
Oleh: Alhizaq Genshin
Linimasanews.id—Dunia kembali berguncang. Entitas Yahudi, entitas penjajah yang selama ini bercokol di tanah Palestina, melancarkan operasi brutal berjudul Rising Lion, tepatnya pada 13 Juni 2025. Di mana dia menargetkan lebih dari 100 tempat strategis di Iran, mulai dari fasilitas nuklir di Natanz, Isfahan, dan Terehan, serta Markas Militer utama dan pusat Penelitian teknologi tinggi. Serangan itu tak main-main, ilmuwan-ilmuwan Iran berguguran, termasuk Ali Bakhoy Karimi dan para pakar lainnya. Yahudi ingin melumpuhkan Iran, membungkam kekuatan yang selama ini disebut-sebut sebagai ancaman serius bagi dominasi mereka di Timur Tengah.
Iran tentunya tak tinggal diam. Dalam hitungan jam, serangan balasan bernama Operation True Promise menggelegar. Hingga 20 Juni 2025, sekitar 400 rudal balistik dan drone telah menghujani jantung Yahudi, Tel Aviv dan sekitarnya. Meskipun sebagian rudal berhasil dipatahkan oleh Iron Dome, sebagian lainnya tetap menembus, menyebabkan 24 orang tewas, serta melukai ratusan orang.
Konflik ini tak hanya adu kekuatan militer. Ini adalah letusan dendam sejarah yang panjang. Sejak Revolusi Islam Iran 1979, hubungan kedua pihak bagai air dan Namun Sebelum revolusi, ketika Iran dibawah naungan Shah Mohammad Reza Pahlevi, Iran menjalin hubungan dekat dengan Entitas Yahudi,Namun setelah khomeini mengambil alih kekuasaan ia pun memutus total relasi dengan Yahudi dan menegaskan musuhnya bukan Amerika, bukan Eropa, tapi entitas terkutuk bernama Israel. Iran bahkan menjuluki Yahudi sebagai ”Iblis Kecil.”
Namun, peperangan bukan hanya frontal. Ini juga perang proksi. Iran yang aktif menopang Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, serta milisi-milisi Syiah di Irak dan Yaman sebagai alat melawan Yahudi secara tidak langsung.Yahudi pun membalas dengan serangan intelejen, termasuk serangan udara rutin ke Suriah yang dianggap sebagai Syiah yang menghubungkan Iran ke Mediterania melalui Irak, Suriah serta Lebanon.
Di atas semua itu, ada satu kata kunci yaitu nuklir. Program nuklir Iran dianggap ancaman nyata bagi Yahudi serta Amerika. Iran memang berdalih untuk energi damai, tapi dunia tahu, di balik uranium 60% itu tersimpan ketakutan zionis terhadap kekuatan Islam yang bangkit sewaktu-waktu.
Perang Gaza sejak 2023 turut memperkeruh situasi. Serangan roket intensif ke wilayah Utara insentitas Yahudi dari Hizbullah, yang menyebabkan tewasnya puluhan warga sipil dan para IDF, serta merapuhkan beberapa bangunan,Disisi lain Gangguan Houthi di Laut Merah yang mengacaukan jalur perdagangan, semua membuat Yahudi semakin kehilangan akal. Mereka butuh kambing hitam—dan Iran jadi sasarannya.
Di Balik Bayang-Bayang Amerika
Tentu saja, Yahudi tak mungkin sebrutal itu tanpa restu dari majikan sejatinya: Amerika Serikat. Pernyataan Presiden Donald Trump pasca serangan Yahudi ke Iran bukan basa-basi. Dengan pongah, ia menyebut serangan itu sebagai “serangan Sangat sukses.” (Espos.id, 22/6/2025).
Presiden Donald Trump juga menyatakan ”Kami tentu saja mendukung, jelas,dan mendukungnya seperti belum pernah ada yang mendukung sebelumnya. Iran seharusnya mendengarkan saya ketika memperingatkan mereka 60 hari sebelumnya dan hari ini adalah hari ke- 61”. Ia juga mendesak supaya Iran segera mengambil langkah diplomatik. Amerika bukan sekadar menyokong moral. Mereka menyuplai senjata, mengawal diplomasi di PBB, bahkan menjadi sponsor utama kejahatan Yahudi atas umat Islam. Dunia hari ini dipaksa tunduk kepada satu aturan main yaitu siapa yang membela Palestina, dialah musuh Amerika dan antek-anteknya.
