
Suara Pembaca
Sedikitnya, 17 warga Palestina dilaporkan meninggal dunia pada Sabtu (7/6/2025) dini hari waktu setempat, bertepatan dengan hari kedua perayaan Iduladha imbas serangan udara dan tembakan militer Israel di wilayah selatan Jalur Gaza, terutama di daerah Khan Younis dan Rafah. Menurut keterangan dari sejumlah sumber Palestina, sebanyak 12 orang, termasuk empat anggota dari satu keluarga yang meninggal dunia dan lebih dari 40 orang lainnya mengalami luka-luka setelah pasukan Zionis Israel menyerang tenda-tenda pengungsi yang berada di wilayah barat Khan Younis (07/07/2025).
Hingga hari ini, Palestina masih menjadi sasaran genosida penjajah Zionis Yahudi, tak henti-hentinya mereka membombardir Palestina, bahkan bayi-bayi yang masih merah yang tak memiliki dosa terbunuh. Bagi Zionis, dosa mereka adalah karena mereka bayi Muslim keturunan Palestina. Bayi yang sangat suci tetap jadi incaran mereka sungguh biadab. Zionis juga menjadikan kelaparan sebagai senjata untuk membunuh secara pelan-pelan generasi Palestina. Di hari raya, serangan pun tak berkurang bahkan langsung memakan korban tewas. Di mana seharusya setiap kaum muslim merayakan hari raya dengan suka cita, tetapi tidak dengan yang dialami saudara kita di Palestina.
Mirisnya, negara-negara besar dunia diam. Bahkan Penguasa muslim juga hanya sibuk retorika tanpa tindakan nyata dengan mengirimkan pasukan untuk mengusir penjajah. Mereka diam meski rasa kemanusiaan terkoyak. Padahal rasa itu adalah fitrah bagi manusia untuk menolong sesamanya, apalagi bayi yang lemah tak berdaya. Para penguasa negerilah yang mampu menggerakan agar mengirimkan pasukan untuk melawan dan mengusir zionis dari tanah Palestina.
Sungguh, kekuasaan yang sia-sia karena tak bisa maksimal menolong saudara kita di Palestina. Bahkan hati mereka telah membeku mati rasa dengan Palestina. Mereka menyetujui adanya dua negara di wilayah Palestina tersebut, ini sangat menyakiti kaum muslim di Palestina. Karena, solusi dua negara adalah pengkhianatan dan bukan solusi hakiki untuk saudara kota di Palestina.
Matinya empati sesungguhnya menunjukkan matinya sifat dasar manusia. Hal ini adalah buah kapitalisme yang mengagungkan nilai materi dan rasa superior disertai dengan kebencian atas manusia lainnya. Kekejaman yang begitu rupa tak mengusik Nurani para pemimpin muslim. Nasionalisme yang lahir dari Barat pun menghalangi untuk bersikap adil pada muslim palestina. Tak ada seorang penguasa negeri muslim pun yang membebaskannya dengan kekuatan senjata, meski umat sudah menyerukan jihad. Jihad tak mungkin terwujud tanpa adanya seruan negara. Adapun model negara hari ini tak mungkin menyerukan jihad apalagi mereka justru bergandengan tangan dengan penjajah Yahudi.
Seruan jihad hanya mungkin dikumandangkan oleh Khilafah. Oleh karena itu, umat harus berjuang menegakkan Khilafah. Tegaknya Khilafah tak mungkin terwujud ketika umat masih hidup dalam naungak kapitalisme sekularisme. Perjuangan tersebut membutuhkan kepemimpinan jamaah dakwah ideologis yang konsisten menyerukan tegaknya Khilafah. Jamaah ini akan membangun kesadaran umat dan menunjukkan jalan kemuliaan bagi umat. Umat sudah seharusnya menjawab seruan jamaah dakwah ini dan berjuang nersama menjemput nashrullah agar Khilafah bisa kembali tegak di muka bumi sehingga umat Islam punya super power untuk mengirimkan pasukan ke Palestina dan mengalahkan Zionis laknatullah.
Laila Quni Istaini