Sebagai negara berdaulat, apalagi sebagai negara dengan penduduk muslim yang banyak, Indonesia harusnya lebih berhati-hati dan selektif dalam menerima delegasi negara lain. Prancis yang sejak lama diketahui sebagai negara yang pernah dengan nyata menyakiti hati kaum muslimin dengan larangan hijab bagi muslimah, penutupan sepihak pada masjid juga toko atau asosiasi yang dianggap islami, dan yang tak terlupakan adalah kasus majalah Charlie hebdo yang dengan sengaja membuat dan menerbitkan kartun yang menghina Rasulullah. Jelas ini cermin dari negara yang membenci Islam atau islamfobia.
Negara semacam ini bisa dipastikan tak akan melihat kerugian yang akan dirasakan oleh negara lain terutama oleh kaum muslim. Sebab, hubungan kerjasama yang dijalin hanya bertumpu pada keuntungan yang bersifat materi yang menguntungkan dirinya sendiri. Apalagi jika dilihat, kunjungan Macron ke Akmil Magelang yang ditujukan untuk kerjasama pertahanan sungguh tindakan yang ceroboh. Bukan tidak mungkin Prancis akan mencoba untuk mencari peluang “menguasai” sistem alutsista Indonesia dengan upaya ketergantungan agar membeli alutsista pada Prancis. Selain itu, apa yang disebut dengan diplomasi kebudayaan bisa berupa upaya Prancis untuk “menanamkan” stigmatisasi pada umat Islam yang anti terhadap budaya bebas dari Barat melalui pertukaran pelajar atau wisatawan.
Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam upaya Prancis untuk mendorong Indonesia terutama umat Islam dalam ide sekuler mereka dan rencana busuk mereka, umat Islam harus menyadari bahwa dirinya adalah umat yang terbaik dan mulia dengan Islam. Islam dengan jelas mengatur hubungan luar negerinya, bahwa ketika berhubungan dengan negara kafir yang jelas-jelas memusuhi Islam dan kaum muslim hanya dengan jihad. Haram melakukan hubungan dalam bentuk apapun. Apalagi saat ini, Prancis jelas menjadi sekutu Amerika yang dengan terang-terangan mendukung bahkan mendanai Zionis Israel dalam membunuhi saudara muslim Palestina.
Maka, sikap tegas dari penguasa negeri muslim, termasuk Indonesia diperlukan agar Prancis dan negara kafir Barat lainnya tidak semena-mena terhadap umat Islam. Terjadinya sikap lemah para penguasa ini tak lepas dari nasionalisme yang telah lama mereka adopsi sejak ketiadaan institusi pemersatu umat Islam yaitu Khilafah yang diruntuhkan oleh konspirasi bersama pada tahun 1924. Untuk itu, saatnya umat Islam bersatu bersama mewujudkan kembali Khilafah yang akan melindungi Islam dan umat Islam, memerdekakan Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya dari segala bentuk penjajahan oleh kafir barat, menyebarkan Islam ke seluruh dunia hingga Islam menjadi rahmat bagi semesta.
Ummu Himmah