
Oleh: Dyah Ayu Cempaka (Pemerhati Generasi)
Linimasanews.id—Warga Medan Perjuangan menangkap seorang pria yang kepergok melakukan pencurian sepeda motor di Jalan Pimpinan, Kecamatan Medan Perjuangan. Pelaku bernama Hafiz Sinambela (24) tertangkap seorang diri, sedangkan rekannya berhasil kabur. Saat pelaku sudah merusak kunci kontak sepeda motor korban, aksinya diketahui seorang warga. Warga itu pun sontak berteriak dan mengundang perhatian warga lainnya, lalu memukuli pelaku hingga babak belur dan dirawat di rumah sakit Bhayangkara, Medan (medan.tribunnuews.com, 28-05-2025).
Mirisnya, tindakan main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat Medan Perjuangan ini bukan lagi asing terjadi di Indonesia. Banyak dilakukan, seolah menjadi opsi utama karena masyarakat sudah jenuh dengan banyaknya kasus pencurian. Warga sudah berada di puncak emosional terhadap pelaku pencurian. Kerap ada anggapan, dibandingkan harus melapor kepada aparat dengan segala kerumitan berkas dan biaya sana-sini namun belum tentu mendapatkan hasil yang adil, main hakim sendiri menjadi pilihan yang lebih memuaskan.
Main hakim sendiri ini menjadi bukti ketidakpercayaan dan ketidakpuasan masyarakat pada aparat penegak hukum di bawah sistem kapitalisme hari ini. Sudah menjadi rahasia umum, dalam sistem kapitalisme ini, hukum bisa diperjualbelikan.
Main hakim sendiri pada kasus pencurian yang sering terjadi ini juga menjadi bukti bahwa pelaku pencurian tidak diadili dengan benar sehingga bisa kembali beraksi. Ini bukti bahwa tidak ada hukuman yang membuat jera.
Maraknya pencurian ini dapat disebabkan karena masyarakat telah terpengaruh oleh cara pandang sekularisme dan kapitalisme. Dalam kapitalisme, demi mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, seseorang bisa melakukan apa saja tanpa mempertimbangkan halal haram perbuatan tersebut. Ia juga tidak peduli dampaknya terhadap orang lain. Terbukti, yang mencuri bukan hanya dari rakyat kecil dengan skala kecil, tetapi juga penyelenggara negara yang terus saja melakukan korupsi.
Islam Memiliki Sanksi yang Tegas bagi Pencuri
Islam bukan hanya sebatas agama ibadah, tetapi juga hadir dengan seperangkat peraturan kehidupan, termasuk dalam mengatur masalah sanksi hukum pencurian. Hukum Islam hadir berlandaskan pada Al-Qur’an dan sunnah dari Sang Pembuat hukum, yaitu Allah Swt.
Hukuman/sanksi dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (mencegah terulangnya kejahatan di tengah masyarakat). Adapun sanksi tentang pencurian sudah tertulis jelas dalam Al-Qur’an: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan atas apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksa dari Allah. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.” (Q.S Al-Maidah: 38)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong tangannya karena mencuri tali.” (HR. Bukhari no. 6285)
Dalam Islam, hukuman potong tangan ini memiliki syarat serta batasan barang yang dicuri sehingga orang tersebut pantas dihukum. Untuk ukuran seberapa panjang tangan pelaku akan dipotong, maka diserahkan oleh qadhi (hakim) yang akan disahkan oleh khalifah (kepala negara dalam sistem pemerintahan Islam).
Sanksi potong tangan bagi pencuri ini bisa dijalankan hanya di dalam sistem Islam (Khilafah). Dalam hal ini, negara akan menerapkan Islam secara sempurna. Dengan sistem yang benar inilah, keadilan ditegakkan, masyarakat dilindungi, dan para pelaku kejahatan dihukum tanpa kompromi. Dengan begitu, tidak akan ada lagi tindakan main hakim sendiri seperti ketidakpuasan pada sistem hari ini.