
Oleh: Eni Yulika
Linimasanews.id—Sungguh memprihatinkan. Makin hari makin banyak sorang yang mengalami depresi di era ini. Orang tua sampai anak-anak mengalami depresi dengan sebab beraneka ragam. Tidak sedikit yang menjadi gila, bahkan bunuh diri.
Seperti kasus baru-baru ini. Dikutip dari Tempo.co (03/07/2025), Tim SAR Gabungan berhasil menemukan jenazah mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, yang sebelumnya dilaporkan hilang usai melompat dari Jembatan Jurug, Sungai Bengawan Solo, Surakarta, pada Selasa, 1 Juli 2025. Mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini diketahui sebelumnya mengalami gangguan kejiwaan dan telah berulang kali melakukan percobaan bunuh diri.
Bunuh diri adalah aktivitas mengakhiri hidup yang biasanya merupakan hasil dari kompleksnya masalah emosional, sosial, dan mental dan akhirnya menjadi depresi. Para ahli percaya bahwa secara umum seseorang yang melakukan bunuh diri telah mengalami depresi sebelumnya. Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional, jumlah kasus bunuh diri di Indonesia 2012–2023 sebesar 2.112 kasus, dan 985 kasus di antaranya terjadi pada remaja atau sekitar 46,63% dari total kasus.
Pada 2017, WHO mengungkapkan 3,9% dari 8.899 remaja Indonesia pernah melakukan percobaan bunuh diri. Percobaan tersebut setidaknya dilakukan sekali selama 12 bulan terakhir saat survei tersebut dilakukan. Lima tahun kemudian, pada 2022, Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) melaporkan satu dari tiga remaja (34,9%) atau setara 15,5 juta remaja bermasalah kesehatan mentalnya dalam 12 bulan terakhir. Selain itu, satu dari 20 remaja (5,5%) atau setara 2,45 juta memiliki setidaknya satu gangguan mental dalam periode yang sama.
Kemudian pada 2023, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menyebutkan, prevalensi penduduk dengan gejala depresi tertinggi terjadi pada usia 15–24 tahun. Sebanyak 1% remaja depresi; 3,7% kecemasan; 0,9% post traumatic syndrome disorder (PTSD); dan 0,5% attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD).
Hal ini perlu segera mendapat penanganan serius. Peneliti di BRIN Yurika Fauzia Ramadhani mengatakan, bunuh diri di kalangan remaja tahun 2012-2023 terjadi karena tekanan akademis, sosial, harapan-harapan tinggi untuk lebih berprestasi dan berkompeten di bidang akademi, perubahan hormon, emosi, permasalahan keluarga, makin banyak bullying, cyber bullying, pengaruh media informasi bebas, masalah identitas diri, dan kurangnya akses sumber dukungan kepada para remaja. Sementara di kalangan lansia dan manula, terjadi karena gangguan kesehatan mental, rasa kesepian, penyakit menahun, dan akses meminta pertolongan terhambat.
Jika dilihat, begitu mudah seseorang memilih cara singkat mengakhiri hidup ini tidak lepas dari peran keluarga, masyarakat dan negara. Hari ini banyak keluarga yang broken home. Remaja tidak mendapatkan pendidikan agama yang mampu menguatkan keimanannya hingga menjadi remaja yang rapuh.
Begitu pula di masyarakat, individualis dan tidak ada kepekaan sosial. Anggota masyarakat sibuk memenuhi kebutuhan hidup, angka kemiskinan dan tekanan hidup tinggi. Negara juga turut andil menciptakan sistem yang buruk, tidak memberikan suasana aman, damai, dan penuh perlindungan. Semua ini membutuhkan solusi yang tepat.
Jika melihat sistem Islam yang pernah diterapkan sebelumnya, kasus bunuh diri jarang sekali dijumpai apalagi sampai merebak seperti saat ini. Ketika Islam berjaya lebih dari 13 abad itu, akidah Islam menjadi landasan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Masyarakat dididik dengan sistem pendidikan Islam, negara membangun keimanan yang tinggi. Individu masyarakat takut akan adanya hari penghisaban. Mereka memahami, orang yang bunuh diri tidak akan masuk ke dalam surga, sebaliknya menjadi bahan bakar api neraka.
Kehidupan masyarakat pun aman, damai sekalipun beraneka ragam. Tidak ada diskriminasi. Angka kemiskinan juga rendah. Karena itu, tidak ada tekanan hidup yang tinggi dan masyarakat merasa diperhatikan oleh negara. Selain itu, sanksi tegas juga membuat masyarakat merasa aman. Semua itu dilakukan negara karena perintah Allah Swt. Para penguasa diperintahkan Allah agar mereka memberikan perlindungan terhadap agama (hifzh al-din), jiwa (hifzh al-nafs), akal (hifzh al-aql), keturunan (hifzh al-nasl), dan harta (hifzh al-mal).
Lima hak dasar masyarakat itu bisa terpenuhi ketika sistem Islam diterapkan secara sempurna, tidak sebagian saja. Sistem Islam akan meminimalisasi bahkan menghilangkan kasus bunuh diri. Dengan sistem Islam akan terwujud peradaban mulia untuk kehidupan generasi yang akan datang.