
Oleh: Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Sekarang di kalangan pelajar dan mahasiswa sedang tren “study date,” yaitu belajar bersama pacar. Dalihnya agar lebih semangat dan meningkat prestasinya. Apa benar seperti itu?
Seseorang saat melakukan aktivitas bergantung sudut pandangnya. Saat seseorang memiliki sudut pandang sekuler kapitalisme, dia akan menjunjung tinggi kebebasan. Seperti saat ini, masyarakat selalu memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga, mereka tidak akan membawa-bawa agama sebagai solusi hidupnya, karena dianggap merepotkan. Mereka cenderung menghalalkan segala cara.
Kapitalisme juga menjadikan materi sebagai patokan. Demi mendapatkan nilai bagus dan bisa termotivasi, maka akan melakukan “study date,” walau itu melanggar aturan Islam. Akhirnya, melakukan aktivitas berpacaran walau dengan dalih belajar bersama.
“Study date” menjadi tren karena makin banyak yang melakukan. Karena masyarakat membiarkan, maka “study date” sudah dianggap biasa. Sungguh memprihatinkan jika kemaksiatan dianggap biasa karena pembiaran yang dilakukan masyarakat. Inilah berawalnya murka Allah. Sebab, pacaran adalah pintu masuk zina, ujung-ujungnya banyak yang berzina. Mereka menormalisasikan kemaksiatan, dianggap biasa.
Tren “study date” akan terus ada selama paradigma sekuler kapitalisme selalu dipakai oleh para muda-mudi. Ini karena buah sistem pendidikan sekuler yang diterapkan negara kita. Para pelajar dijauhkan dari pemahaman Islam yang benar. Mereka tidak memahami syariat Islam itu seperti apa dan bagaimana cara penerapannya.
Di sisi lain, negara kita tidak menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan atas nama HAM alias kebebasan berperilaku/liberalisme. Negara kita saat ini menjunjung tinggi HAM (Hak Asasi Manusia). Selama tidak ada pihak yang merasa dirugikan, walau itu melanggar syariat, maka akan tetap dilakukan.
Berbeda dengan Islam yang mewajibkan standar berperilaku berdasarkan syariat sebagai konsekuensi keimanan pada Allah. Sehingga bagi seorang muslim, dia akan mencari status hukumnya terlebih dahulu, barulah melakukan aktivitas tersebut jika dibolehkan oleh syariat. Jika tidak, maka tidak akan dia lalukan.
Islam mengharamkan pacaran. Sesuai dengan firman Allah, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra : 32)
Aktivitas belajar adalah wajib, bahkan berbuah pahala jika ditunaikan. Namun, hal ini jadi ternoda jika dilakukan dengan pacaran, karena pahalanya jadi hilang. Sebab, pacaran adalah aktivitas mendekati zina dan ini haram dilakukan. Sehingga bagi seorang muslim, tidak akan melakukan aktivitas “study date” walaupun itu mampu mendongkrak prestasi karena termotivasi belajarnya. Itu tidak akan membuatnya bahagia karena rida-Nya tidak dia dapatkan.
Seorang muslim mendapatkan motivasi belajar tidak membutuhkan keberadaan orang lain, terutama untuk belajar Islam agar paham aturan Allah. Dia belajar cukup dari sabda Rasulullah, “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Dan sabdanya yang lain, “Barangsiapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu pada-Nya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Individu muslim tidak akan sendirian dalam menahan godaan zina. Ada masyarakat muslim yang ikut membantu. Masyarakat berfungsi sebagai kontrol sosial. Mereka tidak akan tinggal diam jika terjadi kemaksiatan di depan mata, sekecil apa pun. Mereka akan segera mengingatkan dengan cara yang baik, sehingga si pelaku maksiat sadar apa yang dia berbuat dan akan menghentikannya.
Masyarakat Islami akan bahagia jika mereka berhasil melakukan amal shalih. Mereka berlomba-lomba dalam ketaatan. Mereka menjadikan ini sebagai tren. Dengan demikian, individu-individu di dalamnya akan terbawa suasana dan ikut taat juga.
Kebebasan berperilaku ala negara kapitalisme saat ini, tidak akan ditemukan dalam negara yang menerapkan Islam kaffah (penerapan secara menyeluruh) yaitu Khilafah. Karena, Khilafah akan memastikan warganya taat syariat. Bagi yang melanggar syariat, akan diberikan sanksi oleh Khilafah. Sebelumnya, Khilafah akan memberikan proses edukasi agar warga paham bahwa terikat pada Islam adalah wajib. Hal itu sebagai konsekuensi logis karena meyakini Allah Swt. Warga harus paham bahwa Allah harus diyakini sebagai Al-Khalik (Sang Pencipta) sekaligus Al-Mudabbir (Sang Pengatur).
Khilafah tentu juga akan melakukan edukasi pada masyarakat tentang pentingnya menaati Islam secara kaffah. Edukasi ini berupa penerapan kurikulum berbasis akidah Islam, baik secara nonformal di majelis-majelis taklim, ataupun secara formal di sekolah maupun perguruan tinggi. Dengan demikian, para pelajar memahami hakikat kehidupannya. Mereka akan memahami syariat itu apa saja, sehingga setiap kali beraktivitas tidak akan melanggarnya.
Khilafah juga akan dengan tegas memberikan sanksi bagi pelaku kemaksiatan, baik yang mendekati zina, seperti pacaran. Khilafah pun akan memberikan sanksi pada pelaku zinanya dengan hukuman cambuk atau rajam di depan publik. Sehingga, orang akan berpikir seribu kali untuk melanggarnya dan akan memberikan efek jera pada pelakunya.
Memang sangat berbahaya pola pikir sekuler kapitalisme ini. Mengira “study date” itu boleh dilakukan karena sudah biasa dilakukan di kalangan pelajar, tetapi ternyata itu haram dalam Islam. Maka dari itu, para pemuda khususnya dan kita semua umat Islam secara umum, harus terus giat mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis agar kita paham syariat secara kaffah, paham bagaimana menerapkannya dan memperjuangkannya agar kehidupan Islam dalam naungan Daulah Islam kembali tegak. Wallahualam bisawab.