
Suara Pembaca
Pernyataan Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, yang menyebutkan bahwa Kota Bogor siap menjadi salah satu dari 33 lokasi pembangunan fasilitas Waste to Energy (WtE). Sebagaimana disampaikan kepada media bogor.tribunnews.com pada 24 Juni 2025, patut diapresiasi. Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Sampah 2025 bersama KLH/BPLH, Bogor menunjukkan komitmennya untuk mengubah masalah menjadi solusi sampah menjadi energi.
Namun, pertanyaan mendasar yang perlu diajukan adalah apakah proyek ini benar-benar akan menjadi solusi jangka panjang, atau sekadar proyek tambal sulam dari sistem yang telah rusak sejak lama? Kenyataannya, upaya seperti ini justru baru muncul ketika masyarakat telah bertahun-tahun merasakan dampak buruk dari kelalaian pemerintah dalam mengelola sampah seperti banjir yang terus berulang, pencemaran air dan tanah, krisis air bersih, hingga kualitas udara yang semakin memburuk. Semua ini adalah akumulasi dari kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat serta lambatnya respons terhadap persoalan ini.
Mengapa pengelolaan sampah di Indonesia begitu terpuruk? Terdapat beberapa alasan hal ini terjadi, di antaranya:
1. Sistem kapitalisme yang dianut negara ini tidak menempatkan persoalan sampah sebagai prioritas. Pemerintah hanya fokus pada hal-hal yang bernilai ekonomis tinggi bagi para penguasa dan pemilik modal, sementara urusan sampah dianggap sebagai beban, bukan tanggung jawab.
2. Alokasi anggaran pengelolaan sampah sangat minim. Proyek-proyek seperti WtE pun diserahkan pada swasta, pada akhirnya akan membebani masyarakat melalui pungutan dan biaya tambahan.
3. Korupsi yang merajalela menyebabkan banyak program pengelolaan sampah gagal berfungsi.
Dari hal-hal tersebut, jelas bahwa sistem kapitalisme adalah sumber utama dari bobroknya pengelolaan sampah di Indonesia—sebuah sistem yang menomorduakan kepentingan rakyat dan membiarkan kerusakan lingkungan terus terjadi demi keuntungan segelintir pemilik modal.
Berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan dalam bingkai Khilafah. Dalam sistem ini, pengelolaan sampah adalah tanggung jawab penuh negara. Khalifah sebagai pemimpin umat akan memastikan seluruh rakyat mendapatkan pelayanan maksimal, termasuk kebersihan dan lingkungan, tanpa memungut biaya tambahan dari masyarakat. Negara akan mengelola sampah secara profesional, terencana, dan berkesinambungan karena itu adalah amanah yang harus dijalankan.
Oleh karena itu, solusi sejati terletak pada perubahan sistemis. Sudah saatnya masyarakat menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Hanya Khilafah yang mampu mengatasi segala permasalahan secara menyeluruh, termasuk masalah sampah.
Safa