
Oleh: Finis (Penulis)
Linimasanews.id—Di delapan puluh tahun kemerdekaan Indonesia, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) membentuk Sekolah Garuda, Kementerian Sosial (Kemensos) meluncurkan Sekolah Rakyat (SR). Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) juga berencana mendirikan Universitas Danantara dengan menggandeng sembilan universitas internasional terkemuka (harian.disway.id, 16/8/2025).
Dari fakta tersebut, tampak setiap instansi seakan berhak menjadi arsitek pendidikan, tanpa terlebih dahulu memastikan adanya cetak biru yang jelas. Hal ini memunculkan pertanyaan, ke mana sesungguhnya haluan pendidikan nasional hendak dibawa?
Di usia kemerdekaan yang cukup tua, seharusnya negeri ini mampu membenahi segala keterpurukan yang diakibatkan oleh penjajahan. Sudah semestinya berbenah dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, kesehatan, ekonomi dan lainnya agar kemerdekaan benar-benar dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat. Sebab, kemerdekaan bukan sekadar formalitas terbebas dari penjajahan secara fisik (militer).
Pada kenyataannya, di bidang pendidikan saat ini masih sangat jauh dari harapan masyarakat dan cita-cita luhur negeri ini, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Karut-marut terjadi di dunia pendidikan. Masyarakat merasakan kesenjangan yang cukup tinggi antara pendidikan di kota dan daerah, baik dari segi sarana maupun prasarana. Masih banyak kondisi miris, seperti jalan yang tidak memadai, ruang kelas yang kurang layak, gaji guru yang tidak menyejahterakan, juga kurikulum yang tidak mampu mencetak generasi unggul.
Padahal, sesungguhnya pelayanan pendidikan adalah kewajiban bagi negara memenuhinya secara adil, merata, berkualitas dan murah bahkan gratis. Ketika tanggung jawab itu dilimpahkan kepada swasta oleh negara, maka tujuan pendidikan bukan lagi mencerdaskan masyarakat, melainkan menjadi ajang bisnis yang tujuannya untuk mencari keuntungan. Akibatnya, beban biaya pendidikan juga makin tinggi, padahal kondisi perekonomian di negeri ini sedang tidak baik-baik saja.
Penerapan sistem kapitalisme-sekular menjadikan pendidikan yang berkualitas hanya dirasakan bagi yang memiliki uang, sementara orang miskin hanya merasakan pendidikan alakadarnya, bahkan tidak mampu merasakan bangku sekolah. Sekularisme menjadikan kurikulum pendidikan hanya mencetak generasi yang tidak berkualitas, materialistik, dan individualis. Karenanya, selama penerapan sistem kapitalisme-sekular masih diadopsi oleh negeri ini, cita-cita merdeka di bidang pendidikan pun tidak akan pernah tercapai.
Solusi Islam
Islam memiliki solusi yang sahih tentang pendidikan. Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), pendidikan dipandang sebagai kebutuhan dasar publik yang wajib dipenuhi oleh negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan dia bertanggung-jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Dalam kitab Nizamul Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani disebutkan, “Pasal 178 tentang Pengajaran. Hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, baik pendidikan tingkat dasar dan menengah, negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Dan kesempatan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin.”
Karena itu, seorang khalifah memastikan seluruh warga negaranya mendapat akses pendidikan yang sama, gratis, dan berkualitas. Tidak ada komersialisasi dan liberalisasi. Semua yang terkait pendidikan, mulai sarana dan prasarana, gaji guru, media pembelajaran hingga tunjangan siswa menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya.
Tidak hanya itu, semua sarana dan prasarana infrastruktur juga disediakan oleh negara, baik jalan, jembatan, dan alat transportasi tidak akan diabaikan oleh negara. Karena, semua itu adalah fasilitas publik yang menunjang aktivitas masyarakat, termasuk dalam menempuh pendidikan. Negara memastikan adanya jalan yang memadai hingga ke pelosok sehingga akses ke sekolah, layanan kesehatan atau aktivitas lainnya dapat ditempuh dengan mudah.
Untuk menjalankan itu semua, khilafah menerapkan kebijakan ekonomi syariat. Sumber daya alam tidak boleh dikuasai individu atau asing. Kekayaan alam dikelola oleh negara dan hasilnya masuk ke kas Baitul Maal, tepatnya pada pos kepemilikan umum. Dari pos inilah, negara membiayai pendidikan dan layanan publik lainnya.
Dengan sistem Islam, bukan hanya pendidikan yang dijamin, tetapi juga kebutuhan pokok lainnya seperti kesehatan, pekerjaan, dan keamanan. Negara memastikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan layak, agar bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Dengan demikian, tujuan pendidikan dalam membentuk generasi yang berkepribadian Islam mudah terwujud. Kesejahteraan dan keadilan di tengah masyarakat pun dapat teraih dengan penerapan Islam secara kaffah oleh negara. Penerapan sistem Islam inilah yang pernah membawa Islam menjadi mercusuar peradaban dunia selama 13 abad.