
Oleh: Dini Azra
Linimasanews.id—Pedih nian menyaksikan penderitaan seorang balita bernama Raya. Bocah tiga tahun asal Sukabumi ini meninggal dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya yang mungil dipenuhi cacing gelang. Cacing-cacing berukuran besar itu keluar dari semua lubang tubuhnya. Hidung, mata, mulut, anus hingga vagina. Tragis.
Kejadian ini sontak membuat semua pihak terhenyak. Video CT scan Raya beredar di media sosial setelah dibagikan oleh lembaga sosial Rumah Teduh saat balita ini menjalani perawatan di RSUD R Syamsudin SH, Sukabumi. Dalam video tersebut terlihat betapa parahnya infeksi yang dideritanya. Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa infeksi cacing tersebut sudah menjalar ke organ vital, termasuk saluran pernapasan hingga otak. Kondisi ini diperburuk dengan dugaan Raya juga mengalami tuberkulosis meningitis.
Raya berasal dari keluarga yang terbatas secara ekonomi dan mental, serta kondisi lingkungan yang kotor dan memprihatinkan. Dia tidak mendapatkan perawatan yang benar, sehingga penyakit bersarang di tubuhnya yang rentan. Pihak Rumah Teduh telah mengevakuasi Raya untuk berobat ke RS pada 13 Agustus 2025, tetapi harapan sembuh terhambat oleh administrasi yang sulit. Seperti tidak adanya kartu identitas, KK, dan BPJS.
Ketika pihak yayasan berusaha membantu kelengkapan dokumen, mereka dipersulit. Padahal, mereka hanya diberikan waktu 24 jam oleh rumah sakit. Karena tak cukup waktu untuk melengkapi dokumen, akhirnya biaya perawatan berubah menjadi beban mandiri. Selama sembilan hari dirawat, biayanya mencapai puluhan juta yang tidak mungkin ditanggung oleh keluarga pasien. Akhirnya, pada 22 Juli 2025 nyawanya tak lagi bisa diselamatkan (Beritasatu.com, 20/8/2025).
Pihak Kementerian Kesehatan segera melakukan investigasi ke RS R Syamsudin. Melalui website resmi (25/8/2025), Kemenkes menyatakan bahwa Raya meninggal di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi setelah perawatan intensif selama sembilan hari sejak 13 Juli 2025. Ia datang ke IGD dalam kondisi penurunan kesadaran dan didiagnosis sepsis atau infeksi berat yang diperburuk dengan malnutrisi, stunting, dan meningitis TBC. Ketua Kolegium Parasitologi Klinik, Prof. dr. Agnes Kurniawan, Sp.Par.K. menegaskan bahwa kematian Raya ternyata tidak disebabkan oleh cacing gelang (ascaris lumbricoides), melainkan kondisi medis berat yang sudah diderita sebelumnya. (Sukabumiupdate.com, 26/8/2025).
Pernyataan tersebut masih menimbulkan tanda tanya. Sebab, jelas tubuh Raya dipenuhi cacing yang diperkirakan beratnya satu kilo lebih. Benarkah tidak berdampak pada kematiannya? Selain itu, permasalahan yang harus dicermati bukan hanya soal penyebab kematian Raya. Namun, fakta bahwa di negara yang baru merayakan HUT ke-80 dengan gegap gempita ini ternyata rakyatnya belum benar-benar merdeka. Untuk mendapatkan layanan administrasi kependudukan pun masih ada yang kesulitan, sehingga saat butuh kartu identitas untuk mengurus administrasi kesehatan menjadi sulit. Padahal, ada kondisi darurat yang menyangkut kehidupan seseorang. Artinya, prosedur dan administrasi lebih diutamakan daripada menyelamatkan nyawa manusia.
Sungguh ironis. Realitas bertolak belakang dengan pidato presiden bahwa kemiskinan turun, pengangguran menurun, ekonomi meningkat dan berbagai capaian keberhasilan lainnya. Faktanya, rakyat kecil banyak yang terabaikan nasibnya. Sudahlah terimpit ekonomi, penghasilan pas-pasan, harga kebutuhan terus dinaikkan. Ditambah lagi, harus memikirkan biaya kesehatan yang mahal. Istilah ‘orang miskin tidak boleh sakit’ bukan lagi sekadar sarkasme belaka, tetapi begitulah adanya. Meskipun ada program KIS atau BPJS gratis, tetapi tidak mudah untuk mendapatkan atau menggunakannya.
Akibat Kapitalisme
Negara penganut sistem kapitalis menjadikan kesehatan sebagai ladang bisnis. Rumah sakit nan megah dengan fasilitas lengkap dibangun di mana-mana, tetapi hanya orang-orang berduit tebal yang bisa mendapatkan layanan kesehatan dengan mudah, cepat dan nyaman. BPJS yang digadang-gadang bisa meringankan beban rakyat, nyatanya hanya bentuk pengalihan tanggung jawab negara dalam menjaga kesehatan rakyat. Rakyat harus bergotong-royong membiayai layanan kesehatan dengan membayar iuran wajib per bulan. Itu pun dengan pelayanan yang masih terbatas, baik jenis penyakitnya maupun biaya yang bisa ditanggung negara. Sedangkan, pembayaran iuran harus tepat waktu dan angkanya bisa naik sewaktu-waktu.
Kematian Raya menjadi tamparan keras bagi semua pihak. Ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar tidak bersikap individualis dan harus peka dengan keadaan sekitar. Barangkali ada tetangga yang kelaparan, kekurangan, sakit atau butuh pertolongan, orang-orang terdekat harus segera mengulurkan bantuan. Selain itu, pihak-pihak yang diberikan wewenang mengurus warga mulai dari RT, kepala desa, kader posyandu, Dinas Kesehatan, kepala daerah hingga kepala negara harus siaga memperhatikan kebutuhan rakyat dan kondisi di lapangan. Jangan justru tampak gelagapan dan tidak siap. Setelah ada kejadian, lantas saling lempar tanggung jawab dan tidak mau disalahkan. Ucapan keprihatinan pun terdengar seperti basa-basi, bukan karena peduli.
Beginilah jika negara menerapkan sistem kapitalisme buatan manusia, bukan sistem yang berasal dari Sang Pencipta. Tidak heran jika kasus Raya sampai terjadi dan masih banyak kasus lainnya akibat pengabaian negara.
Lain halnya jika sistem Islam yang diterapkan. Dengan sistem Islam, negara akan menjamin pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat. Semua akan diperlakukan sama, baik orang kaya atau miskin sama-sama memperoleh pelayanan terbaik. Semua itu dibiayai sendiri oleh negara, artinya rakyat bisa berobat secara gratis sampai benar-benar sembuh.
Hal ini tidaklah mustahil. Sebab negara (daulah) Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak, yaitu pendapatan dari harta rampasan perang (anfaal, ghaniimah, fai dan khumus); pungutan dari tanah yang berstatus kharaj; pungutan dari non-Muslim yang hidup dalam Negara Islam (jizyah); harta milik umum; harta milik negara; harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (‘usyur); harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram; harta rikaz dan tambang; harta yang tidak ada pemiliknya; harta orang-orang murtad; pajak; dan zakat.
Oleh karena itu, sudah selayaknya umat Islam mengubah arah pandang untuk kembali kepada aturan Islam. Sebab, syariat Islamlah yang pasti akan mampu memecahkan setiap permasalahan kehidupan.