
Oleh: Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Linimasanews.id—Darurat kekerasan seksual, itulah yang terjadi di negeri muslim terbesar saat ini. Pelaku kekerasan seksual beragam mulai dari remaja hingga orang tua. Lebih miris lagi pelaku kekerasan seksual adalah anak-anak. Nauzubillah. Seperti yang terjadi di Bekasi, anak usia 8 tahun melakukan pelecehan seksual terhadap balita usia 4,5 tahun. Anak tersebut melakukan aksi bejatnya terinspirasi dari film porno yang ditonton. Kepala dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kota Bekasi, Satya Sriwijayanti mengatakan bahwa kebiasaan tersebut membuat pelaku terinspirasi untuk mempraktikkannya (Kompas.com, 10/06/2025).
Cukup mengagetkan kasus yang menimpa anak bangsa saat ini. Seharusnya mereka duduk di bangku sekolah untuk mengenyam pendidikan demi melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa. Namun faktanya berbanding terbalik, mereka melakukan tindakan asusila yang mencoreng citra bangsa. Berikut penyebab anak-anak menjadi pelaku kekerasan seksual:
Pertama, kurangnya pengawasan dan kontrol dari orang tua. Anak adalah amanah yang Allah berikan kepada kita sebagai orang tua. Orang tua berperan besar dalam menentukan karakter anak. Orang tua harus memiliki ilmu yang cukup dalam mendidik anak. Jika orang tua tidak memiliki ilmu yang cukup bisa dipastikan akan kebingungan dalam mendidik anak, terlebih di akhir zaman ini yang penuh dengan tantangan. Namun, sebenarnya orang tua dengan mudah dapat mengakses ilmu parenting dari sosial media. Dengan kemudahan ini, tidak ada alasan lagi orang tua untuk tidak mencari ilmu dalam mendidik anak.
Namun faktanya banyak orang tua yang “cuek” dengan perkembangan anak-anaknya. Mereka hanya memikirkan kebutuhan pokoknya saja tanpa memperhatikan perkembangan emosionalnya. Akibat dari kurangnya perhatian ini membuat anak melakukan pelarian ke gadget. Mereka terpapar konten-konten negatif salah satunya konten pornografi. Orang tua tidak melakukan pengawasan dan kontrol terhadap tontonan anaknya. Akibatnya anak-anak mereka terpapar konten pornografi. Ketika anak-anak terpapar pornografi mereka ingin melakukan seperti apa yang mereka tonton salah satunya melakukan kekerasan seksual.
Kedua, banjirnya konten pornografi di sosial media. Sosial media adalah salah satu kemajuan teknologi masa kini. Sosial media bak pisau bermata dua. Di satu sisi memberikan dampak positif namun di sisi lain memberikan dampak negatif. Bagi kita pengguna sosial media harus bijak menyikapinya agar apa yang kita tonton di sosial media memberikan manfaat bagi kita sebagai pengguna.
Berita yang cukup miris adalah media sosial kita saat ini banjir dengan konten pornografi. Sebagaimana dilansir Antara, Kementrian Komunikasi dan Digital menyampaikan sebanyak 1.352.401 konten negatif seperti pornografi dan judi online yang beredar di masyarakat. Namun, hal ini berhasil ditangani dalam periode 20 Oktober 2024 hingga Maret 2025 (ANTARAnews, 10/03/2025).
Angka tersebut cukup fantastis. Berapa banyak anak-anak bangsa yang mengakses konten pornografi? Berapa banyak di antara mereka yang sudah terpapar konten pornografi?
Anak-anak yang otaknya terpapar pornografi, mereka cenderung untuk melakukan atau mempraktikkan apa yang dia tonton. Hal ini sangat membahayakan. Mereka tidak pandang bulu lagi, ketika ada teman sepermainannya maka itulah yang akan menjadi sasaran melampiaskan nafsu bejatnya. Sungguh miris sekali kondisi ini.
