
Oleh: Asha Tridayana
Linimasanews.id—Problem kemiskinan yang masih dialami mayoritas masyarakat menjadi perhatian pemerintah saat ini. Khususnya terkait kesulitan menjangkau pendidikan berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah melalui program Sekolah Rakyat (SR) yang digagas oleh Presiden Prabowo bersama Kementerian Sosial (Kemensos) menggarap anak-anak usia sekolah agar dapat kembali merasakan pendidikan.
Menurut Sekretaris Jenderal Kemensos Robben Rico terdapat 227.000 anak usia SD tidak bersekolah dan semakin meningkat di usia SMP dan SMA mencapai 3,4 juta anak. Terjadi pengangguran terselubung karena tidak mungkin melamar kerja tanpa ijazah SMA. Selain itu, format SR juga boarding school untuk pembentukan karakter. Berbagai perlengkapan anak dipenuhi termasuk makanan bergizi. Fasilitas pembelajaran menggunakan teknologi terbaru seperti learning management system (LMS), smartboard, dan laptop (kompas.com, 21/07/25).
Sementara itu, Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengunjungi Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 17 Surakarta di Sentra Terpadu Prof Soeharso Surakarta, Minggu (20/7). Gus Ipul memeriksa kondisi fasilitas sekolah dan berdialog langsung dengan beberapa siswa yang merasa senang dapat bersekolah kembali. SRMA 17 Surakarta merupakan salah satu dari 63 SR rintisan yang telah beroperasi sejak 14 Juli 2025. Sementara SR lainnya baru akhir Juli hingga Agustus dengan total 100 lokasi (detik.com, 21/07/25).
Kunjungan serupa juga dilakukan oleh Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono di SRMA 15 Magelang yang berlokasi di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pamong Praja, Kecamatan Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (19/7). Ia memastikan terpenuhinya kebutuhan siswa dan fasilitas pendidikan demi menunjang proses belajar dan mengajar yang kondusif. Mayoritas siswa berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrem dengan orang tua bekerja sebagai buruh tani yang berpenghasilan tidak tetap (detik.com, 20/07/25).
Di Jawa Barat juga terdapat SR yang bertempat di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran Bandung. Namun, berbeda dengan SR sebelumnya yang terjamin dengan fasilitas memadai. Salah satu SR di Bandung ini justru mengambil alih ruang kelas SLBN A Pajajaran hingga siswa difabel kesulitan dalam melakukan proses belajar karena terjadi pemadatan siswa dalam kelas yang tersisa. Anak-anak menjadi tidak fokus dan dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas pembelajaran.
Menurut Rian Ahmad Gumilar selaku Tim Pengembang Kurikulum SLBN A Pajajaran, kondisi ini berawal dari status lahan SLBN A Pajajaran yang berdiri di atas lahan milik Kemensos. Padahal telah diupayakan pengajuan hibah tanah sejak lama tetapi tidak mendapat persetujuan Kemensos. Harapannya, SLBN A Pajajaran dapat berdiri di lahan sendiri milik pemerintah Provinsi Jawa Barat (pikiran-rakyat.com, 20/07/25).
Program SR menjadi langkah strategis yang diupayakan pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan antar generasi. Namun, kemiskinan di negara ini merupakan masalah struktural yang tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan layaknya sekolah gratis bagi keluarga miskin maupun miskin ekstrem. Termasuk tingginya angka pengangguran, PHK masal dan kelangkaan lapangan kerja yang juga tidak dapat diselesaikan dengan beragam pelatihan kerja. Apalagi adanya SR malah memunculkan masalah baru seperti yang terjadi di SLBN A Pajajaran Bandung.
Masalah struktural ini terjadi karena penerapan sistem kufur yakni kapitalisme oleh negara sehingga seluruh aturan kehidupan berasaskan materi dan kebebasan. Terlebih lagi, peran negara hanya sebagai regulator oligarki yang melancarkan kepentingan penguasa dan pengusaha yang bekerja sama dalam menumpuk kekayaan dan mengokohkan kekuasaan melalui berbagai kebijakan yang tidak pro rakyat.
Negara tidak menjadi pengurus rakyat, baik dalam memberikan pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dan lain sebagainya. Negara juga makin tidak memiliki tanggung jawab dalam menyediakan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup, dan kesejahteraan rakyat. Pasalnya, rakyat bukan menjadi prioritas, hanya sebagai komoditas yang dimanfaatkan. Faktnya, di lain sisi, kebijakan negara yang seolah demi kebaikan rakyat, penguasa justru mengeruk keuntungan.
Seperti SR yang disebut sebagai sekolah gratis hanya merujuk pada rakyat miskin yang tidak mampu sekolah. Padahal di sisi lain masih banyak sekolah negeri yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah justru minim perhatian bahkan terlantar. Kualitas pendidikan dan sarana prasarana tidak memadai untuk menunjang kegiatan belajar. Terlihat dari banyak gedung rusak bahkan roboh, akses pembelajaran masih terbatas. Belum lagi kualitas tenaga pendidik yang sering kali tersibukan dengan administrasi hingga kehilangan fokus terhadap anak didik dan lain sebagainya.
Hal ini makin menunjukkan bahwa SR hanyalah solusi tambal sulam yang tidak menyentuh akar masalah sehingga kemiskinan yang ingin dipecahkan tidak dapat teratasi. Layaknya program MBG yang hanya kebijakan populis, tidak mengentaskan masalah justru menimbulkan masalah baru yang semakin kompleks.
Begitulah saat kapitalisme diemban oleh negara pemilik kebijakan, kekacauan dalam hidup akan terus bermunculan. Terjadi kesenjangan yang signifikan di antara masyarakat yang mengalami kesulitan hidup sementara penguasa menikmati berbagai fasilitas negara. Maka dari itu, rakyat harus segera melakukan perubahan agar kehidupan berbalik dan masalah pun tuntas teratasi. Satu-satunya cara hanya menggantikan sistem kapitalisme dengan sistem shahih yang jelas membawa pada keberkahan.
Sistem shahih tidak lain adalah sistem Islam, aturan hidup dari Allah Swt. yang tentunya sangat memahami kebutuhan dan kebaikan bagi makhluk-Nya, tidak seperti kapitalisme bersumber dari akal manusia yang sifatnya terbatas dan hanya menguntungkan pihak tertentu. Islam memiliki seperangkat mekanisme dalam berbagai bidang kehidupan untuk menunjang kebutuhan manusia.
Seperti halnya pendidikan, Islam mewajibkan negara bertanggung jawab dalam memberikan jaminan pendidikan berkualitas bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Pelayanannya tidak hanya terbatas pada rakyat tidak mampu , bahkan di semua level pendidikan. Rakyat bebas mengakses pendidikan sesuai minat dan bakat tanpa khawatir pembiayaannya. Karena anggaran pendidikan sepenuhnya menjadi tanggungan negara dan tidak membebani rakyat.
Melalui pengaturan sistem ekonomi Islam, negara mampu mencukupi kebutuhan rakyat. Sehingga negara dapat menjamin kesejahteraan rakyat termasuk dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Negara betul-betul berperan dalam kepengurusan rakyat, bukan menjadikan kekuasaan untuk menzalimi rakyat. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)
Wallahualam bisawab.