
Oleh: Rohayah Ummu Fernand
Linimasanews.id—Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, memastikan bahwa pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) penurunan harga tiket pesawat. Pembentukan satgas ini sebagai tindak lanjut pemerintah dalam menciptakan harga tiket pesawat yang lebih efisien di Indonesia.
Dia menjelaskan, satgas tersebut terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian/Lembaga terkait lainnya. Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa bukan hanya bahan bakar avtur saja yang berkontribusi membuat harga tiket pesawat mahal di dalam negeri, namun terdapat aspek lain seperti beban pajak hingga beban biaya operasional (tirto.id, 14/7/2024).
Negara Lemah
Berbagai persoalan masih menyelimuti negeri ini, tak terkecuali persoalan transportasi. Sudah dipahami bahwa harga tiket pesawat terus mengalami kenaikan dengan berbagai alasan, mahalnya harga tiket pesawat ini juga dikeluhkan banyak pihak. Jika ditelisik lebih dalam, mahalnya harga tiket pesawat sejatinya bukan sekedar karena mahalnya avtur ataupun karena tingginya beban pajak. Akan tetapi, karena dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan sekularisme yang mengabaikan pengaturan agama dalam kancah kehidupan.
Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan transportasi udara sebagai jasa yang harus dikomersilkan. Dalam kacamata kapitalisme, baik negara maupun pihak swasta memandang layanan transportasi sebagai obyek bisnis. Tak heran jika harga tiket pesawat melambung karena bisnis tidak bisa dilepaskan dari tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Walhasil, rakyat pun tidak bisa menikmati layanan transportasi yang murah, nyaman, dengan harga yang terjangkau.
Hal ini makin diperparah dengan keberadaan negara yang hanya berfungsi sebagai regulator, di mana kebijakannya sarat dalam melayani kepentingan korporasi. Tak ayal, jika seluruh aspek transportasi udara berada dalam kendali korporasi, baik swasta lokal maupun asing. Saat ini, ada 60% industri pesawat terbang Indonesia yang dikuasai swasta, sementara pemerintah hanya memiliki porsi 35%. Penguasaan ini meliputi alat angkutnya (pesawat), bahan bakar minyak penerbangan (avtur), hingga infrastruktur penerbangan dengan segala kelengkapannya. Dalam kondisi seperti ini, monopoli dan praktik kartel pada industri penerbangan seringkali tidak dapat dihindari, dengan alasan untuk melindungi maskapai dari kerugian.
Di sisi lain, tampak tidak ada langkah serius dari negara dalam menyelesaikan persoalan ini. Pembentukan satgas hanyalah langkah semu yang justru makin menguatkan lemahnya negara akibat ketidakberdayaan lembaga yang ada dalam menekan kenaikan harga tiket pesawat. Oleh karena itu, selama sistem ekonomi yang diterapkan masih kapitalistik, pembentukan satgas hingga penurunan beban pajak tidak akan mampu menyelesaikan persoalan mahalnya transportasi udara.
Islam Mewujudkan Kemandirian Negara dalam Menyediakan Layanan Publik
Transportasi udara yang berkualitas, murah, aman, dan nyaman sejatinya hanya akan dirasakan rakyat dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah institusi Khilafah Islam. Islam memandang bahwa transportasi merupakan kebutuhan publik yang menjadi tanggung jawab negara. Kepala negara yang berfungsi sebagai raa’in (pelayan/pengurus rakyat) mampu mewujudkan kebutuhan transportasi di bawah paradigma pelayanan, bukan bisnis.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat), dan dia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Islam mengharamkan negara hanya bertindak sebagai regulator saja hingga mengomersialkan kebutuhan hidup masyarakat, apa pun alasannya. Artinya, negara tidak akan melibatkan pihak swasta dalam hal pengelolaan dan pendanaan ketersediaan transportasi udara di negeri ini. Negara tidak menjadikan transportasi sebagai sumber pemasukan negara, sebab pemenuhannya dilakukan dengan prinsip pelayanan. Seluruh pemenuhan kebutuhan transportasi udara bagi publik akan diambil dari kekayaan negara yang tersimpan di Baitulmal.
Sistem keuangan negara Khilafah akan mampu mewujudkannya, sebab sumber pemasukan negara Khilafah sangat banyak dan beragam. Sehingga akan mampu memberikan layanan publik yang murah dan terjangkau oleh masyarakat, termasuk layanan transportasi udara. Penganggaran transportasi udara sebagai infrastruktur publik yang bersifat mutlak meniscayakan negara memiliki kemapuan finansial yang memadai untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Pembiayaan tersebut dialokasikan untuk pengadaan pesawat secara mandiri dari sisi kualitas dan kuantitas, bahan bakar minyak penerbangan, bandara dengan segala kelengkapannya, maupun sumber daya manusia (SDM) penerbangan. Pengurusan setiap kebutuhan umat akan ditangani oleh SDM yang amanah dan kapabel, sehingga pengelolaannya efektif dan efisien. Oleh karena itu, negara mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyiapkan hal ini.
Dalam penerapan sistem ekonomi Islam meniscayakan terwujudnya kemandirian negara dalam menyediakan transportasi udara bagi publik. Sehingga seluruh rakyat dari semua kalangan, akan dapat merasakan tranportasi udara dengan kualitas yang sama. Inilah bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan umat oleh negara. Walhasil, dengan diterapkannya aturan Islam dalam bingkai Khilafah, akan mampu mewujudkan kemaslahatan bagi umat secara komprehensif dan paripurna. Wallahu a’lam bishshawab.