
Oleh: Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Linimasanews.id—Hari ini, Indonesia telah merdeka 80 tahun lamanya. Namun faktanya, kemiskinan masih terjadi di mana-mana. Laju pergerakan ekonomi “mandeg” pada rakyat kaya raya. Rakyat jelata hanya sebagai penonton saja.
Pemerintah berusaha untuk memutar kembali roda perekonomian negeri ini. Berbagai upaya dilakukan agar semua golongan tak gigit jari. Butuh upaya serius untuk memperbaiki kondisi ekonomi negeri ini. Salah satu upaya pemerintah menggerakkan roda perekonomian adalah dengan menggagas koperasi merah putih. Pemerintah kota Bekasi memiliki 56 koperasi Merah Putih yang tersebar di seluruh kelurahan. Keberadaan koperasi ini diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi kerakyatan yang berbasis gotong royong. Tujuan dari koperasi ini adalah mensejahterakan masyarakat dengan prinsip kekeluargaan dan gotong royong (Bekasisatu, 04/08/2025).
Koperasi di Indonesia hidup dan tumbuh tidak setahun dua tahun, tetapi sudah hampir satu abad lamanya. Namun faktanya, roda perekonomian Indonesia tak mampu berputar dengan lancar. Hari ini, orang nomor satu di negeri ini mereformasi kembali koperasi dengan tujuan untuk memutar kembali roda perekonomian rakyat. Pertanyaannya mampukah Koperasi Merah Putih memutar kembali roda perekonomian rakyat?
Sejatinya, roda perekonomian rakyat Indonesia “mandeg” karena kemiskinan struktural. Menurut Sosiolog Selo Soemardjan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dialami oleh suatu golongan masyarakat karena suatu struktur sosial masyarakat yang tidak bisa ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Detikedu, 19/11/2021).
Suatu daerah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) melimpah, namun masyarakatnya tidak dapat menikmati kekayaan tersebut. Inilah yang terjadi di negeri kita saat ini, kekayaan berlimpah ruah namun angka kemiskinan tinggi. Kita bisa melihat pemandangan ini hampir di seluruh penjuru negeri kekayaan luas terhampar. Lautan yang luas, tanah yang subur, bumi yang mengeluarkan gas alam, emas yang terhampar luar. Namun, pemandangan ini berbanding terbalik dengan kondisi rakyat. Rakyat banyak yang hidup dalam kungkungan kemiskinan akut.
Kemiskinan struktural telah menjangkiti negeri kita. Penggusuran atau pembersihan lahan yang dilakukan oleh pemerintah di suatu daerah sehingga menyebabkan masyarakat sekitar tidak memiliki tempat tinggal dan kehilangan pekerjaan. Indonesia kaya raya, teapi rakyatnya miskin papa. Kekayaan hanya mampu dinikmati oleh mereka yang punya harta. Sedangkan rakyat jelata hanya menjadi penonton saja.
Akibat dari kemiskinan struktural ini adalah angka kemiskinan makin naik dan meninggi. Angka kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang atau 8,47 persen dari total populasi penduduknya (Kompas, 27/07/2025).
Kondisi ini diperparah dengan PHK besar-besaran, lapangan pekerjaan yang semakin sempit, daya beli masyarakat yang semakin menurun. Rakyat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mulai dari makan, pendidikan, rumah dan lain sebagainya. Mereka tidak memikirkan untuk berbelanja.
Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini adalah pangkal kerusakan ekonomi. Dengan paham kebebasan yang diemban oleh sistem ini, pemilik modal dapat menguasai aset negara dengan suka rela. Mereka dapat menguasai kepemilikan umum yang seharusnya rakyat yang menikmati nya. Banyak konglomerat yang memiliki pulau pribadi, tambang minyak milik sendiri. Mereka bebas memiliki kekayaan yang ada di negeri ini. Akhirnya rakyat hanya dapat gigit jari.
