
Suara Pembaca
Global March to Gaza yang sedang berlangsung dari Al-Arish menuju gerbang Rafah menjadi sorotan dunia internasional. Konvoi yang melibatkan ribuan orang dari berbagai negara ini sebagai bentuk estafet nurani kolektif yang menolak diam atas krisis kemanusiaan di Palestina. Mereka hadir bukan sebagai perwakilan diplomatik resmi, melainkan sebagai representasi moral dan kemanusiaan (Republika.co.id, 14/6/2025).
Banyaknya manusia yang tergerak memberikan bantuan untuk kiblat pertama kaum muslim menjadi setitik harapan membuka tembok kokoh pembatas di Rafah, Mesir. Diamnya Mesir atas pembantaian saudaranya memang memilukan. Sekat-sekat nasionalisme menjadi senjata pembantai kemanusiaan dan persaudaraan.
Namun, gerakan atau kelompok kemanusiaan melawan negara bagaikan semut melawan gajah, tak akan pernah menang bahkan dengan mudah terpental oleh penjajah. Hal ini membuktikan dengan jelas bahwa hanya negara dengan persenjataan di bawah satu komando kaum muslimin-lah yang mampu membebaskan Palestina.
Seharusnya, penguasa kaum muslimin tergerak untuk bersatu membebaskan Palestina. Mereka harus berani melawan sekat-sekat penghalang. Sungguh kemerdekaan hanya bisa diraih jika negeri muslim berdaulat bersatu dalam daulah Islam, meneruskan perjuangan para syuhada yang rela membebaskan Palestina dengan darah mereka.
Maka seharusnya pergerakan kaum muslimin menentang Zionis haruslah bersifat politik, bukan sekadar kemanusiaan belaka. Jika bantuan individu saja bisa menembus borderless, maka persatuan negara pun pasti akan memberikan dampak yang lebih besar lagi.
Nurjannah