
Oleh Mulyaningsih
(Pemerhati Masalah Anak & Keluarga)
Linimasanews.id—Pahlawan tanpa tanda jasa, gelar itu benar-benar mewakili dan mendeskripsikan sosok pendidik di negeri ini. Bekerja ikhlas, sabar, dan berharap semoga anak didik menjadi sukses dan dapat memanfaatkan ilmu yang sudah diberikan. Itulah setidaknya gambaran seorang guru alias pendidik. Tugasnya begitu mulia dan luar biasa. Namun, fakta mencengangkan kembali hadir dalam kehidupan seorang guru. Tunjangan Tugas Tambahan (TUTA) dikabarkan akan dihapus dari APBD Banten 2025. Tentunya hal tersebut memunculkan kekhawatiran serta kegelisahan di kalangan pendidik.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, mengatakan pencoretan anggaran TUTA berdasarkan pada regulasi pusat. Pertama adalah Permendikbud RI Nomor 15 Tahun 2018 dan kedua Kepmendikbudristek Nomor 495/M/2024. Di dalamnya disebutkan tugas tambahan adalah bagian dari tanggung jawab guru, sehingga tidak seharusnya menerima tunjangan tambahan. Beliau menambahkan, pencoretan ini bagian efisiensi belanja negara. Hal tersebut sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 (mediabanten.com, 28/06/2025)
Berkaca pada kondisi sebenarnya tentang seorang pendidik, maka tal lepas dari kata ‘kurang sejahtera’. Jika dihitung secara matematika, maka rasanya dengan gaji yang tak seberapa itu, belum mampu membawa taraf hidup guru menjadi lebih tinggi. Sebagaimana yang diberitakan pada media detik.com (11-05-2025), anggota Komisi X DPR RI, Juliyatmono mengatakan bahwa gaji ideal guru di negeri ini seharusnya dua puluh lima juta per bulan. Angka tersebut mungkin sepadan untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta memotivasi pendidik.
Alokasi 20% dari APBN untuk dana pendidikan nyatanya masih belum optimal. Penyebabnya adalah masih belum fokus terhadap perbaikan taraf hidup seluruh pendidik. Didapatkan data dari Kemendikbudristek 2024 bahwa penghasilan guru PNS golongan III rata-rata hanya dikisaran empat sampai tujuh juta per bulan. Yang lebih mencengangkan, ternyata gaji guru honorer jauh di bawah UMR. (cnbcindonesia.com, 09/05/2025).
Korban Kapitalis
Melihat pada realita yang ada, bahwa penghapusan TUTA tidak sekadar kata efisiensi anggaran saja. Hal tersebut diduga kuat merujuk pada problem yang dihasilkan dari sistem ini. Dan guru tentunya menjadi salah satu korban dari penerapan sistem yang tak menghargai sisi pendidikan. Padahal pendidikan ini adalah gerbang utama untuk mencetak generasi unggul dan tangguh.
Bagaimana generasi akan tumbuh dengan baik, mempunyai adab tinggi, dan ahli di bidangnya jika gurunya saja tidak diperhatikan oleh negara? Maka amat wajar jika akhirnya pendidikan berjalan dengan ala kadarnya saja. Pendidik hanya bisa mentransfer ilmu semata kepada seluruh anak didik. Tak mampu lagi untuk memberikan contoh dan pengecekan terhadap kepahaman individu per individu anak.
Termasuk pengecekan kepada adab yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Karena guru sendiri sibuk dengan urusan pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Karena gaji yang alasan kadarnya tadi, ditambah beban hidup yang makin mencekik, akhirnya dengan terpaksa mencari tambahan penghasilan. Belum lagi jika kondisi terdesak, maka mau tak mau mereka akhirnya meminta bantuan ke pinjol. Inilah gambaran sesungguhnya yang dialami oleh hampir seluruh tenaga pendidik. Akankah negara hanya berdiam diri melihat fakta yang begitu pelik ini?
Semua gambaran di atas, kembali lagi berasal dari sistem yang diterapkan saat ini. Kapitalis membawa sektor pendidikan hanya tertuju pada transfer materi semata. Tanpa adanya perhatian lebih kepada para pendidik. Apakah mereka sudah sejahtera atau belum? Hal tersebut tak menjadi hal penting yang diurus oleh negara. Yang terpenting, ketika sudah berjalan transfer ilmu tadi, maka dianggap pendidikan berhasil dan mampu mencetak generasi unggul.
