
Oleh: Umu Khabibah (Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Krisis moral yang terjadi pada generasi muda makin hari makin mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, banyak fenomena pelajar terjerat tindak kriminal, seperti penyalahgunaan narkoba, terlibat tawuran, hingga melakukan tindakan kekerasan, baik terhadap sesama pelajar maupun kepada guru. Seperti terjadi baru-baru ini di wilayah Serpong, Tangerang Selatan. Sebanyak 54 pelajar diamankan oleh pihak kepolisian karena diduga hendak melakukan tawuran pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB (Kompas.com 09/08/2025).
Tindakan tersebut menunjukkan adanya kerusakan mendalam dalam sistem yang mengatur kehidupan. Sayangnya, kasus semacam ini bukan lagi sesuatu yang mengagetkan, melainkan menjadi fenomena umum yang terus berulang. Kita pun mulai terbiasa mendengar berita tentang pelajar membawa senjata tajam, memakai narkoba, melakukan bullying, bahkan melakukan pelecehan seksual.
Pertanyaannya, mengapa generasi muda yang seharusnya menjadi harapan bangsa justru menjadi pelaku kerusakan? Apa yang salah dari sistem pendidikan dan pola kehidupan yang ada saat ini? Penyebabnya adalah kapitalisme, sistem yang berasaskan sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini tidak hanya memengaruhi sektor ekonomi, tetapi juga membentuk cara pandang manusia terhadap kehidupan, pendidikan, pergaulan, bahkan tujuan hidup.
Kapitalisme adalah sistem hidup yang menjadikan kebebasan sebagai prinsip dasar: kebebasan beragama, kepemilikan, berperilaku, dan berpendapat. Dalam sistem ini, standar baik dan buruk ditentukan oleh manfaat, bukan oleh halal-haram atau benar-salah secara mutlak. Artinya, selama sesuatu dianggap menguntungkan secara pribadi atau kelompok, maka itu dianggap sah-sah saja, walaupun merusak moral, menghancurkan masa depan, atau bahkan membahayakan kehidupan orang lain.
Di bawah sistem kapitalisme, pendidikan dipisahkan dari agama (sekuler). Nilai-nilai moral dan akidah tidak menjadi landasan dalam membentuk kepribadian peserta didik. Tujuan pendidikan bukan untuk membentuk manusia beriman dan bertakwa, tetapi semata-mata mencetak tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar. Akibatnya, pelajar tidak memiliki visi hidup yang benar. Mereka belajar karena tuntutan nilai, pekerjaan, atau tekanan orang tua, bukan karena ingin menjadi manusia yang mulia di hadapan Allah.
Kurikulum yang diajarkan pun lebih banyak menekankan pada aspek kognitif dan keterampilan teknis. Pelajaran agama hanya menjadi pelengkap. Hal itu pun diajarkan secara terbatas, tanpa penginternalisasian akidah Islam yang kuat. Hal ini membuat pelajar mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas, budaya hedonis, serta pola hidup konsumtif.
Kapitalisme juga membentuk masyarakat yang individualis dan permisif. Tidak adanya ikatan moral yang kuat antaranggota masyarakat. Para orang tua sibuk bekerja mengejar materi, sementara anak-anak dibiarkan tumbuh tanpa pengawasan yang memadai. Media sosial dan hiburan menjadi guru utama bagi para remaja, yang sering kali menyajikan konten kekerasan, pornografi, gaya hidup bebas, dan budaya selebritas yang superfisial.
Tak heran jika pelajar lebih mengenal tokoh-tokoh idola dunia hiburan daripada ulama dan pemikir Islam. Mereka lebih hapal lirik lagu dan tren TikTok daripada ayat Al-Qur’an. Semua ini adalah hasil dari lingkungan sosial yang rusak akibat sistem kapitalistik yang mengedepankan keuntungan finansial di atas segalanya.
Kapitalisme juga membuka peluang sebesar-besarnya bagi industri apa pun selama menguntungkan, termasuk narkoba dan pornografi. Meskipun secara hukum dilarang, namun secara praktik, industri ini tetap tumbuh subur karena lemahnya penegakan hukum dan adanya celah korupsi. Pelajar pun dengan mudah bisa mengakses konten pornografi dan membeli narkoba, bahkan di lingkungan sekolah.
Rusaknya generasi muda hari ini bukan semata-mata kesalahan individu atau keluarga, tetapi merupakan akibat sistemis dari penerapan kapitalisme sekuler dalam kehidupan. Sistem ini telah menghancurkan nilai-nilai moral, menjauhkan pelajar dari agama, dan membuka peluang bagi berbagai bentuk kerusakan.
Islam Solusi
Islam hadir sebagai solusi menyeluruh yang tidak hanya membenahi individu, tetapi juga masyarakat dan negara. Dengan menerapkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah, generasi muda akan tumbuh menjadi insan bertakwa, cerdas, dan memiliki kepedulian terhadap umat.
Dalam sistem Islam, pendidikan adalah tanggung jawab negara dan bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam: pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang berdasarkan akidah Islam. Ilmu pengetahuan dan teknologi tetap diajarkan, namun dibingkai dengan nilai-nilai Islam.
Pelajaran agama bukan sekadar hapalan, tetapi menjadi landasan berpikir dalam segala aspek kehidupan. Sejak dini, pelajar dibekali dengan pemahaman tauhid, hukum syariah, adab, dan kesadaran akan tanggung jawab sebagai hamba Allah. Mereka juga dikenalkan dengan sejarah Islam dan tokoh-tokoh mulia sebagai panutan.
Dalam Islam, masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga moral anggota masyarakat. Konsep amar ma’ruf nahi mungkar menjadi kewajiban setiap individu muslim. Masyarakat tidak boleh permisif terhadap kemaksiatan dan penyimpangan moral.
Selain itu, negara Islam (Khilafah) akan memastikan bahwa lingkungan masyarakat bersih dari pengaruh negatif, seperti pornografi, narkoba, dan budaya liberal. Industri hiburan dan media pun diawasi secara ketat agar tidak menyebarkan kerusakan moral.
Islam memiliki sistem hukum (uqubat) yang tegas, namun tetap adil dan mendidik. Pelanggaran terhadap hukum syariah akan dikenai sanksi sesuai tingkat kesalahannya. Namun, tujuan sanksi dalam Islam bukan semata-mata menghukum, tetapi mencegah agar kemaksiatan tidak tersebar luas di masyarakat.
Misalnya, dalam kasus peredaran narkoba, pelaku bisa dikenai hukuman berat hingga hukuman mati, jika terbukti menjadi penyebar kerusakan massal. Sanksi semacam ini akan memberi efek jera dan membuat masyarakat lebih aman.
Negara dalam sistem Islam memiliki peran vital dalam menjamin kesejahteraan rakyat dan membina akhlak mereka. Pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya dijamin oleh negara, sehingga orang tua tidak perlu mengorbankan waktu bersama anak hanya demi mencari nafkah.
Negara juga bertanggung jawab menjaga moral masyarakat melalui kurikulum pendidikan, kontrol media, serta penegakan hukum Islam. Dengan sistem ini, generasi muda akan tumbuh dalam lingkungan yang sehat, bersih, dan penuh keteladanan.
Dalam sejarah Islam, generasi muda seperti Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, dan Muhammad Al-Fatih tumbuh dalam lingkungan yang mendidik dan memiliki tokoh panutan. Sistem Islam menciptakan sosok pemimpin yang bertakwa, adil, dan mencintai rakyatnya. Figur-figur ini menjadi inspirasi dan motivasi bagi generasi muda.