
Oleh: Ummu Hanik Ridwan
Linimasanews.id—Beras merupakan bahan pangan pokok bagi rakyat Indonesia. Ketersediaanya setiap hari sudah pasti dicari banyak orang. Apalagi bagi orang yang sudah sudah sejak lahir mengonsumsinya, maka beras tak bisa digantikan dengan bahan pangan lainnya, misal jagung, ketela ataupun kacang. Karena itu, beras jadi bahan pangan yang harus selalu tersedia di tengah masyarakat.
Selain tersedia barangnya, beras juga harus terjamin kualitasnya. Kualitas beras memengaruhi selera makan dan ikut menjamin kesehatan. Kualitas beras juga akan mempengaruhi harga sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Namun, bagaimana jika ternyata masyarakat mendapat beras yang jauh dari kualitas seharusnya. Beras premium ternyata hasil oplosan dan tetap dijual dengan harga tinggi. Sudah pasti kecurangan ini merugikan masyarakat dan juga negara.
Hal ini seperti yang ditulis kompas.com, 13 Juli 2025, telah terjadi pengoplosan bahan pangan di tengah masyarakat luas. Pengoplosan beras dan beredarnya di pasaran sebagai beras premium telah merusak kualitas. Selain itu, angka yang tertera dalam kemasan ternyata tidak sesuai dengan isinya. Ini termasuk bentuk kecurangan yang akan merugikan rakyat. Misal ada kemasan dengan berat 5 kg, ternyata setelah ditimbang beratnya hanya 4,5 kg.
Lebih mengejutkan lagi ketika membaca laporan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menemukan adanya 212 merek beras terbukti melakukan kecurangan. Di antaranya kecurangan berupa berat kemasan yang tidak sesuai dengan kemasan, komposisi beras yang fiktif, dan juga label mutu yang tidak sesuai dengan isi. Banyak pula di antaranya mengklaim sebagai beras premium, namun sebenarnya memiliki kualitas biasa.
Lebih mengejutkan lagi ketika tindak kecurangan ini dilakukan oleh perusahaan besar yang sudah mempunyai regulasi. Setidaknya ada empat perusahaan besar yang ditemukan telah melakukan kecurangan dengan mengoplos beras yang diproduksinya. Jika ini dibiarkan dan tidak segera diambil tindakan, maka seperti yang dikatakan oleh menteri pertanian, Andi Amran Sulaiman, metrotvnews.com (29/6/2025), negara bisa mengalami kerugian hingga Rp99 triliun per tahun.
Sayangnya, kecurangan yang terjadi hanya ditindaklanjuti pemerintah dengan memberikan peringatan terhadap perusahaan terkait. Pemerintah memberikan waktu 2 minggu bagi para produsen beras untuk melakukan penyesuaian terhadap mutu dan harga beras yang dijual sesuai dengan regulasi. Pemberian sanksi pun baru akan dilakukan bila para produsen tidak melakukan pembenahan dalam jangka waktu yang ditentukan.
Adanya kecurangan dalam pendistribusian beras, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, telah menunjukkan wajah suram sistem ekonomi di masa sekarang yang lebih mengutamakan kepentingan korporasi daripada layanan rakyat luas. Padahal negara sudah memiliki regulasi yang bisa jadi acuan.
Di negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme, semua hal yang bisa mendatangkan keuntungan besar akan terus dilakukan meskipun itu tindak kecurangan. Sistem ini menghalalkan semua cara dan mengesampingkan dosa dan haram. Bahkan aturan yang ada, bebas untuk ditinggalkan selama ada keuntungan yang didapat. Inilah hasil dari penerapan sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan hanya memandang untung rugi sebagai standar berhasilnya pencapaian sesuatu.
Masalah yang terjadi ini juga menunjukkan lemahnya pengawasan negara dan juga penerapan sistem sanksi yang tidak menimbulkan efek jera. Dalam kasus ini, produsen yang melakukan kecurangan hanya diingatkan, padahal sudah jelas melanggar. Bahkan diberi waktu untuk memperbaiki produksi yang dihasilkan. Jika hanya sanksi seperti ini yang diberikan, maka tidak menutup kemungkinan, kecurangan akan terjadi lagi di lain waktu dan juga memunculkan para pelaku kecurangan lainnya.
