
Oleh: Dini Azra
Linimasanews.id—Setiap manusia memiliki naluri untuk berkasih sayang, termasuk menyukai lawan jenisnya. Normal jika seseorang merasakan jatuh cinta. Tidak ada yang salah dengan cinta. Hanya saja, perasaan itu tidak bisa dibiarkan tumbuh liar tanpa kendali, hingga membuat hawa nafsu menguasai diri.
Penyaluran rasa cinta tanpa pernikahan atau pacaran sering kali berujung tragis. Pacaran berujung kehamilan, aborsi, pembuangan bayi, pembunuhan hingga mutilasi. Seperti berita terkini, Polres Mojokerto baru-baru ini berhasil mengungkap pembunuhan disertai mutilasi yang telah menggegerkan warga Mojokerto dan Surabaya. Seorang pemuda bernama Alvi Maulana (24) tega membunuh pacarnya sendiri TAS (25). Bahkan, jasad korban dipotong-potong menjadi ratusan bagian. Sebagian potongan tubuh korban dibuang di Mojokerto, sementara sisanya disimpan di tempat kosnya di Surabaya.
Peristiwa tragis ini terjadi pada Minggu (31/8/2025) sekitar pukul 02.00 WIB di rumah kos mereka di Jalan Raya Lidah Wetan, Surabaya. Alvi dan korban diketahui sudah berpacaran selama lima tahun dan tinggal bersama di tempat tersebut.
Kapolres Mojokerto, AKBP Ihram Kustarto, menjelaskan bahwa peristiwa bermula dari percekcokan. Pelaku pulang larut malam ke kosan, tapi oleh korban pintu dikunci dari dalam hingga membuat pelaku naik pitam. Pertengkaran pun tak terelakkan hingga pelaku menusuk leher korban dengan pisau dapur. Korban akhirnya meninggal karena kehabisan darah. Setelah memastikan korban sudah tidak bernyawa, dia mulai memutilasi tubuh pacarnya di kamar mandi. Sebagian potongan dibuang ke daerah Pacet, Mojokerto dan sebagian ada yang dikubur di depan kos, ada juga yang disembunyikan di laci lemari. Akibat perbuatannya, AM dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati atau seumur hidup (Humas.Polri.go.id., 10/9/20).
Diketahui sebelumnya, Alvi dan korban adalah pasangan kekasih yang sudah tinggal bersama, istilahnya kohabitasi, living together atau kumpul kebo selama lima tahun. Kurun waktu yang lama pasti memunculkan banyak konflik, perselisihan, kecemburuan, dan hilangnya kepercayaan. Rasa cinta juga makin hambar dan bisa berubah menjadi kebencian. Alvi yang mengaku sudah memendam emosi sejak lama, tak kuasa memenuhi gaya hidup hedon pasangannya akhirnya menemukan momen untuk melampiaskan dendam dengan membunuh dan memutilasi korban.
Kohabitasi sudah lama menjadi tren di negara-negara luar yang bukan negeri Muslim. Bagi mereka, hal itu bukan sesuatu yang tabu, tapi sebagai langkah awal menuju pernikahan atau setidaknya menjadi pembuktian cinta sepasang kekasih. Namun, di Indonesia, apa pun alasan dan istilahnya, hidup bersama tanpa pernikahan tetaplah salah, melanggar norma dan agama. Karenanya, disebut juga dengan istilah kumpul kebo untuk menghinakan perbuatan tersebut seperti halnya perilaku hewan yang tak berakal..
Sekularisme Merusak Tatanan Sosial
Budaya dan pemikiran asing masuk ke negeri ini tanpa tersaring. Ditambah, banyak fakta tentang kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis dan bermasalah. Hal ini mengakibatkan pergeseran berpikir di kalangan generasi muda. Tidak sedikit anak muda yang memandang pernikahan itu sebagai hubungan yang normatif dan penuh aturan. Menikah tidak menjamin seseorang hidup bahagia, bahkan lebih banyak orang yang menderita setelah menikah. Karena itu, sebagian dari mereka mengalami gama phobia atau takut menikah. Parahnya, mereka justru memandang kumpul kebo sebagai hubungan yang lebih murni dengan aturan yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Ini semua bisa terjadi karena jauhnya umat dari pemahaman agama yang benar. Latar belakang pendidikan yang islami juga tidak menjamin orang menjalani kehidupan sesuai aturan Islam. Sebab pemikiran sekuler sudah menyelimuti pemikiran umat, yakni memisahkan urusan agama dan kehidupan. Akibatnya, masyarakat dalam kehidupan umumnya tidak peduli dengan aturan Islam. Melainkan, mengikuti arus perkembangan zaman, contohnya pacaran sudah dianggap kebiasaan.
Ditambah lagi, negara tidak peduli lagi terhadap urusan pribadi rakyat, melainkan hanya peduli dengan data pertumbuhan ekonomi, APBN, pajak dan urusan administratif lainnya. Negara hanya menyediakan payung hukum jika terjadi tindak kriminal, tapi tidak melakukan tindakan pencegahan. Bahkan, zina bukan dianggap kejahatan selama dilakukan suka sama suka, karena dianggap sebagai hak asasi manusia.
Kemaksiatan Mengundang Azab Allah
Islam sangat menjaga hubungan antara pria dan wanita agar kehormatan dan kemuliaan mereka terjaga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isra’ ayat 32)
Banyak yang tidak menyadari bahwa pacaran itu merupakan pintu gerbang menuju zina. Dengan dalih pacaran, banyak yang beranggapan tidak mengapa asalkan tahu batas, alhasil orang tua mengizinkan anaknya berduaan dengan yang bukan mahram. Selain itu masyarakat pun terbiasa dengan istilah ini, tak lagi risih melihat orang ke mana-mana berdua. Tidak ada upaya untuk saling mengingatkan, meskipun itu kesalahan. Baru setelah terjadi hal yang buruk, seperti pembunuhan sadis terhadap pacar, mereka baru bereaksi. Itu pun lebih fokus pada pembunuhannya, bukan pacaran yang menjadi penyebabnya.
Mengapa orang bisa tega melakukan pembunuhan hingga mutilasi? Tindakan pembunuhan terhadap orang terdekat bisa dipicu rasa cemburu dan juga sakit hati yang melukai harga diri, dan juga dendam yang mendalam terhadap korban. Setelah melakukan pembunuhan, mutilasi dilakukan untuk menghilangkan jejak dan mengelabui polisi. Atau bisa jadi karena pelaku memang memiliki gangguan mental psikopatik. Ditambah, hukum yang tidak menjerakan membuat kasus pembunuhan masih terus berulang.
Tragedi demi tragedi yang terjadi akibat perzinahan, seharusnya membuat masyarakat mawas diri. Merenungkan kembali hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, “Apabila zina dan Riba telah merajalela di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka untuk diazab Allah.” (HR. Hakim)
Maka, umat Islam tidak boleh terus-menerus tenggelam dalam sistem yang salah dan rusak ini. Cara mengentaskan umat dari keterpurukan ini adalah dengan dakwah pemikiran, menyadarkan mereka untuk kembali menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari, membangun ketakwaan individu dengan kesadaran akan hubungannya dengan Allah Ta’ala. Selain itu, menjadikan masyarakat selalu beramar makruf nahi mungkar, mencegah segala bentuk kemaksiatan dan saling menasihati dalam kebaikan. Tak kalah penting, menyeru penguasa untuk menerapkan sistem Islam dalam mengatur kehidupan rakyatnya. Sebab, seluruh aturan Islam hanya bisa diterapkan oleh penguasa. Penguasa yang beriman dan amanah serta takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.