
Oleh: Endang Widayati
Linimasanews.id—Polemik pelaksanaan program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak kunjung usai. Program MBG yang telah berjalan di beberapa sekolah di berbagai daerah di Indonesia kembali menuai kritik. Keresahan kembali terjadi usai penemuan kasus keracunan di beberapa sekolah setelah menyantap menu MBG.
Kegiatan MBG di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, misalnya, terpaksa dihentikan sementara karena adanya kasus keracunan yang menelan korban mencapai 456 siswa (kompas.com, 30/08/2025). Keracunan pasca menyantap menu MBG juga terjadi di Kabupaten Cianjur. Diduga 36 siswa di dua sekolah di Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang mengalami mual, pusing dan muntah usai menyantap menu MBG (timesindonesia.co.id, 12/09/2025).
Di daerah lain juga terdapat kasus serupa. Siswa SMP Negeri 1 Tepa, Kecamatan Babar Barat, Provinsi Maluku mengalami mual, pusing, dan muntah setelah mengonsumsi MBG yang disediakan di sekolahnya. Keracunan diduga diakibatkan dari ikan tuna yang disajikan di menu MBG (rri.co.id, 12/09/2025).
Kasus keracunan menu MBG tidak berhenti di daerah-daerah tersebut di atas, melainkan masih banyak kasus serupa di daerah lainnya. Kasus di atas menambah daftar hitam pengelolaan menu MBG di negeri ini. Tanpa adanya evaluasi dan penanganan yang serius dari pemerintah, tidak menutup kemungkinan kasus keracunan masih akan terjadi di masa mendatang dan memakan lebih banyak korban.
Keracunan MBG: Kelalaian Negara
Mega proyek MBG yang menjadi salah satu janji kampanye presiden kini menghadapi tantangan yang serius. Kasus keracunan, pendanaan yang membengkak, pendistribusian yang tidak tepat sasaran menyelimuti program unggulan ini. Seharusnya hal ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah sebelum melaksanakannya lebih lanjut.
Proyek yang digadang-gadang untuk mengatasi masalah stunting dan malnutrisi pada anak-anak dan ibu hamil ini nyatanya belum memberikan dampak positif. Sejak pelaksanaan uji coba mega proyek MBG di awal Oktober 2024 sudah ditemukan 13 kasus keracunan di berbagai daerah. Setelah diresmikan pada 6 Januari 2025, kasus keracunan terjadi secara beruntun alias jeda waktunya hanya hitungan hari. Sederet kasus yang menghasilkan program tersebut menunjukkan betapa negara lalai dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.
Selain klaim mengatasi stunting yang tidak kunjung terwujud, pemerintah juga mengkalim bahwa MBG ini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Klaim ini pun perlu dikaji lebih dalam lagi sesuai fakta di lapangan.
Adanya persoalan demi persoalan yang terjadi pada pelaksanaan program MBG ini merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang menitikberatkan pada keuntungan. Program MBG yang memakan banyak dana pada akhirnya dikelola dengan mekanisme untung rugi.
Inilah potret kelam sistem kapitalisme. Negara yang seharusnya menjadi penjamin rakyatnya mendapatkan makanan yang bernutrisi dan bergizi, malah menyerahkan urusan tersebut kepada swasta. Alhasil, dari besaran MBG yang ditetapkan, tetap diberlakukan perhitungan bisnis. Jika negara dan pengelola hanya mengejar laba semata, maka urusan kesehatan rakyat tidak menjadi prioritas utama. Jadilah mereka seolah asal-asalan dalam menyediakan menu MBG, tanpa memperhatikan teknis memasak, menyajikan dan mendistribusikan sampai kepada siswa.
Islam Menjamin Kebutuhan Pokok
Pemenuhan kebutuhan pokok yang terdiri dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan adalah kewajiban negara. Negara Islam dengan sistem ekonomi Islam akan memberikan mekanisme yang adil dan merata dalam rangka pendistribusian kebutuhan masing-masing individu rakyat.
Khalifah sebagai kepala negara Islam adalah seorang pilihan rakyat untuk mengatur dan mengurusi urusan rakyat. Khalifah diangkat melalui bai’at untuk melaksanakan mandat sebagai pemimpin, pelindung dan pelayan bagi rakyat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw., “Imam adalah raa’in (penanggung jawab), dan dia (khalifah) akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.”
Maknanya, negara memiliki andil paling besar dan utama dalam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok rakyat. Negara menjadi garda terdepan atas keberlangsungan hidup rakyatnya. Kehidupan rakyat yang aman, sejahtera, damai dan nyaman menjadi fokus utama negara dalam hal ini adalah penguasa.
Penguasa dalam Islam, yakni khalifah haruslah orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi kepada Allah Swt. Khalifah adalah sosok yang menerapkan hukum-hukum Allah Swt., yakni syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Karenanya, setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak akan menyimpang dari hukum syarak. Kebijakan yang diterapkan kepada rakyatnya semata-mata berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Sehingga, ketika khalifah melaksanakan tanggung jawabnya mengurusi rakyat, maka mekanisme yang ditempuh sesuai dengan syariat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, dengan adanya jaminan kepemimpinan yang baik, ketersediaan pangan yang cukup, disertai dengan edukasi tentang gizi serta akses pada bahan pangan yang mudah, kasus stunting dan permasalahan gizi lainnya akan dapat dicegah.
Khalifah yang menjadi kepala negara khilafah mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Khilafah memiliki sumber pendapatan yang besar. Dalam kitab Ajhizatu Daulatu al-Khilafah karya Syaikh Taqiyudin an-Nabhani disebutkan bahwa sumber pendapatan negara yang disimpan dalam Baitul Mal meliputi fa’i, kharaj, kepemilikan umum termasuk di dalamnya sumber daya alam, dan zakat.
Dengan demikian, negara tidak akan menjadikan utang dan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara sebagaimana yang terjadi pada negara yang berlandaskan pada sistem ekonomi kapitalis saat ini. Dengan sistem ekonomi Islam, bisa dipastikan bahwa negara tidak akan kekurangan pendapatannya.
Sistem Islam ini pernah dijalankan oleh Nabi Muhammad saw., Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya. Sistem Islam ini bertahan lebih dari 1300 tahun dan mampu memberikan kesejahteraan yang nyata bagi seluruh rakyat. Tidakkah kita menginginkannya?