
Oleh: Najah Ummu Salamah (Komunitas Penulis Peduli Umat)
Linimasanews.id—Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap 17 Agustus masyarakat Indonesia memperingati kemerdekaan. Berbagai kegiatan lomba dari tingkat RT hingga provinsi berlangsung untuk menyemarakkan Hari Kemerdekaan. Namun, benarkan negeri ini sudah merdeka?
Di tengah gegap gempita perayaan HUT RI yang ke-80, masyarakat Indonesia masih menghadapi keterpurukan di bidang ekonomi. Hal tersebut bisa kita lihat dari meningkatnya angka pengangguran akibat gelombang PHK besar-besaran akhir-akhir ini. Akibatnya, terjadi penurunan daya beli masyarakat yang berdampak pada lesunya pasar.
Angka kemiskinan tinggi juga akibat makin meningkatnya pengeluaran masyarakat seiring naiknya harga-harga barang kebutuhan. Apalagi dengan kebijakan penguasa yang akhir-akhir ini menjadikan rakyat makin melarat, seperti menaikkan pajak, memblokir rekening, bahkan mengambil alih lahan warga.
Selain itu, potensi bonus demografi yang seharusnya menguntungkan, tidak tergarap dengan baik. Berharap menjadi generasi emas, yang ada generasi malah banyak yang teracuni narkoba, pergaulan bebas, LGBT, HIV/AIDS , dan berbagai tindak kriminal lainnya. Di samping itu, makin terjebak dengan pemikiran sekuler, liberal, agnostik, hedonis, komunis, dan sebagainya.
Sementara itu, program deradikalisasi, dialog antarumat beragama dan berkeyakinan, malah menjadikan generasi terjebak sinkretisme, menjauh dari nilai-nilai agama.
Sungguh negeri ini merdeka hanya secara fisik tidak ada invasi militer. Sedangkan faktanya, rakyat Indonesia masih terjajah ekonomi, politik, budaya, dan pemikiran oleh kapitalsme global.
Hakikat Kemerdekaan
Secara umum, merdeka adalah bebas dari penindasan dan penguasaan bangsa asing. Merdeka berarti tidak terjajah. Adapun dalam pandangan Islam, merdeka berarti membebaskan manusia dari penghambaan atas makhluk menuju penghambaan atas Sang Khaliq semata, serta tidak ada halangan untuk terikat dan menerapkan aturan Sang Pencipta.
Jika kita kilas balik sejarah, bangsa yang merdeka tergambar dari transformasi masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat Islam. Rasulullah saw. adalah pelopor utama kemerdekaan hakiki. Dengan mendakwahkan Islam, Rasulullah saw. mengajarkan bahwa masyarakat yang merdeka adalah tidak hanya dilihat dari siapa yang berkuasa, tetapi juga pada aturan, pemikiran, dan perasaan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Tiga hal tersebut menjadi bagian yang paling mendasar dari peradaban yang merdeka.
Rasulullah saw. mengawali dakwahnya di Makkah. Dengan Al-Quran, Beliau mengajarkan bahwa manusia yang merdeka menyadari sepenuhnya dirinya hanya hamba dari Sang Pencipta. Sudah sepatutnya seorang hamba hanya taat pada Aturan Sang Pencipta, bukan aturan manusia.
Beliau menanamkan akidah Islam pada para sahabat. Dengan barisan para sahabat, Rasulullah selanjutnya mengubah opini, pemikiran, dan perasaan masyarakat. Lalu, atas izin Allah Swt., terketuklah hati masyarakat Madinah untuk menerima Islam dengan penerapan syariat yang sempurna.
Dari Madinah-lah peradaban Islam meluas. Dipimpin seorang khalifah, khilafah melakukan pembebasan (futuhat) atas bangsa-bangsa lain yang masih terjajah hingga Islam mampu memerdekakan 3/4 wilayah dunia dan menerangi kehidupan selama kurang lebih 14 abad lamanya.
Demikianlah kemerdekaan hakiki hanya ada dalam konsep akidah Islam dalam naungan khilafah. Khalifah akan mengirim pasukan melakukan pembebasan dengan semangat jihad fii sabilillah ke berbagai wilayah yang terjajah. Dengan begitu, tidak ada satu pun negeri-negeri muslim yang terjajah, baik secara fisik seperti di Palestina maupun secara politik, ekonomi, pemikiran dan budaya seperti di negara kita.