
Oleh: Yolanda Anjani, S.Kom. (Aktivis Dakwah)
Linimasanews.id—Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani resmi menunjuk Shopee, Tokopedia, dan platform marketplace lainnya sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) pedagang online (cnnindonesia.com, 14/7/25). Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yangditetapkan mulai berlaku 14 Juli 2025.
Kebijakan ini bertujuan meningkatkan kepatuhan pajak di sektor ekonomi digital yang selama ini sulit diawasi. Kedua, menciptakan keadilan antara pejual offline yang sudah rutin membayar pajak dan penjual online. Ketiga, menambah penerimaan negara, terutama di tengah tren menurunnya pendapatan pajak.
Dengan aturan ini, platform e-commerce akan bertindak sebagai pemotong dan penyetor PPh Pasal 22 langsung ke negara. Pedagang online yang memiliki peredaran bruto atau penghasilan melebihi Rp500 juta per tahun wajib melaporkan surat pernyataan kepada penyelenggara PMSE (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) paling lambat akhir bulan ketika batas tersebut terlampaui.
Solusi Zalim
Semuanya berujung dipungut pajak. Demi menambah pendapatan negara, pedagang online dikenai pajan, bukankah solusi ini sangat zalim? Jelas solusi tersebut bukan menyelesaikan masalah secara tuntas.
Padahal, negeri ini memiliki sumber daya alam yang luar biasa. Mirisnya, para penguasa tidak mengelolanya dengan baik, justru ingin menambah pendapatan negara dengan memeras rakyatnya sendiri.
Kebijakan pajak merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi ini berasaskan materialistik, menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan utama yang diandalkan dan menjadi tumpuan kelangsungan negara. Sistem ekonomi kapitalisme selalu menimbulkan siklus krisis karena kapitalisme menumbuhkan ekonomi sektor nonriil dan menerapkan sistem riba.
Dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi salah satu cara pemerintah untuk mengatur distribusi kekayaan, selain sebagai sumber penerimaan negara. Pajak juga dianggap sebagai alat untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengontrol inflasi.
Perspektif Islam
Kebijakan fiskal Islam adalah kebijakan pemerintah Islam dalam mengendalikan ekonomi berdasarkan tuntutan syariat. Dalam Islam, sumber pendapatan utama negara bukanlah pajak. Penerimaan negara dalam Baitulmal diperoleh dari pengelolaan harta kepemilikan negara dan kepemilikan umum (seperti sda tambang, laut, dsb). Kas dalam Baitulmal ini digunakan untuk menyelenggarakan aktivitas negara.
Jika diklasifikasikan, sumber pemasukan Baitulmal sendiri terdiri dari tiga sektor. Pertama, dari sektor kepemilikan individu. Baitulmal mendapatkan pemasukan dari sedekah, hibah, dan zakat. Kedua, sektor kepemilikan umum. Baitulmal mendapatkan pemasukan dari pengelolaan tambang, minyak bumi, hutan, atau laut. Ketiga, sektor kepemilikan negara. Negara mendapatkan pemasukan dari jizyah, kharaj, ganimah, fa’i, usyur, dan lain-lain.
Jelas sekali perbedaannya dengan sistem yang diterapkan saat ini. Saat ini, entah sudah berapa banyak utang negara. Sementara, negara selalu mengeruk pendapatan dari masyarakat dan alamnya demi kepentingan pribadi tertentu, bukan demi kemajuan masyarakat dan bangsanya. Karena itu, sungguh solusi segala permasalahan umat saat ini adalah penerapan sistem Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyyah.