
Oleh: Eka Sulistya
Linimasanews.id—Aktivitas keagamaan tanpa izin yang digelar di sebuah Perumahan Dukuh Zamrud Kelurahan Cimuning, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi meresahkan warga. Anggota yang menghadiri pertemuan rutin setiap akhir pekan, mulai pukul 05.00 WIB hingga menjelang 12.00 WIB kerap memarkir kendaraan sembarangan membuat warga geram. Ritual keagamaan di rumah perempuan berinisial PY, yang akrab disapa “Umi Cinta” itu telah berlangsung selama delapan tahun. Aktivitas keagamaan ini diikuti sekitar 70 anggota, tanpa persetujuan lingkungan sekitar. Salah satu ajaran Umi Cinta adalah iming-iming masuk surga bagi yang membayar infak Rp.1 juta (Tribunpekanbaru.com, 12/8/2025).
Hal ini jelas tidak sesuai dengan Islam. Namun, mengapa ajaran ini diminati masyarakat? Kurangnya pemahaman agama jawabannya. Saat ini banyak masyarakat yang memahami agama sebagai ritual belaka. Akibatnya, ketika ada ajaran atau aktivitas sekalipun tidak sesuai dengan Islam, mereka mudah ikut. Tidak sedikit masyarakat yang mudah tergoda iming-iming masuk surga secara instan. Kasus ajaran menyimpang di negeri tidak hanya sekali ini, sebelumnya ada ajaran Lia Eden, salah satunya.
Kurangnya pengetahuan agama yang benar dan tidak berfikir membuat masyarakat mudah tergoda. Kondisi ini diperparah dengan masyarakat yang cuek. Masyarakat yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya membuat ajaran yang menyimpang makin tumbuh subur. Inilah gambaran masyarakat kapitalis yang individualis, “Elo, elo. Gue, gue”. Padahal, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Kegiatan pengajian Umi Cinta yang berlangsung sampai delapan tahun baru ditemukan kejanggalan adalah indikasi kurangnya kepedulian masyarakat.
Namun demikian, hal ini tidaklah terlambat. Warga sekitar melakukan protes dan menuntut agar kegiatan pengajian Umi Cinta dihentikan karena dianggap menyalahi norma sosial dan berpotensi menyesatkan. Warga yang menjadi gelisah kemudian menggelar aksi protes di depan rumah Umi Cinta karena kegiatan tersebut tidak memiliki izin lingkungan dan menimbulkan masalah sosial.
Sekuler
Dalam sistem sekuler, keputusan tentang aliran Umi Cinta akan didasarkan pada hukum dan peraturan yang berlaku, bukan pada ajaran agama tertentu. Oleh karena itu, tanggapan pemerintah akan lebih fokus pada aspek hukum dan perlindungan masyarakat daripada aspek keagamaan.
Jelas sistem sekuler saat ini tidak mampu membendung ajaran yang tidak sesuai dengan Islam. Buktinya, sampai hari ini ajaran seperti Umi Cinta masih terus tumbuh dan berkembang. Padahal, ajaran seperti ini salah dan masyarakat yang menjadi korban. Karena itu, butuh sistem yang mampu memproteksi ajaran yang tidak sesuai dengan Islam, sistem tersebut adalah sistem Islam.
Sistem Islam Menjaga Masyarakat dari Pengaruh Aliran Sesat
Berpegang kepada Al-Qur’an dan sunnah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Mengutip pendapat Imam Al-Ghazali, relasi agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar, tidak terpisahkan satu sama lain. “Aaddinu wasultonu tauamani (agama dan penguasa seperti saudara kembar). Addinu usun wasultonu harisun (agama itu asas, pemimpin itu penjaga).”
Karena itu, kepemimpinan tanpa fondasi agama akan hancur dan yang tidak ada penjaga akan hilang. Jadi, agama memang harus dijaga oleh pemimpin. Agama akan terjaga ketika didakwahkan dan dipahamkan. Setelah umat paham, akan agama diamalkan dan diperjuangkan. Sedangkan yang menyimpangkan agama, harus dihentikan. Yang beragama secara salah, harus diluruskan. Untuk itu, dibutuhkan peran penting keluarga, kelompok dakwah, dan pemimpin dalam menjaga akidah umat. Pedomannya adalah Kitabullah dan sunnah Rasulullah.
Dalam sistem Islam, negara akan menindak tegas ajaran yang bertentangan dengan Islam karena dapat merusak akidah umat. Dalam Islam, negara bertugas menjaga kemurnian akidah atau tauhid.
Hal ini didukung juga oleh kontrol masyarakat yang kuat. Masyarakat Islam memiliki kepekaan yang amat tajam terhadap berbagai gejolak yang terjadi, terlebih lagi terhadap adanya kemungkaran yang mengancam keutuhan masyarakat. Dari sinilah amar ma’aruf nahi munkar menjadi bagian yang paling esensial sekaligus yang membedakan masyarakat Islam dengan masyarakat yang lainnya.
Allah berfirman, “Hendaklah ada diantara kami segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyeru berbuat yang Ma’aruf dan mencegah yang Munkar mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Di masa Rasulullah, kaum munafik sekalipun tidak berani menampakkan apa yang mereka sembunyikan. Pada zaman Kekhilafahan Abbasiyah, orang-orang fasik (dalam jumlah sedikit) mendatangi rumah kaum Nasrani secara diam-diam hanya untuk meminum seteguk khamr. Hal ini terjadi bukan kerena takut sanksi dari penguasa saja, tetapi juga takut menghadapi perlawanan masyarakat. Tekanan keras dari masyarakat inilah yang menjadi faktor kuat yang mendorong sekelompok kecil penyeleweng tersebut bersembunyi.
Selain kontrol masyarakat yang kuat, negara juga akan memberikan sanksi yang tegas jika umat Islam menyebarkan ajaran yang terbukti melanggar ajaran Islam. Negara tidak pandang bulu untuk menjatuhkan sanksi. Hal ini agar pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Demikianlah cara sistem Islam menjaga akidah umatnya dari pengaruh ajaran yang tidak sesuai dengan Islam. Tiga komponen: ketakwaan individu, kontrol dari masyarakat yang kuat, dan sanksi dari negara akan menjaga kemurnian akidah umat.