
Oleh : Selly Nur amalia
Linimasanews.id—Dalam kesempatan acara Gebyar Muharram 1446 H yang digelar MWC NU Baleendah, Bupati Bandung HM Dadang Supriatna mengatakan bahwa ada tiga program muatan lokal yang ia gagas untuk para siswa mulai dari jenjang pendidikan TK hingga SMP yang bertujuan untuk membentuk jiwa kepemimpinan dan karakter anak sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter dan berakhlak mulia.
Dalam implementasinya, para siswa akan diwajibkan mempelajari pendidikan Pancasila dan UUD 1945, pendidikan bahasa dan budaya Sunda, belajar mengaji serta menghafalkan Al-Qur’an. Ia juga menegaskan bahwa yang menjadi tolok ukur untuk mewujudkan itu semua adalah agama (hibar.pgrikabupatenbandung.id, 24/7/2024).
Sepakat dengan Bupati Bandung, agama memang harus menjadi dasar dan tolok ukur manusia dalam menjalani kehidupan. Namun, apakah semua itu bisa dilaksanakan dan diimplementasikan dalam kehidupan saat ini? Sayangnya tidak!
Mengapa begitu? Seperti kita ketahui bersama, saat ini, negeri-negeri di seluruh penjuru dunia ada dalam naungan sistem kapitalisme dengan asas sekularismenya. Tak terkecuali juga negeri-negeri kaum muslim, seperti negeri kita Indonesia. Watak dari sekularisme adalah memisahkan agama baik berupa akidah maupun implementasi aturannya dalam seluruh aspek kehidupan. Asas ini menjadikan gagasan Bupati Bandung akan sulit terealisasi dalam sistem ini. Jangankan menjadi dasar dan standar (tolok ukur) kehidupan, dalam sistem kapitalisme agama hanya akan diberi satu tempat tersendiri, yakni ranah privasi agar dapat “mengcover” hak kebebasan individu dan tidak mengganggu keberlangsungan tegaknya sistem ini.
Sebaliknya, keberadaan agama sebagai landasan dan tolok ukur yang berimbas pada pembentukan generasi berkarakter dan berakhlak mulia hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Mengapa demikian? Karena hanya negara dalam sistem Islam (Khilafah) yang menjadikan kedaulatan ada di tangan Allah sebagai pembuat hukum. Negara ini akan memastikan aturan Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan manusia. Bukan hanya dari sisi kehidupan individu, tetapi juga masyarakat bahkan kehidupan bernegara akan tegak berdasarkan akidah dan hukum Islam.
Negara juga menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis pada aqidah Islam guna mencetak individu warga negara yang berkepribadian Islam. Kepribadian Islam inilah yang menjadikan warga negara Islam memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan aqidah Islam. Lebih lanjut, sistem pendidikan yang diusung oleh negara, implementasinya didukung dan dilaksanakan dari unit terkecil yakni keluarga dengan pendidikan akidah dan pembentukan ketakwaan individu dalam keluarga, lingkungan masyarakat dengan menggencarkan dakwah amar makruf nahi munkar, serta negara melalui kurikulum pendidikan. Arus informasi (media) hanya sebagai alat propaganda dakwah dan pendidikan serta syiar-syiar Islam dan penerapan penjagaan melalui penerapan aturan hukum syarak yang diterapkan oleh negara dalam seluruh aspek kehidupan.
Keberadaan sosok-sosok pemimpin, para ulama sekaligus ilmuwan muslim seperti Umar bin Abdul- Aziz, Muhammad Al- Fatih, Salahuddin Al- Ayubi, Ibnu Firnas, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Khawarizmi, Fatimah Al-Fihri, dan banyak lagi kaum muslim yang tak mungkin disebutkan satu persatu di sini adalah bukti betapa negara Islam telah berhasil menorehkan catatan tinta emas sejarah peradaban manusia.
Negara Khilafah mampu mencetak generasi kaum muslim menjadi sebaik-baik umat yang tidak hanya beriman dan berahlak mulia, tetapi juga menyumbang kontribusi dalam bidang keilmuan serta teknologi. Mereka menjelma menjadi sosok ulama yang faqih terhadap ilmu agama dan juga mahir dalam ilmu pengetahuan, sains, serta mampu menciptakan teknologi mutakhir yang berguna bagi kehidupan manusia, bukan hanya berguna bagi manusia yang hidup di masanya, bahkan penemuan mereka masih digunakan dan bermanfaat di kehidupan manusia saat ini. Wallahualam bishawab.