Jelas koperasi merah putih tidak dapat menggerakkan roda perekonomian rakyat. Koperasi merah putih ini hanyalah upaya tambal sulam yang dilakukan oleh pemerintah untuk memutar kembali roda perekonomian rakyat. Pemerintah seharusnya merombak sistem yang selama ini dipakai dengan sistem yang bersumber dari Wahyu Allah. Sistem tersebut adalah sistem Islam. Sistem Islam terbukti mampu menyejahterakan rakyat dengan penerapan sistem ekonomi berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah.
Sistem Islam Solusi Pergerakan Ekonomi Rakyat
“Imam adalah ra’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)
“Sesungguhnya Al imam (Khalifah) itu adalah perisai orang-orang yang akan berperang di belakangnya, mendukung dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya ” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Kedua hadis di atas menyadarkan kita bahwa standar kepemimpinan harus disandarkan kepada Islam. Sosok pemimpin dalam Islam adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Dalam prinsip sistem Islam ekonomi rakyat adalah tanggung jawab negara.
Negara juga menjamin kesejahteraan rakyatnya, dengan memastikan agar rakyatnya mempunyai pekerjaan dan tidak kelaparan. Dengan mempunyai pekerjaan yang layak, maka rakyat dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan cukup. Penjaminan kesejahteraan ini berupa pemenuhan kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan dan papan.
Dalam pemenuhan kebutuhan pokok ada beberapa tahap-tahap dan strategi yaitu, negara memerintahkan kepada setiap kepala keluarga untuk bekerja. Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang dapat memperoleh pekerjaan. Selain itu, negara juga akab memerintahkan ahli waris atau kerabat dekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok kerabat dekatnya.
Jika kepada keluarganya tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, negara akan mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangga yang kelaparan. Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan dari seluruh rakyat yang tidak mampu dan membutuhkan. Baitul mal berfungsi menjadi penyantun bagi orang-orang yang lemah dan membutuhkan.
Selain menjamin kesejahteraan rakyat, negara Islam juga mengatur kepemimpinan yang ada di masyarakat. Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam “Sistem Ekonomi Islam” menyatakan bahwa kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, negara dan umum.
1. Kepemilikan individu (Al milkiyah fardiyah atau private property). Seseorang bebas memanfaatkan harta kepemilikannya sesuai dengan keinginannya. Namun hal ini tetap dibatasi oleh hukum Islam dalam memanfaatkannya. Contoh dari kepemilikan individu adalah harta yang diperoleh dari bekerja, hibah dan waris.
2. Kepemilikan umum (al-milkiyyat al-’ammah atau public property). Kepemilikan umum manfaatnya untuk masyarakat dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kepemilikan ini dimiliki oleh masyarakat secara umum. Contoh dari kepemilikan umum adalah sarana umum (jalan umum, rumah ibadah), sumber daya alam (air, gas alam), barang tambang (emas, perak, besi). Kepemilikan umum tidak dapat dialihkan menjadi kepemilikan individu, serta tidak boleh dikuasai oleh negara. Namun pengelolaan kepemilikan umum boleh dilakukan oleh negara sebagai wakil rakyat.
3. Kepemilikan negara (al milkiyah daulah atau state property). Kepemilikan negara pada dasarnya merupakan hak milik umum, tetapi pengelolaannya adalah wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Perbedaannya terletak bahwa hal milik negara ini dapat dialihkan menjadi hak milik individu jika memang kebijakan negara menghendaki demikian. Kepemilikan negara seperti harta ghanimah, fa’i, khumus, kharaj, jizyah, ushr, pajak, harta hasil BUMN.
Dengan pengaturan tiga kepemilikan tersebut, maka individu haram menguasai kepemilikan umum untuk memperkaya diri. Begitulah cara sistem Islam dalam menggerakkan roda perekonomian rakyat, yaitu dengan cara menerapkan Islam secara sempurna dalam kehidupan sehari-hari. Wallahualam.