Harapan yang Masih Menyala
Serangan Iran kemarin cukup mengegerkan insentitas Yahudi. Memberikan sedikit Harapan bahwa umat Islam mampu memberikan simbol perlawanan. Ibarat obor kecil di tengah malam yang kelam, api itu menunjukkan bahwa umat Islam bisa melawan. Tapi apakah itu cukup? Jelas tidak.
Ironisnya, ketika pesawat tempur Yahudi melintasi langit negeri-negeri kaum muslim seperti Suriah, Irak, bahkan Mesir, penguasanya hanya bisa duduk manis. Seolah-olah langit itu milik Yahudi. Pesawat-pesawat itu melintas di wilayah mereka, menghancurkan dan melakukan pembunuhan di Iran Tidak ada satu peluru pun yang dilepaskan untuk menghalangi. Seolah-olah kehormatan umat Islam dijual murah demi kursi kekuasaan.
Yahudi yang menyerang Iran, sebelumnya juga telah mengobrak-abrik Gaza, Lebanon, dan melakukan penangkapan di Suriah. Ini adalah tanda bahwa Yahudi tidak akan berhenti menyerang Islam sebelum Islam lenyap eksistensinya.
Sementara itu, entitas Yahudi mendapatkan sokongan penuh dari AS yang terang-terangan menjadi dalang sekaligus pemasok senjata paling mutakhir. Bukankah dunia telah muak dengan sandiwara imperialisme Amerika?
Sekularisme dan Nasionalisme, Biang Lunturnya Solidaritas Umat
Jika kita melihat Sejarah masa lalu, selama ratusan tahun sejak Islam menguasai Jazirah Arab dan Mesir, wilayah itu bersatu dibawah kekuasaan Khilafah Islam hingga keruntuhan pada 1924. Perang dunia l telah memisahkan Timur Tengah dari kekhalifahan, lalu muncullah negara bangsa atas dasar nasionalisme. Nasionalisme menyebabkan kaum muslim lebih terikat dengan bangsanya sendiri daripada negeri Islam lainnya.
Padahal musuh yang kita hadapi ialah Zionis Yahudi, tetapi yang terjadi malah para penguasa negeri muslim sibuk memelihara kepentingan lokal. Iran berjuang sendirian, Mesir bungkam, Turki pasif, dan Arab Saudi sibuk berdamai dengan Zionis. Palestina terus berdarah dan kita hanya bisa diam membisu.
Inilah bukti bahwa nasionalisme hanyalah alat barat untuk memecah-belah umat Islam. Umat dibuat sibuk dengan urusan negerinya, dibuat lemah oleh inflasi,krisis energi, dan keterpurukan ekonomi. Sementara Yahudi terus membangun kekuatan dengan sokongan penuh AS dan sekutunya.
Saatnya Menyatukan Umat Islam
Iran semestinya membangun kekuatan militer, termasuk nuklir, tanpa tunduk pada tekanan negara-negara Barat. Namun, Iran tidak bisa bergerak sendiri. Umat Islam tentunya yang wajib membangun kekuatan agar menjadi negara super power, jikalau musuh punya senjata mematikan umat Islam harus lebih kuat lagi agar musuh-musuh Allah ciut nyalinya, Allah sendiri yang memerintahkan. “Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi… agar dengannya kalian menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian ….” (QS Al-Anfal: 60)
Sejarah telah membuktikan, bahwasanya kekuatan militer umat Islam bukan untuk menjajah ataupun menjarah. Tapi untuk membebaskan negeri-negeri dari penjajahan, lalu diatur dengan Islam agar rakyatnya hidup dengan keadilan serta kemuliaan. Oleh karena itu, umat Islam butuh visi yang besar yaitu dakwah Islam harus tersebar di seluruh dunia. Caranya ialah dengan jihad.
Namun demikian, jihad tak akan berjalan tanpa mempersatukan umat dalam satu kepemimpinan tunggal dalam sistem Islam terlebih dahulu. Hanya sistem Islam yang mampu menyatukan kaum muslim di seluruh dunia, menyusun kekuatan dan menghadapi musuh. Pemimpin (khalifah) itulah yang akan memimpin umat menghadapi Yahudi sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Hari kiamat tidak akan terjadi hingga kaum muslim memerangi Yahudi.” (HR.Muslim)
konflik Iran-Yahudi saat ini harus menyadarkan kita bahwa perjuangan menegakkan sistem Islam bukan pilihan, tetapi ialah kewajiban. Umat ini harus kembali menjadi negara adidaya seperti dulu agar mampu menghancurkan penjajah Yahudi dan membebaskan Palestina.
Sebagaimana janji Allah, “Dan pada hari itu bergembiralah orang-orang beriman karena pertolongan Allah.” (QS Ar-Rum: 4-5)
Wallahualam bisawab.