
Oleh. Siti Komariah ( Freelance Writer)
Linimasanews.id—Jalan rusak masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah Indonesia. Pasalnya, masih banyak jalan rusak hingga puluhan tahun tidak tersentuh oleh pembangunan. Baru-baru ini, tersebar video di media sosial warga di Kecamatan Tongkuno Selatan, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) meminta bantuan kepada Presiden Prabowo Subianto perihal perbaikan jalan.
Warga mengeluh kondisi jalan di kecamatan tersebut rusak parah dan tidak tersentuh perbaikan selama 50 tahun, padahal jalan tersebut merupakan jalan penghubung dari Kecamatan Tongkuno ke Kecamatan Bone. Warga menyampaikan bahwa pemerintah daerah tidak adil karena desa mereka terus diabaikan. Tidak hanya itu, warga juga menyinggung tentang pajak. Puluhan tahun mereka membayar pajak, tetapi nasib jalan mereka masih rusak, terabaikan sampai hari ini (Kendariinfo.com, 14–06–2025).
PR Besar Pemerintah
Sejatinya jalan merupakan salah satu kebutuhan vital masyarakat karena merupakan sarana berputarnya roda perekonomian. Ketika jalan penghubung antarkecamatan rusak ataupun terputus, pasti akan berdampak pada perekonomian warga. Tidak hanya menghambat perekonomian, tetapi juga kerap menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas yang berujung pada hilangnya nyawa.
Namun, hingga kini problem jalan belum terselesaikan. Masih banyak jalan di berbagai daerah, mulai dari pelosok hingga kota rusak, bahkan belum tersentuh perbaikan hingga puluhan tahun. Menurut Kementerian PUPR, pada 2024, kondisi jalan di Indonesia mengalami kerusakan ringan sekitar 13,61% dan yang mengalami kerusakan berat sekitar 2,26%.
Kondisi ini harusnya membuat pemerintah segera melakukan perbaikan, apalagi Indonesia dikenal sebagai negeri penghasil aspal terbaik dan terbesar di dunia. Lantas, apa yang menjadi problem ini tidak kunjung teratasi?
Ironi Negeri Penghasil Aspal
Indonesia merupakan salah satu negeri dengan sumber daya alam yang melimpah, termasuk aspal. Bahkan, Indonesia menjadi produsen aspal kedua di dunia setelah Venezuela. Deposit aspal alam di Buton, Sulawesi Tenggara, diperkirakan mencapai 650 juta ton dan disebut-sebut bisa memenuhi cadangan kebutuhan nasional hingga 100–200 tahun ke depan.
Hanya saja, sumber daya alam yang begitu melimpah nyatanya tidak berdampak signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Aspal di Buton yang digadang-gadang bisa memenuhi kebutuhan nasional hingga 100–200 tahun ke depan, hanya sebuah ilusi. Masyarakat terus dihadapkan kondisi jalan yang rusak dan kerap kali menyebabkan kecelakaan.
Kondisi ini sejatinya wajar terjadi dalam sistem kapitalisme demokrasi yang tidak memiliki aturan secara jelas terkait kepemilikan. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, siapa yang memiliki modal, mereka bisa menguasai SDA, salah satunya aspal. Ketika SDA telah dikuasai oleh oligarki, prioritas utama bukan lagi kemaslahatan rakyat, melainkan sekadar keuntungan. Oleh karenanya, tidak heran SDA yang melimpah tidak dinikmati oleh masyarakat.
Tidak hanya itu, dalam sistem kapitalisme, pajak dijadikan sebagai sumber pemasukan negara yang dalihnya untuk kesejahteraan. Namun, fakta, pemasukan dari pajak juga tidak menyentuh kemaslahatan rakyat. Rakyat justru terbebani pungutan pajak yang tanpa pandang bulu.
Sistem kapitalisme juga membuat negara tidak lagi berjalan pada fungsinya. Bahkan, keberadaan negara bukan lagi menjadi pengurus urusan rakyat, melainkan sebagai agen bisnis. Masyarakat terus berada pada penderitaan karena sistem rusak ini.
Islam Memperhatikan Jalan
Sejatinya, solusi untuk jalan rusak hanya ada dalam penerapan Islam secara kafah dalam sendi kehidupan umat manusia. Islam memandang jalan merupakan salah satu infrastruktur yang sangat penting. Pembangunan jalan juga merupakan tanggung jawab negara.
Oleh karenanya, seorang khalifah akan sangat memprioritaskan pembangunan infrastruktur jalan yang mendesak dan menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Apalagi jika pembangunan infrastruktur tersebut ditunda bisa menyebabkan banyak dampak negatif bagi masyarakat, atau sampai menyebabkan kecelakaan hingga menghilangkan nyawa. Hal ini jelas akan membuat khalifah khawatir akan pertanggungjawaban kepemimpinannya di hadapan Allah kelak. Sebab, Rasulullah bersabda, “Imam/Khalifah adalah penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR. Muslim)
Perhatian khalifah pada jalan tampak pada masa Kekhalifahan Umar bin Al-Khattab. Khalifah Umar merasa gelisah dan khawatir ketika mendengar ada jalan rusak di Irak. Khalifah Umar berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya Allah nanti, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’.”
Dalam perkataan Khalifah Umar sangat jelas bahwa jalan adalah prioritas utama bagi seorang pemimpin, apalagi jika jalan tersebut bisa membuat hilangnya nyawa manusia. Khalifah Umar sangat memperhatikan kondisi jalan yang rusak, bahkan jika ada binatang terperosok karena jalan rusak tersebut, ia takut akan pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
Terkait SDA, Islam memandang SDA merupakan harta milik umum yang dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat. Tidak boleh, SDA, seperti aspal dikuasai oleh oligarki atau segelintir orang apalagi asing. Hasil pengelolaan SDA tersebut harus disebar ke seluruhan negeri untuk kemaslahatan rakyat.
Oleh karenanya, ketika Indonesia menerapkan Islam, aspal di Buton yang berlimpah akan digunakan untuk membangun akses jalan di berbagai daerah, baik di kota maupun pelosok desa. Khilafah akan memastikan bahwa tidak ada jalan yang rusak hingga berdampak negatif.
Khatimah
Sejatinya, permasalahan jalan rusak tidak akan tuntas dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sebab prioritas dalam sistem ini bukanlah kemaslahatan rakyat, melainkan keuntungan. Ini berbeda dengan Islam yang menjadikan kemaslahatan rakyat sebagai prioritas dalam kepemimpinan sehingga sarana publik menjadi tanggung jawab negara dan akan ditunaikan dengan sempurna.