
Oleh: Neti Ernawati (Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Tidak ada lagi sebutan yang pantas disematkan pada zionis Israel selain kata biadab. Krisis moral sudah terjadi sangat parah di Palestina tanpa ada pihak yang benar-benar memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Nyawa menjadi tak berharga dan siap melayang kapan saja, di ujung senapan, dan dentuman serangan udara.
Dunia bungkam. Lembaga-lembaga dunia yang siang malam meneriakkan hak asasi manusia tak mampu menghalangi pembantaian masal di Gaza. Rakyat Palestina yang datang mengantre bantuan demi menyambung hidup justru datang mengakhiri hidup.
Sejak kekerasan yang terjadi pada 30 Juni lalu, sedikitnya telah ada 68 warga Palestina yang tewas. Pusat distribusi bantuan makanan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) di utara Rafah, menjadi tempat penembakan. Korban berjatuhan ketika mendekati lokasi bantuan. Terhitung, lebih dari 580 warga Palestina tewas, sementara 4.000 lainnya terluka, sejak adanya pengelolaan bantuan akhir Mei lalu (cnbcindonesia.com, 30/06/25).
Bantuan Makanan: Perangkap Kematian
Gaza Humanitarian Foundation (GHF) tengah menjadi sorotan. Pasalnya, tempat pendistribusian bantuan untuk warga Palestina di Rafah ini kerap menjadi target serangan Zionis Israel. Hal ini pun dihubung-hubungkan dengan pendukung diinisiasi nya lembaga tersebut. Sebagaimana diketahui, keberadaan GHF tidak luput dari adanya dukungan Israel dan Amerika Serikat. Wajar apabila kemudian muncul asumsi publik, bantuan kemanusiaan ini justru menjadi perangkap kematian.
Amerika Serikat seolah membawa madu bersamaan dengan racun. Di satu sisi, mereka menjadi malaikat di tengah keputusasaan warga Palestina yang kelaparan. Namun bersamaan dengan itu, mereka biarkan warga Palestina meregang nyawa di depan mata.
Rakyat Palestina tak punya pilihan. Mereka kini bagaikan Ikan dalam kolam yang airnya dikeringkan. Hanya menunggu waktu hingga satu persatu meminang sahid. Tanpa ada saudara dari negeri-negeri muslim yang mampu memberi pertolongan.
Penguasa Muslim yang Diam
Ketidakberdayaan umat muslim di dunia dalam memberikan bantuan kepada rakyat Palestina dilatarbelakangi oleh pemimpin negeri muslim yang tunduk pada kuasa negara adidaya, yaitu Amerika dan sekutunya. Pemimpin negeri muslim justru bergandengan tangan dengan Zionis, dan bungkam atas kejahatan yang dilakukan Zionis kepada Palestina.
Keserakahan telah membuat mereka mengaburkan dan melupakan akar permasalahan Palestina. Ikatan persaudaraan umat Islam hanya muncul pada momen-momen tertentu saja. Persatuan hanya sebagai wacana tanpa aksi nyata. Ketika rakyat Palestina mengerang, menangis pilu, dan berteriak histeris, pemimpin negeri muslim justru duduk bahagia dalam jamuan istimewa.
Meski rakyat terus bergerak dan menunjukkan pembelaan, tetap saja tak membuahkan tindakan yang mampu menghentikan genosida. Hanya negara yang memiliki otoritas untuk melakukan pergerakan besar dalam membebaskan Palestina. Satu orang hanyalah sebatang lidi, yang akan mengalami kesulitan untuk menepuk lalat. Butuh satu ikatan sapu lidi untuk mampu bergerak bersama menepuk puluhan lalat.
Rakyat beserta penguasa negeri muslim haruslah memiliki tekad dan tujuan yang sama sehingga mampu memberikan pertolongan pada Palestina. Diperlukan pemimpin yang memiliki kesadaran dan cita-cita yang sama terhadap Palestina, bukan pemimpin yang tunduk dan patuh pada Zionis dalam upaya membela Palestina. Penguasa negeri muslim harus disadarkan kembali arti Palestina, dan pentingnya memperjuangkan Palestina.
Menyadarkan Urgensi Persatuan Umat
Upaya penyadaran umat dan pemimpin muslim terhadap urgensi persatuan umat Islam harus terus digaungkan oleh kaum muslim yang sudah sadar terutama oleh para pengemban dakwah. Pengemban dakwah harus menguatkan dan meningkatkan usahanya agar semakin banyak umat yang sadar yang kemudian memberikan dukungan bagi terwujudnya persatuan umat. Sehingga umat akan terus bergerak dan menuntut penguasa mereka agar kembali kepada tuntunan islam dalam menyelesaikan permasalahan Palestina.
Tahapan ini merupakan perjuangan yang panjang, dan melelahkan. Namun, umat tidak boleh lupa, bahwa Allah melarang keputusasaan. Allah berfirman dalam Qur’an surat Al-Insyirah ayat 5 dan 6, yang artinya, “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
Merujuk pada ayat ini, Allah melarang umat berputus asa, karena bersama datangnya kesulitan, datang pula kemudahan. Umat juga harus meyakini bisyaroh Rasulullah tentang terbebasnya Palestina. Kecintaan dan keimanan kepada Rasulullah akan menjadi pendorong kepada keyakinan terhadap bisyaroh Rasul. Hal yang diperlukan umat hanyalah yakin, sami’na wa atho’na terhadap tuntunan dakwah, thoriqoh dakwah Rasulullah, hingga terbebasnya Palestina melalui jihad dan tegaknya Khilafah.
Para pengemban dakwah dituntut untuk terus bersuara, menyebarkan opini umum tentang solusi hakiki persoalan Palestina yang dilandasi dengan kesadaran umum. Kemudian merekrut umat ke dalam barisan untuk pembinaan menuju jalan yang sudah ditempuh Rasulullah saw. Hingga sampai pada penegakan hukum Allah sebagai sarana untuk melangsungkan Kembali kehidupan Islam, dengan tegaknya Khilafah.
Para pengemban dakwah harus bertahan dalam keistikamahan untuk berdakwah sesuai thariqah Rasulullah saw. Meningkatkan kemampuan verbal maupun intelektual agar semakin mahir dan lancar kemampuannya dalam membangun kesadaran umat. Juga menguatkan hubungan dengan Allah agar segera mendapat pertolongan dari Allah.