
Oleh: Atiqoh Shamila
Linimasanews.id—Kasus keracunan dalam program MBG (Makan Bergizi Gratis) kembali terjadi di berbagai daerah. Puluhan hingga ratusan siswa keracunan usai menyantap Makanan Bergizi Gratis. Di Kabupaten Lebong, Bengkulu korbannya tembus 456 anak sehingga kegiatan MBG di kabupaten ini dihentikan sementara.
Di Ponpes Al-Islah, Lampung Timur, terdata 20 santri keracunan (Kompas.com 29/08/2025). Di SMP 3 Berbah Sleman, Jawa Tengah, tercatat 135 siswa keracunan. Sebelumnya, keracunan makanan bergizi gratis juga terjadi di Sragen, Jawa Tengah. Hasil uji laboratorium di Sragen ditemukan bahwa sanitasi lingkungan tersebut menjadi permasalahan utama (Harian jogja, 28/08/2025).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf yang mendalam atas kejadian yang tidak diinginkan tersebut. BGN menginstruksikan agar oprasional Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) dihentikan sementara.
Janji Kampanye
MBG dilaksanakan karena merupakan janji kampanye presiden. Program ini bertujuan untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting yang masih tinggi pada anak-anak dan ibu hamil. Dengan terpenuhinya gizi masyarakat sejak dini, diharapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) akan meningkat, sehingga generasi yang lahir lebih sehat, cerdas, dan produktif. Selain itu, program ini juga dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pemanfaatan produk pangan bergizi dari petani, nelayan, dan pelaku UMKM dalam negeri.
Namun, realitas di lapangan tidak sesuai ekspektasi. Banyak terjadi masalah seiring dengan mulai dilaksanakannya program ini, dari makanan yang kurang layak hingga terjadinya kasus keracunan. Kasus keracunan yang berulang di berbagai daerah menunjukkan adanya ketidakseriusan dan kelalaian dari negara. Hal ini terutama tampak dalam kurangnya kesiapan Standar Operasional Prosedur (SOP) serta lemahnya pengawasan terhadap penyelenggaraan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi).
Situasi ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan menyangkut kesehatan, bahkan nyawa para siswa. Keselamatan siswa dipertaruhkan hanya karena kelalaian dalam sistem yang seharusnya menjamin keamanan dan kualitas pangan. Padahal, sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang anak, bukan justru menjadi ruang yang menimbulkan ancaman kesehatan.
Jika dicermati, MBG juga bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil, apalagi mencegah stunting. Program ini hanya bersifat tambal sulam dan jangka pendek. Sebab, akar persoalan gizi tidak hanya terletak pada ketersediaan makanan sementara, tetapi juga pada sistem pangan, daya beli masyarakat, serta pola distribusi dan pengelolaan gizi secara menyeluruh. Selama masalah kemiskinan masih mengimpit keluarga, harga pangan sehat tetap mahal, dan layanan kesehatan tidak merata, maka pemberian makanan bergizi yang hanya sesekali tidak akan mampu menghapus stunting secara tuntas.
Namun anehnya, pemangku kebijakan tidak menganalisis lebih dalam akar permasalahan MBG ini. Karena itu, seharusnya kita objektif berpikir bahwa ada solusi jitu menyelesaikan masalah ini dari pangkal pokoknya, yaitu Islam. Islam menetapkan bahwa negara memiliki kewajiban sebagai raa‘in (pengurus dan pelindung rakyat). Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw., “Imam (khalifah) adalah ra‘in dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Konsep ini menegaskan bahwa negara dalam Islam tidak boleh berlepas tangan dari urusan rakyat, apalagi menyerahkan seluruhnya pada mekanisme pasar atau pihak swasta sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Tanggung jawab negara sebagai ra‘in ini mencakup pemenuhan seluruh kebutuhan pokok rakyat, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Negara wajib memastikan setiap individu rakyat dapat hidup layak dengan terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut. Mekanisme pemenuhannya dilakukan sesuai dengan syariat, baik melalui cara langsung, seperti memberikan jaminan kebutuhan kepada fakir miskin, anak yatim, atau orang yang tidak mampu; maupun secara tidak langsung, seperti menyediakan lapangan kerja yang memadai, mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, serta mengatur distribusi kekayaan agar tidak beredar di sekitar orang kaya saja. Dengan demikian, negara dalam Islam benar-benar menjadi penanggung jawab utama kesejahteraan masyarakat.
Negara dalam Islam atau disebut dengan khilafah dipimpin oleh seorang khalifah sebagai kepala negara. Khilafah menjamin kesejahteraan umat dan memberi edukasi tentang gizi, sehingga kasus stunting akan dapat dicegah sejak dini dan selesai pula semua permasalahan gizi lainnya. Khilafah mampu menjamin kesejahteraan semua rakyatnya karena memiliki sumber pemasukan yang besar sesuai ketentuan syara dan dikelola dengan sistem ekonomi Islam.
Sejumlah kasus keracunan MBG ini menjadi pelajaran berharga bagi kita bahwa janji manis dalam kontestasi demokrasi tanpa analisis jauh ke depan hanya akan berakhir dengan bencana.