
Oleh: Nur Afni
Linimasanews.id—Indonesia adalah negara kepulauan. Sekitar 17.000 pulau membentang dari Sabang hingga Merauke, menjadikannya negara kepulauan terbesar di dunia. Lantas, hak siapakah ribuan pulau tersebut?
Sementara diketahui, baru-baru ini terjadi polemik kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara (Sumut). Diduga, potensi cadangan migas di empat pulau itu menjadi alasan utama bagi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengalihkan batas wilayah dari Aceh menjadi Sumut (CNNIndonesia, 14/6/2025).
Diketahui, wilayah Aceh merupakan otonomi daerah atau memiliki status ekonomi khusus berdasarkan Perjanjian Helsinki pada tahun 2005, kesepakatan damai antara pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka(GAM) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak di Finlandia. Otonomi daerah inilah yang membuat Aceh berkuasa penuh terhadap seluruh sumber daya alam yang ada di wilayahnya.
Sejatinya, otonomi daerah (Otda) adalah sistem pemerintahan daerah yang lahir dari bentukan kapitalisme sekuler, sistem yang diemban oleh hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sistem ini menimbulkan berbagai problematika kehidupan masyarakat. Sistem kapitalisme berasaskan pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Inilah yang memberlakukan 4 kebebasan kepada masyarakat/individu, salah satunya kebebasan kepemilikan. Akibatnya, sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak mutlak seluruh rakyat, malah menjadi rebutan.
Masyarakat harus menyadari bahwa sistem kapitalisme sekuler telah terbukti gagal dalam menyejahterakan masyarakat. Padahal, sumber daya alam harusnya adalah hak mutlak milik rakyat, bukan hak penguasa.
Dalam Islam, ada harta yang tidak boleh dimiliki dan dikuasai individu, swasta, atau segelintir pihak tertentu. Jenis harta ini terkategori dalam kepemilikan umum, salah satunya, pulau dan sumber daya alam. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud)
Dalam sistem Islam, penguasa berperan sebagai junnah (penjaga) dan ra’in (pengurus) urusan rakyat. Sistem Islam memandang masyarakat secara global, bukan individualis seperti sistem kapitalisme saat ini. Sumber daya alam yang ada akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan didistribusikan untuk kepentingan rakyat.
Karena itu, masyarakat juga harus menyadari bahwa hanya ada satu solusi dari seluruh problematika kehidupan umat saat ini, yaitu dengan menegakkan kembali sistem Islam di muka bumi ini, dalam bingkai khilafah Islamiyyah. Apalagi, sejarah membuktikan bahwa kaum muslimin hidup sejahtera di bawah naungan khilafah Islamiyah selama 13 abad. Kegemilangan pun diperoleh kaum muslimin di berbagai aspek kehidupan.