
Oleh: Ita Ummu Maiaa
Linimasanews.id—Keterbukaan media informasi dan kebebasan berpendapat saat ini ternyata tidak berlaku untuk mengabarkan kondisi Palestina. Kecepatan dan keterbukaan informasi yang memudahkan masyarakat mengetahui peristiwa di belahan dunia yang lain, tidak terlepas dari jasa jurnalis.
Namun, miris, jurnalis di Gaza harus mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengabarkan pada dunia atas kezaliman yang terjadi di sana. Tanpa senjata, hanya dengan perlengkapan seadanya serta identitas rompi jurnalis pun tak luput dari sasaran tembakan, bom dan senjata lainnya dari Zionis. Padahal, jurnalis mestinya mendapatkan perlindungan karena profesinya tersebut.
Kondisi Gaza sangat memilukan. Serangan rudal sampai pelaparan dengan blokade dilakukan Zionis Israel agar rakyat Gaza menyerahkan tanah kelahiran mereka. Padahal, Palestina merupakan bumi Syam yang diberkahi Allah. Mestinya, seluruh kaum muslim menjaga tanah mulia tersebut dengan memperjuangkannya sebagaimana yang dilakukan rakyat Gaza.
Reporters Without Borders mencatat, hampir 200 jurnalis telah gugur sejak perang pecah pada Oktober 2023. Israel melarang jurnalis internasional masuk ke Gaza, kecuali melalui kunjungan yang dikontrol ketat bersama militer. (Kompas.com, 12/8/2025). Ini menunjukkan bahwa serangan Zionis membabi buta, tidak lagi memperhatikan apakah itu jurnalis atau rakyat sipil, mereka bantai dengan biadab. Ini pelanggaran perang, tetapi nyatanya Zionis sampai saat ini masih melakukannya. Tindakan-tindakan Zionis tidak tersentuh oleh hukum.
Kebiadaban Zionis yang telah diungkap para jurnalis saat ini saja belum mampu menggerakkan para pemimpin negeri-negeri muslim untuk mengerahkan tentara-tentaranya, apalagi ketika para jurnalis ini makin berkurang karena menjadi sasaran zionis? Karena itu, mesti ada perubahan yang mendasar untuk menyelesaikan persoalan Gaza. Kaum muslim mesti bersatu dan mengusir Zionis Israel dari wilayah Palestina.
Pengkhianatan para penguasa negeri-negeri Muslim ini sangat menyakiti hati warga Gaza dan umat Islam. Sistem sekuler telah melahirkan nasionalisme sehingga menjadikan negeri-negeri Muslim tidak lagi merasa satu tubuh. Padahal, fitrah kaum muslimin adalah bersatu dan terikat dalam satu akidah yaitu Islam.
Sekalipun kaum muslim berada di wilayah yang berbeda, mereka mestinya berada dalam satu kepemimpinan seorang khalifah dalam sistem khilafah. Seorang khalifah akan memberikan komando jihad untuk mengerahkan tentara menghadapi entitas zionis atau negara yang menganggu wilayah-wilayah yang berada dalam wilayah negara Islam. Tidak menunggu sampai ratusan nyawa jurnalis berjatuhan, ribuan nyawa rakyat sipil terenggut, dan sebagainya.
Semenjak keruntuhan Khilafah tahun 1924, negeri-negeri Muslim tercerai-berai, ditimpa berbagai malapetaka, dicengkeram oleh sistem sekuler kapitalisme. Maka, mesti ada upaya mengembalikan kesadaran kaum muslimin untuk memperjuangkan tegaknya khilafah yang akan menjadi pelindung umat. Yakni, dengan jalan dakwah mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. sehingga Islam memiliki kemuliaan dan kekuatan yang diperhitungkan di kancah dunia.