
Oleh: Finis (Penulis)
Linimasanews.id—Derita anak Palestina di Gaza makin menyedihkan. Di Gaza, anak-anak tidak hanya meninggal dunia karena virus atau senjata, tetapi juga karena rasa lapar yang menelanjangi tubuh hingga tinggal tulang. Dalam tiga hari terakhir, dilansir dari The Japan Times, 21 anak meninggal di rumah sakit Al-Shifa, Al-Aqsa Martyrs, hanya dalam waktu 72 jam karena malnutrisi. Artinya, tujuh anak tewas setiap hari karena kurang gizi.
Gaza dengan 2 juta jiwa yang terjebak dalam blokade, kini merasakan kelaparan yang lebih sunyi tetapi lebih brutal dari dentuman rudal. Sejak gencatan senjata enam pekan gagal diperpanjang dan Israel memberlakukan blokade penuh pada 2 Maret 2025, truk bantuan hanya diperbolehkan masuk dalam jumlah yang nyaris simbolik (CNBCIndonesia.com, 23/7/2025).
Sejak 7 Oktober 2023, dua juta jiwa warga Gaza terjebak dalam kehidupan yang sangat sulit dan tidak layak. Pelaparan terjadi akibat cara-cara licik Zionis. Bantuan makanan, obat-obatan dan yang lainnya telah di blokade total. Akibatnya, kondisi warga Gaza makin memprihatinkan. Sejak 2 Maret hingga saat ini, blokade total dilakukan Zionis. Mereka juga menembaki rakyat Palestina yang datang ke tempat-tempat pembagian bantuan. Hal ini menunjukkan bahwa kelaparan ini memang benar-benar disengaja untuk menghabisi warga Gaza.
Mirisnya, tidak ada respons nyata dari para pemimpin negeri-negeri muslim. Sikap mereka seperti firman Allah Swt., “(Mereka) tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali (ke jalan yang benar).” (QS Al-Baqarah: 18)
Para pemimpin negeri-negeri muslim secara lisan berpihak pada Gaza, tetapi tangan dan kaki mereka terpaku dengan perjanjian para pembenci Islam. Semisal As-Sisi presiden Mesir, menyuruh pasukannya menutup pintu Rafah. Hal itu menunjukkan ketakutannya kepada Amerika. Seharusnya mereka mengirimkan tentaranya dan mengeluarkan senjatanya untuk membantu saudaranya mengusir Zionis laknatullah.
Penguasa muslim di luar wilayah Timur Tengah pun sama saja. Hanya sekadar berfatwa, tanpa ada tindakan nyata. Semisal Indonesia sebatas menyeru agar warga Palestina dievakuasi ke Indonesia. Semua itu menunjukkan ketundukan Indonesia pada Amerika. Penguasa negeri-negeri muslim sangatlah munafik. Apa yang diucapkannya tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Kondisi di Gaza saat ini merupakan genosida dengan cara-cara licik Zionis, yaitu dengan pelaparan secara sistemik. Blokade bantuan yang dilakukan Zionis menjadikan ribuan nyawa melayang akibat kelaparan yang sangat parah. Meski demikian, penduduk Gaza tetap tegar dalam keimanan terhadap akidahnya. Mereka bertahan hingga akhir hidupnya sebagai penjaga Al-Quds. Oleh karena itu, genosida yang nyata ini harus dilawan dan disuarakan, agar umat muslim yang lainnya memahami kondisi saudaranya di Gaza. Pelaparan di Gaza menjadi senjata bagi Zionis untuk menghancurkan Palestina saat ini.
Meski penguasa negeri-negeri muslim hanya sekadar mengecam tanpa tindakan, namun kepedulian dunia masih terus menggema. Aksi-aksi kemanusian, solidaritas, protes, bukan hanya mengutuk Amerika dan Israel, tetapi juga penguasa muslim. Ini adalah sebuah bentuk ekspresi kemarahan dunia tetapi juga rasa ketidakpercayaan mereka kepada penguasa muslim. Hal ini adalah sesuatu yang wajar, artinya umat Islam masih hidup.
Aksi ini tidak hanya berhenti pada masalah kemanusiaan, tetapi sudah masuk ke ranah akidah. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)
Umat Islam saat ini tidak mampu mencintai saudaranya karena hidup di alam sekuler dan di bawah hegemoni sistem kapitalisme. Umat Islam disekat-sekat oleh ikatan nasionalisme yang sejatinya menjauhkan persatuan umat Islam. Segala upaya telah dilakukan untuk pembebasan Gaza, namun semua telah gagal. Bahkan bantuan pangan untuk sekadar bertahan hidup pun juga tak berarti apa punakibat blokade total Zionis. Maka, solusi yang hakiki adalah sesuai dengan akidah dan keimanan kita kepada Allah Swt., yaitu kewajiban berjihad. Tentunya dengan perantara penguasa kaum muslim.
Umat Islam butuh institusi yang mampu menggerakkan militernya ke Palestina. Dalam kitab “Ajhizah Daulah Khilafah” disebutkan, “Kaum muslim di seluruh dunia wajib berada dalam satu negara dan wajib pula hanya ada satu khalifah bagi mereka.” (Syekh Taqiyuddin An-Nabhani).
Inilah pentingnya keberadaan Khilafah sebagai junnah (pelindung) kaum muslimin. Kita tidak mungkin berharap pada kepemimpinan sekuler saat ini. Daulah yang akan menggerakkan militernya untuk membantu kaum muslim lainnya yang terzalimi, termasuk Gaza.
Jihad dan Khilafah adalah perintah Allah Swt., maka sebagai muslim mendakwahkan Islam secara kafah adalah suatu kewajiban. Pergerakan dakwah di sosmed dalam mengaruskan opini solusi khilafah dan jihad untuk Gaza adalah sesuatu yang urgen. Umat Islam akan terus kalah jika tidak adanya persatuan. Dengan tegaknya khilafah, seluruh kekuatan kaum muslim akan dimobilisasi. Kemenangan tidak datang dengan tiba-tiba. Perlu perjuangan terus menerus hingga Allah Swt. memenangkan kaum muslimin.
Sementara saat ini, umat Islam lemah, meski jumlahnya banyak. Lemah dalam persatuan, lemah dalam perjuangan. Maka kesadaran umat harus dibangun, terutama kesadaran politiknya. Inilah pentingnya peran media dalam membentuk opini publik tentang solusi tuntas Palestina agar kita optimalkan. Selanjutnya, kita juga harus mempersiapkan generasi kita sebagai pejuang Islam kafah dan mendakwahkannya. Setiap kaum muslim memiliki tanggung jawab membebaskan saudara kita di Palestina dan memperjuangkan agama Allah. Ini semua tidak cukup hanya sekadar doa, tetapi harus ada tindakan nyata agar kemenangan agama ini bisa segera teraih. Wallahualam.