Kejadian ini juga memperlihatkan gagalnya sistem pendidikan dalam menghasilkan pribadi-pribadi yang jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Karena dalam sistem sekuler, semua kegiatan yang dilakukan tidak berdasar pada nilai ketakwaan. Bila ketakwaan tidak menjadi pondasi, maka bisa dipastikan lahir individu-individu yang rusak moralnya.
Peran Negara Islam dalam Pengendalian Bahan Pangan
Seharusnya negara punya kuasa penuh dalam penyediaan bahan pangan untuk rakyatnya, dengan jaminan kualitas dan kuantitas yang layak. Kenyataannya, negara tidak berkuasa penuh. Bahkan sebagian besar sektor pangan telah dikuasai oleh pihak korporasi yang hanya berorientasi pada bisnis semata. Hal seperti ini menyebabkan negara lemah dalam pengawasan dan juga pemberian sanksi bila ada kecurangan. Akibat lainnya adalah negara makin tersisihkan perannya dalam menyediakan dan mendistribusikan bahan pangan untuk rakyat.
Kondisi seperti ini jelas membutuhkan sistem yang bisa mengembalikan fungsi negara sebagai pelayan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat. Negara harus menjamin rakyatnya tercukupi dalam hal bahan pangan. Tak ada lagi kekhawatiran kurang pangan ataupun mendapatkan bahan pangan yang tak layak. Hanya dengan sistem Islam, peran negara kembali berfungsi secara normal.
Islam memandang pejabat negara sebagai pelayan rakyat. Karena itu, pejabat negara haruslah memiliki kepribadian Islam, di antaranya memiliki sifat bertanggung jawab , amanah, adil, dan selalu mengutamakan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan golongannya. Dalam Islam, jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Karena itulah, agar jabatan bisa berjalan sesuai amanah dan tetap mengedepankan keadilan, maka adanya aturan haruslah didukung tiga pilar utama, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan juga penegakan aturan Islam secara kaffah oleh negara.
Terkait dengan bahan pangan, Islam memandang negara harus memberikan perhatian penuh. Tak hanya sekadar memastikan tersedianya pasokan, juga harus mengelola dan memantau seluruh rantai produksi bahan pangan sampai distribusinya ke tengah masyarakat. Negara tidak akan membiarkan masalah bahan pangan sampai diurusi oleh korporasi swasta yang hanya berorientasi pada keuntungan.
Khilafah akan menjaga pasokan bahan pangan dengan menggunakan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.Tak hanya itu, negara juga akan memastikan para petani mendapatkan benih bermutu, alat pertanian memadai dan menjamin semua lahan pertanian produktif dan bisa menghasilkan. Negara juga memaksimalkan hak kepemilikan tanah dan pemanfaatannya, agar tidak hanya dikuasai oleh pihak-pihak tertentu.
Sistem ekonomi Islam juga dihadirkan negara, dalam rangka menjaga keberlangsungan perekonomian rakyat secara jujur dan adil, bebas dari kecurangan dan praktik riba. Bahkan negara juga melengkapi dengan adanya lembaga khusus yang bertugas mengawasi segala bentuk kecurangan dalam perdagangan. Jika ditemukan pedagang yang curang, maka negara akan langsung memberikan sanksi yang tegas dan efektif.
Sungguh, dengan menerapkan sistem Islam, negara mampu menjamin kebutuhan rakyatnya secara adil dan merata. Tak ada lagi berbagai macam kecurangan dan bentuk kezaliman dalam perdagangan, yang mengakibatkan rakyat merasa dirugikan. Karena sistem Islam telah membentuk jiwa pemimpin negara dan rakyatnya dengan kepribadian Islam. Inilah sejatinya yang diharapkan bila negara menerapkan sistem Islam. Wallahualam.