Ketiga, negara tidak memfilter tayangan media. Negara seharusnya membuat aturan yang ketat terkait dengan konten yang ada di sosial media. Konten-konten negatif atau konter sampah seharusnya mendapatkan filter untuk tidak tayang begitu saja di sosial media. Aturan dan sanksi diberlakukan untuk menyelamatkan anak negeri. Jika tidak ada aturan dan sanksi yang tegas dari negara terkait konten di sosial media maka generasi kita kedepannya akan dirusak oleh sosial media. Seharusnya pemerintah membuat Media berupa ruang edukasi untuk anak-anak. Media ini bermanfaat untuk pendidikan anak-anak.
Keempat, penegakan hukum yang mandul. Sistem yang diterapkan saat ini seolah tidak mampu menyelesaikan permasalah kekerasan seksual yang terjadi. Seharusnya sanksi membuat jera para pelaku sehingga kekerasan seksual terminimalisir. Ini terbukti bahwa sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini mandul. Sistem mandul inilah yang melahirkan generasi cabul.
Butuh tindakan serius dan tegas dari semua pihak agar kasus kekerasan seksual ini terhenti. Keluarga, masyarakat dan negara punya peran yang besar untuk menghentikan laju kekerasan seksual. Namun, jika hari ini masih berharap kepada sistem kapitalisme sekuler untuk memberantas kekerasan seksual, hal ini adalah harapan semu. Terbukti sistem kapitalisme sekuler tak mampu (mandul) menyelesaikan kekerasan seksual di negeri ini. Butuh sistem alternatif agar kasus kekerasan seksual ini terhenti. Sistem ini adalah sistem yang bersumber dari Allah Swt. yaitu sistem Islam.
Sistem Islam Mampu Memberantas Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual dalam bahasa Arab disebut jarimatul jinsiyah. Tindakan ini adalah tindakan, perbuatan, dan perilaku yang bertujuan untuk memenuhi dorongan seksual baik antara pria dengan wanita, sesama jenis, atau antara manusia dengan hewan. Semua ini dalam pandangan Islam termasuk kekerasan seksual yang diharamkan Allah Swt. (Dr. Ali al Hawat, Al-Jarimah Al- Jinsiyah).
Dalam sistem Islam, penjagaan generasi dari kekerasan seksual dari hulu hingga hilir. Berikut cara sistem Islam menjaga generasi dari ancaman kekerasan seksual:
1. Penanaman fondasi yang kuat untuk generasi. Imam Ghazali berkata agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa fondasi akan runtuh. Sedangkan sesuatu tanpa kekuasaan pasti hilang. Akidah merupakan fondasi yang kuat bagi generasi. Selain generasi, akidah juga fondasi bagi masyarakat dan negara. Halal haram menjadi standar dalam bertingkah laku. Dengan penanaman akidah yang kuat, maka generasi akan menjadi tangguh dan kuat.
2. Negara akan menerapkan pergaulan yang sehat. Negara sebagai pelaksana hukum Islam akan mengontrol ketat penerapan pergaulan pria dan wanita di masyarakat. Larangan khalwat dan ikhtilat akan benar-benar diberlakukan dalam masyarakat. Perempuan tidak diperbolehkan mengumbar auratnya karena ini salah satu pemicu terjadinya kekerasan seksual. Hal ini dilakukan agar pergaulan pria dan wanita tetap terjaga di masyarakat.
3. Kontrol negara yang ketat terhadap media. Barang dan jasa yang diproduksi, dikonsumsi dan distribusikan di masyarakat adalah barang dan jasa yang halal. Media sosial, VCD, situs, tabloid acara TV dan semua barang yang berbau pornografi dilarang keras (haram) beredar di masyarakat. Bagi seseorang yang memproduksi, mengonsumsi, dan mendistribusikan adalah tindakan kriminal.
4. Sanksi tegas bagi pelaku kekerasan seksual. Bagi pelaku yang belum balig seperti kasus di atas, maka Islam tidak menjatuhkan sanksi. Namun, jika tindakan tersebut karena kelalaian orang tua dalam mengontrol anak maka sanksi akan dijatuhkan kepada orang tua pelaku sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Begitulah cara Islam dalam memberantas kekerasan seksual. Pencegahan dari hulu hingga hilir membuat pelaku kekerasan seksual makin jera dan kasus serupa tak akan mudah terjadi.