
Oleh: Anizah
Linimasanews.id—Semua orang pasti mengidamkan pernikahan yang harmonis, menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Hanya saja, pernikahan terkadang tidak selalu berjalan sesuai yang diharapkan, kadang ada kerikil-kerikil atau batu sandungan yang menerpa, bahkan sampai berakhir perceraian. Di Indonesia sendiri, tingkat perceraian setiap tahunnya makin bertambah, salah satunya terjadi di Kabupaten Blora Jawa Tengah.
Dilansir dari laman kompas.com (4/7/2024), selama 6 bulan pertama di tahun 2024 Pengadilan Agama (PA) menerima hampir seribu perkara perceraian. Menurut Anjar Wisnugroho, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Blora mengatakan, selama bulan Januari sampai Juni 2024, angka gugatan perceraian sebanyak 948 perkara. “Secara spesifik jumlah perkara yang diterima, cerai talak itu ada 237 perkara masuk, kemudian untuk cerai gugat ada 711 perkara masuk,” ucap Anjar saat ditemui di kantornya, Rabu (3/7/2024).
Anjar juga menjelaskan terkait alasan pasangan tersebut memilih untuk berpisah karena disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah faktor perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, faktor ekonomi, judi online, madat, poligami, penjara dan KDRT.
Akibat Sistem Kapitalisme
Kasus perceraian yang terus meningkat sesungguhnya merupakan masalah sosial yang tidak lepas dari realitas yang terjadi di masyarakat. Artinya, masalah perceraian tidak akan lepas dari nilai maupun prinsip hidup yang ada ditengah masyarakat. Prinsip ini lahir dari sistem hidup yang memengaruhi cara pandang masyarakat, termasuk mengenai rumah tangga.
Perlu kita pahami bahwa sebab-sebab yang dipaparkan tersebut adalah cabang. Ada sebab lain yang memunculkan persoalan tersebut, yaitu sistem kehidupan yang diterapkan negara dan masyarakat. Sistem tersebut adalah kapitalisme. Sistem ini menjadikan materi sebagai tolok ukur keberhasilan yang mana seseorang merasa bahagia ketika mampu memenuhi seluruh kebutuhannya baik primer hingga tersier. Jadi, jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, ia merasa kurang bahagia dan muncullah berbagai konflik dalam rumah tangga.
Kapitalisme biasanya beriringan dengan liberalisme, yaitu paham kebebasan. Dengan paham ini, perempuan dan laki-laki bebas bercampur baur tanpa adanya kepentingan, mereka melakukan khalwat, hingga pergaulan bebas. Akhirnya menjadikan perselingkuhan marak terjadi di tengah masyarakat.
Belum lagi sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Paham ini membuat umat Islam memandang agama sebagai ritual semata. Kaum muslim pun makin jauh dari ketakwaan, kemudian yang terjadi adalah para suami tidak paham kewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya, menelantarkan mereka, dan mengabaikan tanggung jawab, begitu pun suami yang melakukan kekerasan terhadap istri. Semua itu berujung perselisihan dan keretakan rumah tangga yang sering kali diakhiri dengan gugatan cerai istri kepada suami.
Dalam sistem kapitalisme juga banyak ide-ide yang menjadi racun keretakan rumah tangga. Salah satunya, yaitu ide kesetaraan gender yang digaungkan oleh kaum feminisme. Dengan ide kesetaraan gender, mengharapkan perempuan bisa mandiri dan tidak lagi terbelenggu dalam kerangkeng bernama rumah tangga yang mana kepemimpinannya adalah suami.
Para istri mendapatkan penghasilan sendiri. Akhirnya, para ibu sibuk di luar dan anak-anak terabaikan. Cobalah tengok fakta mengerikan pada anak-anak saat ini. Ada anak-anak yang terjebak perundungan hingga depresi, pergaulan bebas, narkoba dan tawuran. Semua itu lepas dari perlindungan dan pengawasan orang tua.
Ketika ide kesetaraan gender ditelan bulat-bulat oleh kaum perempuan, mereka mudah sekali untuk mengatakan cerai dengan alasan ekonomi. Akhirnya, rumah tangga berujung pada kehancuran. Inilah yang Barat harapkan untuk menghalangi kebangkitan Islam, yakni dari hancurnya institusi terkecil pada tubuh umat Islam, yaitu keluarga.
Jadi setelah kita simpulkan, sistem kapitalisme yang menyebabkan banyak faktor perceraian dalam rumah tangga. Jadi, bukan hanya satu faktor saja yang menyebabkan perceraian, tapi menyeluruh karena sumbangan dari sistem yang batil. Pemerintah sendiri pun seolah tidak peduli dengan kesulitan rakyatnya. Rakyat memperjuangkan sendiri kehidupan mereka untuk bertahan hidup.
Islam Memberikan Solusi
Pernikahan dalam Islam sejatinya dibentuk untuk meraih kedamaian dan ketenteraman. Suami istri dihubungkan dengan saling memahami aturan Islam, berlomba dalam kebaikan untuk mendapatkan pahala. Keberhasilan pernikahan sangat tergantung pada sejauh mana penerimaan istri untuk menaati suaminya serta tunduk kepada kepemimpinan suami untuk keluarganya.
Biasanya, istri yang sulit menaati suami kerap kali menjadi penyulut konflik. Padahal, pahala ketaatan istri kepada suami disamakan dengan pahala mati syahid di jalan Allah Swt. dan setara dengan aktivitas jihad. Islam tidak menjadikan perceraian sebagai satu-satunya solusi dalam menyelesaikan masalah rumah tangga, bagaimanapun hebatnya krisis di antara keduanya.
Islam memerintahkan agar persoalan yang ada diselesaikan oleh pihak keluarga agar terjadi perbaikan di antara keduanya. Islam akan mengupayakan pasangan suami istri untuk memahami Islam sebagai solusi masalah keluarga. Negara pun didorong untuk menerapkan politik ekonomi Islam. Hal ini juga akan menjamin kebutuhan dasar bagi setiap individu dengan pemenuhan yang menyeluruh. Semua hal ini akan terwujud jika negara menerapkan Islam di segala aspek kehidupan, yaitu dalam bingkai Khilafah. Wallahualam bissawab.