Padahal hal ini menjadi pemantik pada kondisi-kondisi selanjutnya. Bayangkan saja, jika sebagian besar anak didik hanya paham ilmu tanpa didasari adab atau bahkan akidah yang kuat maka kejadian di luar pikiran kita tentu akan mencuat ke permukaan. Apakah itu? Budaya-budaya korupsi dan jenisnya, tentu akan merebak. Dan bisa jadi, kondisinya akan lebih parah dan sengkarut. Mau dibawa kemana negara ini jika hasil cetakan generasi seperti itu?
Pandangan Sistem Ilahi
Kondisi di atas tentunya akan jauh berbeda manakala Islam diterapkan dalam kehidupan manusia. Islam sebagai agama yang mempunyai aturan komplek dan sempurna, tentu dapat mengatur seluruh lini kehidupan manusia. Termasuk pula pada sektor pendidikan. Negara akan bertanggung jawab penuh terhadap jalannya proses belajar mengajar. Begitu pula terhadap seluruh fasilitas yang diperlukan serta penunjang akan dipenuhi dengan baik. Gaji pendidik juga menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Dalam Islam, pendidik diberikan upah atau gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut dilakukan agar mereka bisa fokus untuk mencetak generasi tanpa memikirkan beban kehidupan dunia.
Di dalam Islam guru adalah pekerjaan yang paling penting. Karena guru akan membentuk kepribadian siswa sekaligus mendidiknya menjadi sosok yang mampu bermanfaat untuk seluruh manusia. Dengan luar biasanya peran Guru tadi, maka khalifah sebagai kepala negara akan memaksimalkan kesejahteraannya. Termasuk pula ketika ia berhasil mencetak buku (menerbitkan) maka akan dihargai dengan emas. Banyaknya emas yang didapatkan sesuai dengan berat buku.
MasyaAllah, begitu luar biasanya penghargaan yang diberikan oleh Islam dalam hal ini negara Islam kepada para pendidik. Karena semua akan dimintai pertanggungjawabannya maka tentu serius menjadi kunci atas segalanya. Begitu pula dengan khalifah, maka akan dengan serius mengurusi seluruh masalah umatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. bersabda:
“Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkaca pada sejarah, maka kita akan dapati bahwa Guru begitu sejahtera ketika sistem Islam diterapkan di dunia. Pada saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab, gaji guru sebesar 15 dinar. Jika 1dinar setara dengan 4,25 gram emas, maka 15 dinar sama dengan 63.75 gram emas. Jika kita kalkulasi kan dengan harga emas sekarang, anggap saja satu gramnya Rp1.700.000,00 maka gaji Guru saat itu berkisar Rp108.375.000,00. MasyaAllah, angka yang luar biasa. InsyaAllah, dengan begitu nasib para guru akan damai, sejahtera, dan tentunya fokus untuk menjadi pendidik (tidak bercabang).
Alhasil, begitulah gambaran Islam yang begitu luar biasanya menghargai seorang guru. Kesejahteraannua menjadi salah satu hal yang wajib dipenuhi oleh khalifah. Karena Guru merupakan bagian dari umat yang harus dipenuhi juga. Tentunya negara Islam dapat memberikan kesejahteraan kepada seluruh guru tak lain harus ditopang oleh posisi kas atau baitulmal yang kokoh lagi kuat juga. Baitulmal dalam Daulah Islam mempunyai pos pemasukan yang begitu banyak sehingga insyaAllah seluruh keperluan umat mampu terpenuhi darinya.
Termasuk ketika Islam diterapkan, maka Allah akan rida dan keberkahan itu akan datang. Keberkahan yang dimaksud adalah kemudahan dalam pengelolaan, berlimpahnya sumber daya alam, termasuk pula hasil yang ditanam masyarakat, dan yang lainnya. Oleh sebab itulah kunci dari semua adalah penerapan sistem Islam dalam kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya penerapan hukum syarak secara totalitas. Wallahu ‘alam.